Tiba di Pulau Terlarang

441 10 0
                                    

***

[Aku ikut]

Setelah berkecamuk dengan segala pikiran yang tidak berujung, akhirnya Stevan setuju untuk ikut bersama sembilan teman lainnya. Ia mengirim pesan di grup di aplikasi hijau miliknya, seketika chat beruntun dari teman-temannya masuk dengan berbagai ungkapan bahagia.

[Akhirnya seorang Stevan luluh juga. Sekalian luluhkan hati adek juga dong. Eaaak]

Pesan dari Sesil yang terkenal centil membuat semua teman-temannya mengirim emot tawa. Stevan yang terkenal cuek itu tidak menyukai wanita centil seperti Sesil. Ia justru menyukai Helena, gadis yang terlihat manja dan periang itu telah lama menarik perhatiannya, tetapi sayang, Helena adalah kekasih Peter.

Sebelum memutuskan untuk mengabari teman-temannya, Stevan sudah lebih dulu menyiapkan segala keperluan penting miliknya, mulai dari kebutuhan pribadi hingga alat pelindung diri sejak dua hari yang lalu.

"Kamu mau kemana, Van?" tanya Hermanto ketika melihat Stevan mulai sibuk berkemas.

"Mau ke puncak," jawab Stevan singkat seraya menutup tas gunung miliknya.

Setelah mendapat jawaban dari Stevan, Hermanto berlalu dari hadapan anaknya setelah mengucapkan hati-hati. Ucapan yang biasa dia katakan kepada Stevan setiap kali pemuda itu akan pergi.

*

Sesuai kesepakatan, mereka bertemu di sebuah pelabuhan yang biasa digunakan para nelayan untuk sandar, Stevan menggunakan gocar untuk mengantarnya ke pelabuhan.

"Sudah siap semua?" tanya Peter setelah melihat semua sudah duduk dengan nyaman di dalam speedboat.

"Sudah!" sahut mereka serempak.

"Gak ada yang ketinggalan lagi, ya?" tanya Peter lagi yang langsung dijawab oleh mereka.

"Oke. Karena semua sudah siap, kita baca doa dulu," ujar Peter selanjutnya, setelah itu mereka melakukan perjalanan puluhan mil menuju pulau, speedboat yang dilengkapi alat navigasi itu sangat memudahkan Peter dalam melakukan perjalanan, harga sewa sangat sesuai dengan tingkat kenyamanan alat transportasi tersebut.

Mereka sangat antusias menikmati perjalanan selama delapan jam dengan pemandangan laut sejauh mata memandang. Tepat pukul 16.00 mereka tiba di pantai, hamparan pasir putih menyambut mereka, tidak henti-hentinya tatapan kagum dari mata yang terlihat berbinar sejak speedboat mendekati bibir pantai.

Peter kemudian mematikan mesin lalu menaikkan mesinnya agar mudah sandar ke bibir pantai. Stevan, Peter, dan Dino turun terlebih dahulu, menarik speedboat hingga ketepi pantai lalu menarik dua tali dari sana untuk mengikatnya agar tidak hanyut terbawa gelombang air laut.

Satu persatu turun dari sana melewati tangga yang terdapat di belang speedboat sambil membawa barang-barang milik mereka, kecuali Leny, Sesil, dan Helena, mereka hanya membawa tas gunung miliknya sementara barang yang lain diserahkan kepada para pria.

"Oh My God. Aku gak nyangka banget kalau tempatnya seindah ini," ucap Helena dengan perasaan kagum.

"Iya, aku juga gak nyangka. Aku pikir tempat ini seperti pantai-pantai pada umumnya, tapi ternyata ...." Leny ikut menanggapi ucapan Helena, ia juga merasakan hal yang sama.

"Pantai ini seperti kejutan, jauh dari jangkauan manusia, seperti tak terlihat, tetapi ada. Seperti aku di matanya," ucap Sesil dengan gaya centil seraya melirik ke arah Dino.

"Ish ... dasar lebai," ujar Helena dan Leny secara bersamaan yang hanya disambut tawa oleh Sesil.

Mereka mulai melangkah menuju ke arah pohon-pohon pinus yang tumbuh menjulang, sejauh 300 meter dari pantai ada sebuah pohon yang berbuah, mirip seperti mangga, lebih tepatnya mangga hutan.

The Giant Snake (END) Where stories live. Discover now