"Apa?" Baskara lalu mengatupkan bibir karena merasakan sentakan di hatinya. Kepalanya mulai terasa berdenyut hebat karena berbagai ingatan berusaha muncul, tetapi tak bisa muncul dengan jelas sehingga rasa sakit itu terasa menghancurkan kepalanya perlahan-lahan.

Seseorang di masa lalunya. Dia tak pernah kecelakaan. Tak pernah punya riwayat hilang ingatan. Baskara memegang kepalanya dan yang ada di pikirannya ketika ingatan samar itu berusaha terlihat jelas hanyalah Bintang.

Dia ingin mencari tahu semua hal aneh itu kepada Hanna, tetapi dia tidak ingin membuat Hanna merasa mendapatkan harapan untuk dekat dan memanfaatkan hal itu. Membayangkannya saja sudah tertebak akan serumit apa.

"Putusin Bintang dan pacaran sama gue. Kalau nggak, gue bakalan kasih tahu ke publik lo anak siapa. Nggak suka, kan, privasi lo keganggu?" Hanna tersenyum kecil mendapatkan sebuah ide. "Pilih aja. Pacaran sama gue nggak rugi, kok. Nggak usah berhubungan sama gembel itu."

Ancaman Hanna sama sekali tak digubris oleh Baskara. Apa yang dilakukan Baskara selanjutnya adalah keluar dari ruangan itu. Namun, Hanna lagi-lagi memegang tangannya.

Rahang Hanna mengeras. "Gue belum selesai ngomong."

Baskara menarik tangannya kembali. "Lo pengin jadi bagian keluarga itu, kan? Nikah aja sama suami perempuan itu dan jadi isteri keduanya, tapi gue ngak akan anggap lo Mama karena gue dari dulu nggak mau jadi bagian dari keluarga itu."

"Apa...."

Setelah Baskara meninggalkannya, Hanna tak bisa meluapkan emosinya dengan berteriak seperti apa yang sering dia lakukan di rumahnya apalagi menghancurkan barang-barang sekitar. Orang-orang bisa saja akan mendengar suaranya yang keras.

Hanna menghubungi Ola dan tak sadar menggigit kukunya. "Halo. Cari Bintang dan bawa ke toilet. Buat dia babak belur. Jangan hubungi gue kalau dia belum babak belur. Gue bakalan datang di akhir!"

***

Apa dia udah mati? Dan sekarang lo ngejar-ngejar orang yang mirip dengan dia?

Bintang terngiang oleh kata-kata Hanna yang sempat didengarnya ketika dia tak sengaja mendengar di balik pintu ruangan yang gagal dia masuki. Dia segera pergi sebelum Baskara keluar dari ruangan itu dan sekarang pikiran Bintang sedang kalut.

Perkataan Hanna memberikan dua makna. Pertama, secara logis, itu artinya benar Baskara mengejarnya hanya karena teringat masa lalunya di mana cewek itu mirip dengan Bintang dan cewek yang mirip dengan dirinya itu bisa saja memang meninggal.

Kedua, jika mengaitkannya dengan mesin waktu, maka cewek yang ada di masa lalu Baskara benar adalah dirinya yang ke masa lalu karena sebuah kejadian yang mengharuskannya menggunakan mesin waktu.

Apa Baskara tak punya teman lain yang bisa menjawab apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Hanna bukan seseorang yang bisa dipercayai. Selain itu, Hanna juga tak melihat dengan jelas cewek yang dimaksud saat itu.

Semua hal terkait mesin waktu membuat Bintang pusing. Dia masih berdiri di koridor kelas lain, di antara banyaknya murid yang lalu lalang ingin ke kantin. Ketika dia sudah bisa pulih dari pikiran rumitnya tentang mesin waktu, dia kembali mendapatkan hal rumit lain yaitu kedatangan Ola dan Prisa. Dua teman Hanna yang merepotkan.

"Ayo ikut." Ola memegang erat lengan Bintang. Pun dengan Prisa di lengan sebelahnya.

"Heh." Bintang menahan dirinya dan menyentakkan tangan kedua cewek itu. "Selagi gue ngomong baik-baik, ya. Jangan nyentuh gue tanpa seizin gue. Ngerti?"

"Pfft." Ola menutup mulutnya. "Gembel nggak usah belagu."

"Ayo sini." Prisa lalu menarik kembali lengan Bintang.

Ola juga melakukan hal yang sama sehingga Bintang berusaha berontak di detik-detik awal dia ditarik paksa. Pada akhirnya, Bintang melunak karena perhatianya teralihkan kepada lima siswi yang sedang berlari sembunyi-sembunyi sampai mereka tak terlihat lagi.

Kedua teman Hanna itu membawanya ke tempat di mana geng Barbieberry terlihat tadi. Ke toilet siswi. Di depan toilet terdapat tanda peringatan bahwa toilet itu rusak.

"Eh, kebetulan." Ola kemudian membuka pintu, lalu mendorong Bintang ke dalam. Prisa menyusul dan segera mengunci pintu kamar mandi. Ola bersedekap sambil tersenyum puas melihat Bintang terpojok sekarang. "Mau kami buat lo berakhir kayak gimana?"

"Tapi Hanna bilang buat dia babak belur." Prisa mendekat, lalu menarik kencang rambut Bintang hingga Bintang meringis kesakitan.

Bintang memegang tangan Prisa dan menatapnya tajam. "Gue udah peringatin buat nggak nyentuh rambut gue tanpa izin gue."

"Terus kalau gue nggak izin kenapa?" Prisa semakin menarik rambut Bintang, tetapi pergelangan tangannya digenggam erat sehingga tangannya yang menarik rambut Bintang menjauh.

Bintang balas menarik rambut Prisa sampai Prisa tertunduk dan tak bisa menegakkan punggung.

"Stop! Stop!" teriak Prisa.

Bintang melepasnya dan menjatuhkan Prisa ke lantai. Ola terkejut melihat Prisa tengkurap di lantai, lalu Ola menatap Bintang dengan bibir membulat.

"Lo! Berani-beraninya lo?" Ola mendekat dan mengangkat tangannya, tetapi suara gebrakan dari pintu bilik mengalihkan perhatiannya. Pun dengan Prisa dan Bintang.

Lima pintu bilik terbuka dan memperlihatkan kelima geng Barbieberry yang sejak tadi bersembunyi. Acha, Diva, dan juga Mae memegang erat Ola sampai Ola tak bisa berontak. Sementara Mae dan Ajeng menarik Prisa berdiri dan menahannya agar tak ke mana-mana.

Bintang sedikit terkejut dengan kehadiran mereka berlima. Pantas saja gerak-gerik mereka aneh saat Bintang tak sengaja melihatnya. "Kalian bisa ada di sini?"

"Udah ketebak mereka ke WC," balas Mae. "Mereka berdua udah berani banget sama lo. Lo pengin ngelakuin sesuatu ke mereka?"

"Oh." Bintang menatap Ola dan Prisa bergantian. Mulut keduanya tersumpal dasi mereka masing-masing. "Terserah kalian."

"YES!" teriak Acha, dipandanginya Ola di sampingnya. "Hehehe. Habis lo di tangan kami."

Mereka mendudukkan Ola dan Prisa di lantai. Tak bisa berteriak, tak bisa bergerak bebas. Tubuh keduanya digerayangi oleh tangan-tangan iseng geng Barbieberry.

"Hhhh-ehh-hah!" Tubuh bawah Ola mengamuk. Tubuh atasnya digelitiki tanpa henti, membuatnya merasakan geli sampai menangis.

"Katanya kalau ketawa terus bisa mati, loh," ujar Diva, terus-terusan menggelitik Ola.

"Salah, katanya kalau ketawa terus nanti nangis terus." Mae menggelitik Prisa dengan semangat. "Tikitikitik. Gimana? Geli? Geli nggak? Masih pengin digelitik besok-besok."

"Nggak seru. Bentar gue lepas dasi mereka." Muslimah membuka dasi yang terikat di lingkar mulut mereka. "Nah, ayo ketawa!"

Ola meraung-raung. "Haha. Hihi. Udah. Gue bilang berhenti! Hahahahahaa ahahahahahaha. Ahihihihi. Stop—hahaha. Ohhok! Ahahaha...."

Muslimah mengambil ponsel yang berbunyi di lantai. "Oh, ada yang nelepon." Dia mengambil ponsel itu dan melihat si penelepon. "My chu Han. Hm? Siapa, nih?"

***

"Kenapa lama, sih?" Hanna menggemeretakkan giginya sambil terus berupaya menghubungi Ola dan Prisa bergantian, sementara dua orang itu tak kunjung menerima panggilan darinya.

Dia berjalan dengan tenang meski hatinya sedang kebakaran sekarang. Hari ini semua tak berjalan sesuai keinginannya lagi. Dia menuju toilet siswi dan ketika berhenti di depan ruang itu terdengar suara orang menangis yang tak asing.

Segera Hanna membuka pintu dan terkejut melihat Ola dan Prisa terduduk di lantai dalam kondisi yang berantakan. Rambut yang selalu tertata rapi kini berantakan. Air mata yang terus keluar. Kemeja putih sekolah mereka yang terlihat ada noda kecokelatan.

"Kalian... kenapa?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang