Dikejar Ular

397 10 5
                                    

***

Pukul 06.00 pagi, Helena dan Leny tersadar dari tidurnya karena mendengar keempat pria di samping tengah asyik bercerita, mereka sedang berdiskusi bagaimana solusi agar segera keluar dari dalam hutan tersebut.

“Kalian sudah bangun? Nyenyak banget tidurnya,” tanya Peter saat merasakan pergerakan Helena di sampingnya.

“Udah pagi, ya?” tanya Helena kemudian menutup mulut karena menguap.

“Udah tengah hari malah,” dusta Tio yang mendapat tepukan dari tangan Leny yang duduk di sisi kirinya.

“Ngawur banget, ini aja belum terang,” ujar Leny.

“Ayo, kita balik ke tenda, sepertinya sudah aman,” ajak Stevan saat melihat Helena dan Leny sudah bisa untuk diajak pergi.

Akhirnya mereka mulai berjalan menuju tenda yang berjarak lebih dari 500 meter dari tempat mereka bersembunyi. Terdengar suara aneh mengusik pendengaran mereka saat tengah asyik berjalan menyusuri daun-daun yang basah karena embun pagi.

“Kalian dengar suara itu, gak?” tanya Helena mulai seraya mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara.

Seketika Helena berteriak ketika melihat kepala ular raksasa mulai memasuki pintu gua sementara tubuhnya yang panjang dan besar masih di luar. Hal itu membuat Helena berlari ketakutan sehingga mengundang perhatian ular tersebut.

Stevan, Dion, dan Leny yang masih sibuk memperhatikan ular segera berlari mengikuti Helena, Peter, dan Tio yang sudah lebih dulu berlari untuk menghindari ular raksasa itu yang bisa menjadikan mereka mangsa kapan saja. Ular tersebut kembali mengeluarkan kepalanya dan mengejar keenam manusia yang mengusik wilayah ular tersebut.

Beberapa kali melihat ke belakang  untuk memastikan ular tersebut tidak lagi mengikuti mereka. Nyatanya dari jauh terlihat ulat tersebut masih mengejar. Akhirnya mereka memutuskan untuk bersembunyi di balik batu besar, tidak melakukan pergerakan apapun yang bisa mengusik pendengaran ular.

“Aaa ... mmmm ....” Leny yang berteriak karena melihat ulat kaki seribu berukuran sangat besar di tepi batu itupun membuat Stevan secepat kilat menutup mulutnya.

Merasa mulai aman dari kejaran ular, Peter mulai berdiri untuk melihat sekeliling dan ternyata ular tersebut telah pergi.

“Maaf, ini semua gara-gara aku. Akhirnya kalian semua jadi seperti ini, bahkan kehilangan empat teman kita adalah kesalahanku,” sesal Leny seraya menangis tersedu-sedu.

Melihat bagaimana besarnya ular raksasa itu membuat Leny ketakutan setengah mati, ia berpikir mungkin saja keempat temannya yang hilang tersebut akibat dimakan oleh ular berukuran besar dan menyeramkan itu. Mereka semua belum pernah melihat ular yang ukurannya bahkan lebih besar daripada anaconda.

“Sudah, ini bukan waktunya untuk menyesali yang sudah terjadi, sekarang waktunya untuk mencari cara bagaimana kita bisa keluar dari hutan ini dengan selamat,” ujar Stevan seraya mengusap bahu Leny yang bergetar karena tangis.

*

Zaman purba dahulu pernah ada ular berukuran besar yang sudah punah, namanya ular Titanoboa. Titanoboa (Boa Titan) adalah genus ular yang hidup sekitar 60 hingga 58 juta tahun yang lalu pada periode Paleosen. Satu-satunya spesies dalam genus ini yang diketahui adalah Titanoboa Cerrejonensis, ular terbesar yang pernah ditemui. Ilmuwan memperkirakan Titanoboa Cerrejonensis memiliki panjang 15 m dengan massa lebih dari 1.100 kg, dan memiliki lebar 1 m.

Namun, ini adalah zaman modern. Sangat tidak mungkin jika masih ada ular raksasa sejenis Titanoboa yang dinyatakan sudah punah tersebut masih mendiami bumi.

Mereka masih diam dan berpikir untuk mencari solusi sebelum bertindak.

“Sebaiknya kita kembali menuju ke tenda dan mengemasi barang-barang kita di sana. Kita tidak mungkin meninggalkan barang-barang kita begitu saja lalu tidur tanpa pelindung di malam hari,” ujar Peter mengambil keputusan.

Mereka akhirnya bergegas keluar dari tempat persembunyian dan melangkah menuju tenda. Sesekali mereka mengedarkan pandangan untuk memastikan jika tidak ada hewan buas yang mengikuti karena mereka hanya berbekal kayu, sementara semua barang tertinggal di tenda.

Akhirnya mereka mengemasi semua barang-barang lalu meninggalkan tempat tersebut dengan mengandalkan arah angin dari asap rokok yang terhembus dari mulut Stevan untuk mencoba keluar dari hutan. Entah ide itu berhasil atau tidak karena kompas yang mereka miliki sepertinya tidak berfungsi dengan baik.

Mereka kembali menyusuri hutan seraya mencari buah yang  dapat mengganjal perut mereka. Bahkan Leny harus mengkonsumsi obat maag sejak beberapa hari yang lalu. Pola makan yang tidak teratur dan seringnya mengganjal perut dengan buah membuat penyakit maag-nya kembali kambuh. Beberapa jenis buah yang bisa memicu lambung terasa perih saat memakannya dalam keadaan perut masih kosong.

Beruntung mereka selalu menyediakan kotak P3K setiap kali memutuskan untuk menjelajah. Beberapa obat, perban, dan yang lainnya sangat bermanfaat saat melakukan penjelajahan. Bahkan Stevan juga membawa kotak P3K di dalam tasnya.

“Wooowww ... keren banget!” ujar Helena saat melihat hamparan bunga bakung berwarna ungu di antara pepohonan.

“Wah, indahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Wah, indahnya ....” ucap Helena takjub.

Mereka akhirnya melangkah mendekati hamparan bunga berwarna ungu yang memenuhi kawasan tersebut. Terlihat kabut putih karena masih pagi, dan hawa yang dingin juga dapat menciptakan kabut.

“Udah, gak usah lama-lama. Kita harus fokus sama tujuan kita untuk keluar dari sini,” tutur Stevan mengingatkan.

Setelah puas memandangi keindahan bunga tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, sesekali berjalan sambil memakan buah yang ditemukan untuk mengganjal perut. Mereka juga kini harus mencari sumber air untuk mengisi botol minum jika habis, sekarang masih terisi setengah botol dan harus menghemat sampai menemukan air bersih yang bisa untuk dikonsumsi.

Bersambung...

The Giant Snake (END) Where stories live. Discover now