BAB 53 : Mengantarkan

Start from the beginning
                                    

Senyuman lembut laki-laki itu terbit, seiring dengan tangan mengusap-usap sayang adiknya yang akan jarang dia temui untuk beberapa tahun ke depan. Dia berniat menenangkan kekhawatiran Ghaitsa, tetapi justru Haidden sendirilah nan merasa tentram sekaligus damai, sebab mengetahui seberapa besar kasih sayang disalurkan percuma padanya. Haidden kemudian menghujani setiap inci wajah lawan dengan kecupan-kecupan dan berakhir menggamit telapak tangan Ghaitsa yang juga diberi ciuman lama, pun melakukan hal serupa pada dahi sang puan. “Abang nitip diri kamu, ya. Bisa, 'kan?” yang mana diangguki Ghaitsa walau sedikit enggan. “Jaga kesehatan, baik hati maupun fisik. Jangan bergadang kalau nggak perlu. Kurang-kurangin negative thinking. Jangan takut nelepon atau ngespam, nggak papa. Abang selalu sedia waktu buat kamu, anytime. Terus, jangan kabur-kaburan kalau lagi berantem. GPS hapenya hidupnterus supaya orang rumah nggak bingung nyari kamu, kalau kamu masih bandel pengen kabur. Keselamatan kamu itu utama. Jangan nangis sendiri, bagi-bagi sama yang lainㅡgunain dua curut di sana, biar ada gunanya dikit jadi manusia.” dan sembari membawa Ghaitsa memasuki dekapan ternyaman, Haidden berujar hangat. “Abang sayang Aisa, sayaaang banget. Tungguin Abang pulang, ya? Abang pasti pulang, secepat mungkin buat kamu. Buat Aisa. Jadi, jangan pergi kemanapun sebelum Abang pulang, ya, Cantik? Okay, Love?”

Ghaitsa mau tidak mau meluruhkan biru meski dia telah mengutuk diri agar berhenti mencetak segaris duka nan kapabel membuat lawan meneguk cemas. “Aisa sayang banget sama, Bang Aiden. Abang cepet pulang, ya.”

Sisi lain berbicara berbanding terbalik atas realita di depan mata. Yaziel memicingkan mata atas ketidaksukaan berbalut jengah terhadap perpisahan dramatis nan bisa-bisa saja mengalahkan film terbaik sepanjang masa. Jujurnya, bila dikaji dan diamati lebih dalam, anak ini sedang cemburu buta melihat Ghaitsa bermanja-manja ria pada Haidden hingga absen mengunjungi kamarnya malam-malam belakangan ini. Sebagai jimat pengusir mimpi burukㅡYaziel mendeklarasikan dirinya demikianㅡia merasa pekerjaannya direnggut secara tidak hormat. Dia mendumal, “Haidden pergi belajar bukan berperang. Nggak usah lebay gitu, deh, Sa.”

Lihat saja! Setelah ini Yaziel akan memblokir nomor Haidden agar mati mengenaskan di sana, haha! Rasakan itu!

Namun sialnya, malapetaka justru menghampiri. Lirikan tajam serupa mata pedang nan berkaca-kaca dari Ghaitsa berhasil dihunus. Anak itu menyeru jengkel. “Iel jahat! Iel jelek! Aisa nggak mau ngomong lagi sama Iel, dasar kecoak jelek! HUAA, ABANG! AISA IKUT ABANG AJA, YA?! ZIELNYA NAKAL!”

Rentetan adegan berikutnya ialah jitakan panas dari Archie yang emosi di tempat dan mengeluarkan maklumat tidak terbantahkan. “Kalau nggak bisa membantu, mending diem atau nggak musnah sekalian. Udah tau adeknya lagi sensitif malah lo komporin,” tandas sulung Alexzander sebal. “Je, bawa bocah absurd ini pergi dari peredaran. Keberadaannya nyusahin aja.” dan berderap menghampiri sang bungsu yang semakin merengek. “Iya-iya, Sa. Zielnya nggak usah ditemenin, monyet emang dia.”

Helaan napas mengudara cukup berat dari Jeviar, dia mengusap kasar wajah lalu memukul belakang kepala sang kembar laki-laki. “Pake acara nyari pekara lo. Enyah sana!”

Pun, anak itu bersikap hiperbolis atas kenyataan pahit yang diterima dengan berjongkok lesu tanpa aura kehidupan di samping koper-koper raksasa milik Haidden. “Gue udah nggak disayang lagi, hiks.”

Usai mengusap penuh perhatian sepasang bahu bergetar kepunyaan Ghaitsa. Archie perlahan-lahan membawa sang adik untuk didekap erat. “Jahat, ya, Ielnya. Nanti kita usir dia dari rumah, berani-beraninya jahatin adek Abang ini.” kemudian memeluk agresif yang lebih muda selagi membiarkan Haidden menggendong tas ransel di pundak dan menggeret dua koper mendekat dengan hati-hati. “Jangan sedih-sedih, Cantik. Masa nganterin Abangnya pergi sambil nangis begini, hayo?”

“Aisa nggak mau ditinggal Bang Aiden.”

Archie pun tersenyum mengerti, padahal udah pelukan berjam-jam tapi belum cukup juga buat kamu, Dek. Maka dari itu diperlukan siasar untuk mengelabui Ghaitsa yang enggan lepas. Terkekeh pelan sebelum mengecup singkat puncak kepala sang adik dan buru-buru berlari memasuki area keberangkatan. “Dah, Adek~ Abang pergi dulu, ya! Babai!”

“Eh?”

Iris semenawan bulan saat malam tersebut membulat sempurna bersama rangkaian panik bercampur detakan jantung nan menggema gusar. Ghaitsa menoleh menatap Haidden yang melambaikan tangan, dia pun segera berusaha melepaskan diri dari perangkap muslihat Archie, tetapi sang sulung justru semakin erat menjeratnya. “ABANG! ABAAANGㅡIH LEPAS! BANG AIDEN! ABANG TUNGGU DULU! AISA BELUM SALIM! BANG AIDEN BALIK DULU, IH! ABAAAAAAANG! AAA, ABAAANG BALIK DULU!”

“ABANG SAYANG KAMU, DADAH~”

Ratusan pasang mata jelas-jelas saja mengarah percuma pada mereka, hanya saja tidak diindahkan selain berfokus menenangkan Ghaitsa yang berlinang air mata. “Abang, Aisa belum salim padahal,” katanya dengan sesegukan.

“Sa, udah, ya? Nanti abangnya kita telepon lagi, oke?” ujar Jeviar selembut mungkin agar sang bungsu merasa lebih baik.

Yaziel mengangkat tangan ragu-ragu. “Aisa, nanㅡ”

“NGGAK USAH! HUSH, SANA!”

Begitulah rentetan adegan yang diketahui secara runtut oleh Joanna, Kanaya dan Yeziraㅡmereka bertamu bertepatan kala Alexzander bersaudara pulang. Sehingga pemuda bermanik karismatik itu menerima beragam macam tatapan selagi Ghaitsa bertelepon dengan Haidden yang sedang menunggu waktu keberangkatan.

Kanaya menggeleng-gelengkan kepala tak percaya sembari melipat tangan di dada. “Gue nggak nyangka lo tidak berperikemanusiaan dan berperikehatian demikian. Padahal lo kembarannya, harusnya lebih tau dong, masa gitu banget. Kecewa gue sama lo, Yel.”

Decakan demi decakan tidak habis pikir keluar dari dua belah bibir Joanna. Perempuan itu terang-terangan menunjukkan sorot hinanya sebelum menukikkan bibir tajam. “Lo bener-bener kembaran biadab. Lo nggak tau, sih, gimana sedihnya ditinggal orang yang di sayang walau cuma pergi sebentar. SEBENTAR yang BEDA BENUA, tuh, NYAKITIN BATIN, asal lo tau. KESIKSA RINDU soalnya, biar gue kasih tau, ya! Dasar cowok, emang bejat banget emang pola pikirnya.”

Bahkan tatapan sendu Yezira nan mengarah padanya pun benar-benar membuat kepala pusing. “Aisa cuma nggak mau pisah, masa lo harus ngomenin dia lebay. Kanㅡudahlah, emang bener semua cowok, tuh, nggak akan ngerti.”

Gonjang-ganjing sudah hatinya, hancur berkeping-keping citra yang telah dibangun. Yeziel jatuh terduduk secara dramatis ke tanah di mana Jeviar lewat dengan sepenggal kalimat menusuk. “Gitu aja LEBAY. Apaan, dah.”

Hiks, padahal Yaziel cuma cemburu bukan berharap diburu begini.

TIDAAAK!

Hai!Hello!Selamat siang, wahai manusia!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai!
Hello!
Selamat siang, wahai manusia!

Semoga harinya berjalan lancar, ya
Semoga awal hari esok lebih baik lagi dan penutupnya jauh lebih damai lagi
Semoga kita dalam keadaan sehat wal'afiat
Semoga dilimpahkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya untuk kita semua, aamiin~
Jangan lupa tersenyum, guys
Becandain aja dulu lelucon semesta sampai akhirnya kita yang ngetawain bebannya
🤗🤗🤗

Gimana harinya, nih?
Ada cerita apa?

Sudah lama tidak menyapa, ya~
Hehe, gue ada sedikit hambatan di IRL
Ternyata banyak yang harus diurus sesegera mungkin sebelum terlambat

Semoga kalian suka part ini
Semoga nggak bertele-tele
Semoga likey, yaaa
Jangan lupa vommentnya, yuhuu~

Ditulis :

Selasa-Kamis, 19-21 Juli 2022

Bubye-!

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitWhere stories live. Discover now