Pulang

88 4 0
                                    

“Ada yang mau ikut sama Leo?” tanya Peter usai sarapan pagi.

“Gak, aku mau ikut kamu aja,” jawab Helena santai dengan gaya manjanya.

“Kalo kamu mah harus, Babe,” ujar Peter menjawil hidung Helena. “Yang jomlo sabar, ya,” sambungnya.

“Aku ikut Leo,” sahut Stevan.

“Oke. Siapa lagi?” tanya Peter lagi.

“Udah gak ada, aku aja yang ikut Leo,” jawab Stevan. Tas miliknya sudah ia masukkan ke speedboat yang akan dikemudian oleh Leo.

“Bahan bakar aman, Leo?” tanya Stevan.

“Aman. Udah diisi full, kok,” jawab Leo.

Akhirnya mereka naik ke speedboat masing-masing. Peter lebih dulu kemudian disusul oleh Leo. Mereka saling beriringan untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.

“Udah punya planning apa setelah sampai nanti?” tanya Stevan memecah keheningan setelah sejam berada di antara luasnya lautan yang membentang.

“Belum tau, mungkin keluargaku sudah mengira jika aku sudah mati karena gak pernah ngasi kabar selama pergi,” jawab Putra.

“Jangan-jangan istrimu sudah nikah lagi?” ledek Leo sambil tertawa, Stevan juga ikut tertawa mendengar pertanyaan konyol Leo.

“Gak mungkinlah, kalao aku yang nikah lagi dalam waktu sesingkat itu bisa lah. Kalau cewek mana bisa, harus melewati masa iddah tiga bulan dulu,” jawab Putra yang serius menanggapi ucapan Leo.

“Aku cuma bercanda juga. Wah, berarti kamu yang mau nikah lagi? Jangan dulu lah, aku yang udah tua ini aja biar sekali juga belum, kamu malah mau nikah lagi,” ujar Stevan lagi diiringi tawa Leo.

“Gak usah sok gak laku. Noh, emas dijual biar kamu makin tajir,” celetuk Leo.

“Belum nemu yang cocok,” jawab Stevan dengan santai.

“Kalau kamu nyari yang cocok, seumur hidup pun kamu gak akan pernah ketemu. Konsep menikah itu bukan harus cari yang cocok, tapi harus mencocokkan. Bukan juga cari yang sempurna, tapi menyempurnakan.” Putra mulai menjadi penasihat pra nikah.

“Kalau kamu cari yang sempurna gak akan pernah ketemu, karena sesuatu yang belum dimiliki akan terlihat sempurna dan setelah dimiliki ternyata tidak sesempurna yang kita kira selama ini,” ujar Putra bijak.

Stevan yang tadinya dalam posisi berbaling itu pun bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk, entah mengapa mendengar petuah Putra membuat Stevan tertarik.

Akhirnya obrolan serius hingga obrolan unfaedah mengalir begitu saja. Sampai akhirnya Stevan menanyakan sesuatu yang membuat kedua pemuda itu terkejut.

“Kalau sukanya sama cewek yang udah punya pacar gimana?” pertanyaan Stevan membuat suasana hening sesaat sebelum akhirnya tawa Leo pecah.

“Emang ada yang lucu dari pertanyaanku? Ini serius loh, Bro,” ujar Stevan sedikit kesel.

“Gak gitu juga, cuma kamu ngapain naksir sama cewek yang sudah punya pacar, kayak gak ada cewek lain aja. Emang kamu tau itu ceweknya udah diapain aja? Rugi banget kamu tuh,” jawab Leo santai masih dengan sisa tawanya.

“Gini, Bro,” ucap Putra mengalihkan perhatian Stevan ke arahnya. “Jangan sampai kamu gak nikah-nikah cuma gara-gara nuunggin tuh cewek jadi jomlo? Kalau ia, rugi besar kau,” sambung Putra.

“Kayak gak ada cewek lain aja, cakep padahal. Udah move on dong. Ngapain nungguin pacar orang,” ujar Leo seraya fokus mengemudikan speedboat, sementara Peter masih di posisi depan sebelah kanan.

“Dia yang kamu tunggu pun belum tentu berjodoh sama kamu meski dia putus sama pacarnya. Jadi, gak ada gunanya kamu nungguin dia. Dah, move on. Kamu good looking jadi jampang cari gebetan,” ucap Putra mengakhiri perdebatan. Ia memilih memejamkan mata dan tidur.

Stevan masih termenung memikirkan ucapan dua orang di hadapannya.

*

Tidak terasa waktu sudah sore, daratan sudah terlihat. Di depan sana bahkan banyak orang yang menunggu kedatangan mereka.

Komunikasi yang dilakukan Peter selama di perjalanan untuk memudahkan mereka tiba ditujuan itu pun membuat lawan bicara dari interkom yang terhubung di speedboat mengetahui kedatangan Peter dan teman-temannya, sehingga ia mengabari keluarga Helena dan akhirnya semua keluarga mereka berkumpul menunggu kedatangan Stevan dan teman-temannya, termasuk tim penyelamat.

Perasaan suka dan duka menyelimuti pelabuhan tersebut, banyak yang pulang dengan sia-sia karena berharap sanak keluarganya pulang dengan selamat ternyata dari dua puluh dua yang berkunjung ke Pulau Terlarang yang kembali hanya tersisa enam orang.

Yang selamat kembali ke rumah menjadi momen suka cita karena bisa berkumpul kembali bersama keluarga mereka. Sementara itu, duka menyelimuti keluarga yang anaknya tidak kembali pulang.

Sebelum turun dari speedboat, mereka sudah lebih dulu menggendong tas yang kini berharga karena isinya.

Bahkan Stevan membawa tasnya hingga ke dalam kamar.

Tangis-haru memenuhi kediaman Stevan. Tidak hanya itu, di kediaman Helena, Peter, Leny, Leo, dan juga Putra kini menjadi momen yang sangat langka.

“Ini kemah terakhir, penjelajahan terakhir juga  untuk kamu. Setelah ini Ayah tidak akan mengizinkan kamu berkemah lagi,” ujar Hermanto, ucapan dari orang tua Stevan itu tidak bisa lagi diganggu gugat.

“Iya, aku juga udah gak berniat untuk menjelajah lagi. Mungkin next time mau ke pulau itu lagi,” goda Stevan sambil tertawa tapi hal itu membuat sang ayah menjadi marah.

“Gak akan ada lagi kemah-kemah, kalau mau kemah lagi,. Bunuh saja Ayahmu, Van!” ujar Hermanto kesal melihat tingkah anak lelakinya tersebut.

“Iya, Yah. Bercanda. Setelah ini aku akan berpikir untuk menikah. Oke.” Stevan akhirnya memilih untuk mengalihkan pembicaraan agar momen suka cita ini tidak rusak akibat ucapan konyol dari bibir Stevan.

“Sebaiknya kamu istirahat. Itu kenapa tas kotor dibawa ke kamar, pakaian kotor kamu sebaiknya dikeluarin, nanti bibi cuci,” ujar sang Ibu.

“Gak apa-apa Bu, biar di dalam kamar aja dulu. Baju kotor udah aku buang juga. Mau di cuci di mana? Gak sempat, kami cuma sibuk mencari jalan keluar selama di sana.

Akhirnya kedua orangtua Stevan keluar dari kamarnya karena Stevan ingin beristirahat. Akhirnya ia bisa menikmati kembali kasur empuk dan bisa tidur dengan nyenyak.

***

Padahal jika saja para tim penyelamat yang mencari melalui jalur udara dapat menemukan mereka, pasti mereka sudah lama kembali. Hanya saja tim penyelamat dari jalur udara hanya melihat dua speedboat di bibir pantai, mereka tidak berani turun untuk mengecek langsung karena setelah terbang rendah, mereka juga tidak menemukan seseorang di bibir pantai.

Terlebih lagi pulau terlarang itu terkenal dengan ular raksasanya sehingga mereka tidak ingin mengorbankan nyawa hanya karena uang, sehingga mereka berpura-pura mengatakan bahwa tidak menemukan siapapun di pulau itu termasuk speedboat. Meski begitu, mereka tetap menerima upah sebagai bayaran atas usaha mereka selama melakukan pencarian meski hasilnya nihil. Lebih tepatnya pura-pura nihil.

Bersambung...

Hai finito le parti pubblicate.

⏰ Ultimo aggiornamento: Oct 10, 2023 ⏰

Aggiungi questa storia alla tua Biblioteca per ricevere una notifica quando verrà pubblicata la prossima parte!

The Giant Snake (END) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora