🥬🥬BAB 40🥬🥬

19.3K 1.1K 2
                                    

Zeta berjalan tergesa-gesa menuju lift, setelah kejadian tadi dirinya langsung pergi menuju kantor Albi. Untuk Hilda, perempuan itu sudah dijemput oleh supirnya membuat Zeta bernafas lega. Dan juga Zeta kesini diantar oleh Hilda, selama dimobil tadi mereka bercerita. Ternyata Hilda orang baik, dirinya pikir Hilda orang jahat karena telah menelantarkan twins.

Bukankah kita tak boleh menilai orang di covernya saja?. Mungkin Hilda mempunyai alasan tersendiri mengapa dia meninggalkan twins yang masih bayi dan akhirnya dirawat oleh Albi seorang diri. Kini Zeta sudah berada didepan ruangan Albi, langsung saja ia masuk. Dirinya melihat Albi yang duduk disofa, dimeja juga ada kapas yang berwarna merah.

"Apa lukamu sudah sembuh?" tanya Zeta, ia melihat luka Albi yang kini sudah tertutup oleh hansaplast. Sedangkan Albi hanya menanggapinya dengan deheman saja, kini lelaki itu sibuk melihat kearah hpnya.

Zeta duduk disebelah Albi, ia tak tau harus berbicara seperti apa lagi. Aura yang Albi pancarkan mencekam hingga membuatnya takut berada disebelahnya, apalagi mata Albi yang menatap tajam ke layar HP.

"Twins dimana?" tanya Zeta ingin tau.

"Sekolah," jawab Albi cuek.

"Beneran? Wah udah gede aja anakku," ujar Zeta heboh.

"Sekarang temani saya meeting penting," ucap Albi lalu berdiri.

Sedangkan Zeta juga ikut berdiri, ia mengambil laptop juga beberapa berkas yang dibutuhkan nanti. Ini bukan kali pertama dirinya ikut meeting, jadi tak se gerogi dulu. Sekarang dirinya lebih santai saja dan udah tau apa yang harus dirinya lakukan didalam nanti.

Zeta dan Albi berjalan beriringan menuju restaurant, mereka akan meeting disana. Karena letaknya tak jauh dari kantor, mereka memutuskan untuk jalan kaki saja. Sesampainya di sana mereka langsung masuk, ternyata klien Albi sudah datang. Langsung saja Albi dan Zeta duduk tak lupa salaman terlebih dahulu supaya lebih akrab.

"Bisa dimulai sekarang meetingnya?" tanya Zeta dengan nada halus.

Seketika semua orang yang ada disana mengangguk, mereka mulai berdiskusi bersama dan juga menampilkan beberapa kelebihan dari masing-masing perusahaan mereka. Zeta berbicara tanpa ada kendala hingga meeting mereka selesai, mereka berdiri dan bersalaman.

"Terimakasih atas kerja samanya, semoga proyek kita berhasil dan membawa keuntungan yang besar."

Albi mengangguk, "Sama-sama, saya akan mengerahkan kemampuan saya dalam proyek ini."

"Saya dan sekretaris saya pamit terlebih dahulu, selamat siang."

Zeta dan Albi kembali duduk setelah kepergian klien mereka. Albi sedikit merenggangkan dasinya yang membuat dadanya sedikit sesak. Sementara Zeta meminum minumannya yang belum habis. Pekerjaan ini cukup melelahkan namun jika Zeta tak boleh mengeluh. Di luar sana masih banyak orang yang tak mempunyai pekerjaan, jadi selagi ia bisa bekerja harus pandai-pandai bersyukur.

"Ayuk kembali kekantor," ajak Zeta.

"Saya akan jemput twins jika kau tak ingin ikut bisa kembali langsung ke kantor." Albi berdiri namun dengan cepat Zeta mencekal tangannya.

"Ikut," ujar Zeta lalu Albi mengangguk.

"Bukannya mobilmu ada di depan kantor?" tanya Zeta disela perjalanan mereka keluar dari area Restoran.

Albi tak menjawab, ia terus berjalan hingga berhenti tepat didepan mobil berwarna sport hitam. Pantas saja Albi tak menjawab, orang mobilnya sudah berada disini. Pasti orang suruhan lelaki itu yang mengantarnya.

***

Albi dan Zeta sudah berada didepan gedung yang bertuliskan nama sekolah untuk anak kecil. Albi menunggu diluar karena twins baru keluar 10 menit lagi, Zeta melihat sekeliling. Sekolah untuk anak kecil besar sekali, bahkan sebelumnya ia berfikir ini universitas saking besarnya. Tak bisa dibayangkan berapa bayarnya supaya bisa masuk kesini.

"Apakah tadi twins kau bawakan bekal?" tanya Zeta kepada Albi.

Albi menggeleng, "Apakah harus dibawakan bekal?" tanyanya balik.

Zeta menepuk keningnya, "Gila saja kau tak membawakan mereka bekal!" makinya.

Albi mengenyritkan alisnya bingung, "Memang kenapa?" tanyanya tak paham.

"Mereka pasti lapar dan haus, mengapa kau tak berfikir sampai kesitu?" balas Zeta sebal.

Albi memang tak tau, bahkan ia baru tau sekarang. Benar juga apa yang dikatakan oleh Zeta, pasti kedua anaknya merasakan lapar. Lagi-lagi dirinya tak tau dengan masalah kecil seperti ini. Lin kali ia akan membuatkan twins bekal, mungkin?!. Tak lama twins keluar dari area gerbang, langsung saja Albi dan Zeta keluar dari dalam mobil.

Seketika Zeta langsung dipeluk oleh Syika dan juga Nathan. Albi yang melihatnya berdecak sebal, dirinya dicuekin seperti ini jadinya.

"Bagaimana sekolah kalian? Seru?" tanya Zeta yang saat ini tengah berjongkok didepan twins.

Syika dan Nathan mengangguk, "Selu, disana kita punya teman."

Zeta tersenyum lalu ia mengajak twins masuk kedalam mobil atas suruhan Albi. Kini mobil yang mereka naiki berjalan membelah jalanan kota dengan kecepatan sedang. Twins mengoceh tentang apa yang terjadi disekolahnya tadi.

"Tadi waktu istirahat banyak banget yang bawa bekal dan makan bareng-bareng. Setelah Nath tanya, bekal yang mereka bawa buatan mamanya," Nathan berujar sendu.

"Syi sama kakak cuma bisa lihat meleka makan, telus tadi ada bu gulu yang bawain kita makanan. Tapi disana teman-teman Syi baik meleka kasih Syi cicip masakan mama meleka," ujar Syika dengan nada polosnya.

Hati Albi sakit mendengar penuturan kedua anaknya, begitu juga dengan Zeta. Secara tak langsung Zeta melihat bagaimana kehidupan Zio sewaktu kecil tanpa adanya kedua orang tua. Hati mereka sama-sama diremas, mengapa anak kecil seperti mereka harus merasakan kesedihan seperti ini?.

Zeta menoleh kebelakang, "Mulai besok mama akan bawakan kalian bekal," ujarnya. Seketika wajah twins yang semula murung menjadi ceria kembali.

"Benelan?" tanya Syika, langsung saja Zeta mengangguk.

"Tapi kan mama ngak tinggal bareng kita." Nathan menunduk sedih.

Zeta menggaruk kepalanya yang tak gatal, benar juga apa kata Nathan. Dirinya tiggal di apartemen yang letaknya lumayan jauh dari rumah Albi, bagaimana ia bisa membuatkan mereka bekal?. Namun Zeta sangat ingin membuatkan mereka bekal, Zeta tak mau twins merasa iri.

"Mama tinggal saja belsama kami," ucap Syika.

Zeta menggeleng cepat, "Ngak bisa sayang," ujarnya.

"Kenapa? Kata teman-teman Syi kalau mama papa itu harus tinggal baleng," ujar Syika ingin tau.

"Mama sama dia ngak ada ikatan pernikahan, jadi ngak bisa kalau tinggal bareng." Zeta menunjuk Albi.

"Nikah aja," ucap Nathan dan Syika bersamaan.

Albi yang sedari tadi mendengarkan tersedak ludahnya sendiri, langsung saja ia mengambil air mineral yang ada didalam botol dan meneguknya hingga habis. Mengapa kedua anaknya sangat enteng berbicara seperti itu?. Sedangkan Zeta menepuk keningnya, lalu dirinya kembali menghadap depan. Apa katanya? Nikah? Yang benar saja!

Baby Twins From Billionaire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang