🥬🥬BAB 67🥬🥬

12K 574 4
                                    

Sementara di sebuah ruang rawat terdapat Albi yang belum kunjung bangun dari tidur panjangnya setelah kejadian penembakan itu. Untung saja Albi bisa di selamatkan dan itu membuat semuanya bernafas lega. Di sini ada Cakra dan kedua orang tua Albi, mereka menunggu Albi bangun. Syika berada di dalam gendongan Cakra.

Sampai akhirnya Cakra memuaskan untuk mengajak Syika keluar dari ruangan ini dan mendapatkan izin dari kedua orang tua Albi. Ia berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan informasi bahwa Zeta juga di rawat di sini, dan dirinya juga belum menjenguk Zeta karena tak tau ruangannya di mana.

"Mama di mana om?" tanya Syika dalam gendongan Cakra.

"Kamu rindu dengan Zeta?" tanya Cakra balik.

"Iya, Syi mau ketemu mama. Syi mau aduin ke mama kalau papa enggak mau bangun," jawab Syika polos.

"Syika turun dulu, om mau telepon Zeta dulu. Kamu jangan ke mana-mana oke?" ujar Cakra yang pastinya berbohong.

"Syi akan tunggu di sini," jawab Syika.

Cakra menurunkan Syika, ia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Siapa lagi jika bukan Hans, asisten Zio. Ia mendapat nomor itu 1 hari yang lalu, jaga-jaga saja jika butuh. Ternyata butuh beneran, tapi saat ingin menelepon ia melihat seseorang dari kejauhan.

Bukankah itu Hans? Sepertinya ia tak salah lihat, dia memang benar Hans. Lantas ia kembali menggendong Syika dan berjalan cepat ke arah Hans. Ia memanggil namanya beberapa kali hingga akhirnya Hans berhenti. Akhirnya ia bisa berhenti berjalan dan sekarang dirinya berdiri tepat di depan Hans.

"Kau asisten kembaran Zeta 'kan?" tanya Cakra memastikan.

"Ya, memangnya ada apa?"

"Di mana Zeta? Dia baik-baik saja bukan?" tanya Cakra.

"Dia baru saja sadar, memangnya kenapa kau mencari dia?"

"Aku ingin bertemu dengan Zeta, dia ada di ruangan mana?" tanya Cakra.

"Zio melarang siapapun masuk ke dalam ruangan tempat di mana Zeta dirawat."

Cakra berdecak. "Ayolah, ada sesuatu penting yang harus di sampaikan. Lagipula diriku juga ingin bertemu dengan Zahla," ujarnya.

Hans pergi dari sini tanpa mempedulikan teriakan Cakra yang memanggil namanya, ini perintah dari Zio yang harus dirinya laksanakan. Bisa-bisa ia mendapatkan masalah jika melanggar apa yang Zio ucapkan. Lagipula ia harus segera sampai ke tempat di mana Zeta dirawat, tak ada gunanya meladeni Cakra.

Sementara Cakra sendiri mencak-mencak tak jelas, baginya Hans itu orang yang sangat sombong. Lantas ia berbalik badan dan berjalan pergi dari sini, niatnya untuk menjenguk Zeta tak jadi. Alhasil ia mengajak Syika ke kantin rumah sakit saja. Ia memang sibuk mengurus pekerjaan Albi, tapi jika ia ke kantor siapa yang akan mengajak Syika bermain?

"Katanya mau bertemu dengan mama, kenapa malah ke sini? Syika mau ketemu sama mama om," ujar Syika.

"Nanti aja ya, om laper mau makan dulu. Nanti om janji deh akan bawa Syika ketemu sama Zeta," balas Cakra.

"Jangan bohong, Syi mau ketemu sama mama," ujar Syika.

"Iya, om enggak bohong," balas Cakra.

***

Sementara Zio dan Bea sudah berada di dalam penjara, mereka berada di depan sel yang di dalamnya terdapat Ratna dan Feli. Mereka berdua tiduran di atas lantai yang sangat kotor, 3 hari ini Zio melarang polisi yang ada di sini memberikan mereka makan walau hanya sebutir nasi dan setetes air. Mereka benar-benar kelaparan di sini dan ia tak peduli.

Bia sendiri merasa kasihan dengan mereka berdua, tapi rasa kasihan itu hilang ketika mengingat perlakuan mereka kepada Zeta dulu. Mereka pantas menderita, benar kata pepatah. Apa yang kita tanam akan kita petik, begitu juga dengan mereka berdua yang sudah berhasil memetik hasil dari perbuatan mereka.

"Kau akan mendapatkan akibatnya dari perbuatan ini Zio!" ujar Ratna.

"Di saat seperti ini kau masih bisa mengancam saya? Haruskah saya takut? Yang benar saja," balas Zio sembari tertawa remeh.

"Kita akan bebas dari sini! Setelah itu kita akan membalaskan semuanya!" ujar Feli.

"Siapa yang akan membebaskan kalian? Orang yang kalian bohongi sudah sadar, mereka tak akan percaya lagi dengan mu! Keluarga Lixston sudah tak percaya denganmu!" ujar Zio sembari tertawa sinis.

"Itu enggak mungkin! Mereka akan datang ke sini menyelematkan saya dan anak saya!" ujar Ratna.

"Tak ada yang tak mungkin, kejahatan kalian sudah terbongkar. Nikmati waktu sebaik-baiknya, karena sebentar lagi kalian akan merasakan penderitaan yang sesungguhnya," ujar Zio.

Keluarga Lixston memang sudah tahu mengenai perbuatan Ratna dan Feli, entah dari mana mereka tau ia ambil pusing. Yang jelas mereka jahat dengan Zeta dan mereka harus mendapatkan balasan yang setimpal dari dirinya. Tak akan ia biarkan mereka kabur darinya dan bisa hidup bersenang-senang di luar sana.

Bea sedikit ngilu dengan luka-luka yang ada di tubuh Feli dan juga mamanya, mereka pasti kesakitan apalagi debu di sini banyak. Bahkan di luar saja ia sedikit sesak melihat ke dalam, sel penjara yang sangat sempit dan di isi oleh dua orang. Ia melihat mata Zio yang menampilkan kepuasan tersendiri.

"Zio, maafkan nenek, Nak. Nenek salah sama kamu."

Zio menoleh ke belakang, melihat siapa yang datang membuat tangannya terkepal. "Jangan tunjukkan wajah anda di depan saya," ujar Zio penuh penekanan.

"Tolong berikan nenek kesempatan untuk mengubah semuanya."

"Setelah apa yang anda lakukan semuanya dan dengan mudahnya anda minta maaf? Apa ini sebuah lelucon?" tanya Zio tak habis pikir.

"Nenek tau nenek salah, nenek menyesal, Nak. Berikan nenek kesempatan untuk memperbaiki semuanya."

Zio tertawa sinis, entah anginnya dari mana neneknya itu datang dan mengacaukan ketenangannya. Ia sama sekali tak menginginkan dia muncul di depan wajahnya, dan sekarang dia muncul walaupun ini di kantor polisi. Sementara Bea menenangkan Zio, ia menyuruh Zio untuk lebih sopan berbicara sama orang yang lebih tua.

Zio tak tau, apakah neneknya benar-benar berubah atau hanya pura-pura saja setelah kekayaan Lixston hampir habis karena dikuras oleh Ratna dan Feli. Untung saja di sini ada Bea, jika tidak mungkin ia sudah membunuh wanita itu sekarang juga. Wajahnya yang memelas sama sekali tak membuat dirinya kasihan.

"Zio jangan pergi, Nak. Maafkan nenek dan kakek."

Zio menarik tangan Bea pergi dari sini tanpa mempedulikan panggilan dari neneknya. Samapai akhirnya Zio dan Bea sudah berada di luar kantor polisi, Bea berhenti dan itu juga membuat Zio memberhentikan langkahnya

"Apakah kamu tidak ingin berbicara dengan nenekmu? Dia lebih tua dari kamu, jika kamu seperti ini itu terkesan tak sopan," ujar Bea hati-hati agar tidak menyinggahi perasaan Zio, apalagi laki-laki itu tengah marah sekarang.

"Saya tak mau berbicara dengan dia, apalagi dia membuat saya seperti ini," balas Zio dengan nada sangat pelan nyaris tak terdengar.

Baby Twins From Billionaire [END]Where stories live. Discover now