Menemukan Ide

73 3 0
                                    

Terdengar suara yang mengusik telinga Helena yang terdengar dari luar tenda, ia kemudian membuka matanya perlahan. Namun, ia lebih terkejut lagi saat mendapati sosok lain yang tidur di sisi kanannya, sementara di sisi kiri ada Leny yang masih terlelap. Di luar tenda juga terlihat sedikit terang, ia lalu melihat jam tangannya ternyata sudah menunjukkan pukul 06.00.

Helena kembali mengalihkan perhatiannya pada sosok yang tertidur membelakang. Perlahan ia keluar dari sleeping bag, lalu bergerak mendekati sosok yang wajahnya tertutup oleh lengan kokoh tersebut. Setelah memperhatikan lebih dekat akhirnya gadis itu tahu jika yang tertidur itu adalah kekasihnya sendiri.

Merasa tidak ada lagi yang ditakutkan, ia kemudian membuka pintu tenda dan mendapati Stevan sudah duduk seraya menyalakan api di tempat semalam, pintu utama tenda juga sudah terbuka membawa hawa dingin tapi menyegarkan.

“Cie ... yang ditemani tidur, pasti nyenyak banget tidurnya” sindir Stevan saat melihat Helena keluar dari tenda.

“Aku juga baru tau kalau dia tidur di situ,” jawab Helena kesal, gadis yang sebenarnya manja itu duduk bersila di depan api yang menyala untuk menghangatkan tubuhnya dari dinginnya udara pagi yang masuk.

“Iya ... iya, gitu aja ngambek. Mau teh hangat gak? Aku masih ada beberapa biji kantong celup nih,” tawar Stevan.

“Mau dong.”

Bukan Helena yang menjawab, tetapi Peter yang tiba-tiba sudah duduk di belakang Helena. Hal itu membuat Helena terkejut, padahal ia sudah tersenyum sumringah atas tawaran dari Stevan.

“Yang ditawarin siapa, yang jawab siapa,” sungut Stevan seraya menuangkan air yang sudah mendidih ke dalam ceret kapasitas 500ml tersebut.

Mereka akhirnya menikmati teh hangat tanpa gula itu hingga teman-temannya yang lain terbangun karena tercium aroma teh melati. Melihat cuaca di luar sudah cerah membuat Stevan, Dino, dan Peter keluar dari tenda, mereka mencari buah-buahan yang bisa untuk mengganjal perut, tetapi mereka justru menemukan jamur bulan, salah satu jamur yang tumbuh di alam liar dan aman untuk di konsumsi.

Mereka mengambil selembar daun yang cukup lebar kemudian memasukkan jamur-jamur yang ditemukan, dirasa sudah cukup akhirnya mereka kembali ke tenda yang hanya berjarak beberapa meter.

Setelah selesai sarapan dengan menu jamur yang dimasak bersama sarden pemberian Putra, kini mereka merasa kenyang meksi makan seadanya.

“Kalian ingat dengan bensin di rumah ulin, gak?” tanya Stevan seraya menatap temannya satu per satu.

“Ingat, emang mau buat apaan?” tanya Dion heran.

“Setelah aku perhatikan tempat ini, sepertinya udah gak jauh dari rumah ulin itu. Semalam aku gak bisa tidur setelah mimpi buruk, jadi aku teringat sama bahan bakar yang ada di sana.” Stevan mengingat-ngingat kembali mimpi yang membuat terbangun.

“Mimpi apa emang?” tanya Helena penasaran.

“Jadi, aku mimpi kalau ular raksasa itu sebenarnya ular jelmaan dan di dalam gua itu ada harta karun. Ular itu menjaga harta karun itu. Jadi, aku pikir gak ada salahnya kita memastikan mimpi itu, aku ngerasa mimpi itu begitu nyata,” jawab Stevan.

“Sekarang coba kalian pikir, ini udah jaman modern, mana ada ular sengeri itu, wujudnya aja beda, ukurannya bahkan mengalahkan ukuran ankonda,” sambung Stevan membuat yang lain terdiam dan berpikir.

“Lalu apa idemu sekarang,” tanya Peter penasaran.

“Jangan bilang kamu mau bakar ular itu dengan bensin?” tebak Dion yang dijawab anggukan oleh Stevan yang justru membuat teman-temannya yang lain melongo tidak percaya.

“Emang yakin ular itu bisa mati hanya dibakar? Dia besar banget, Bro. Takutnya kita duluan dilahap,” ujar Leny yag sedari tadi hanya diam menyimak.

“Gak ada salahnya kita mencoba, siapa tau berhasil,” ucap Stevan mantap.

“Ada bom rakitan di speedboat kalau kita bisa sampai ke pantai, speedboat kami tepat di samping speedboat kalian,” ujar Leo, ia tiba-tiba mengingat dengan sebuah peledak di sana.

“Ide bagus. Tugas kita kembali ke rumah ulin, kita bisa mengingat-ingat jalan yang pernah kita lewati sebelumnya,” ujar Peter.

Setelah diskusi singkat, akhirnya mereka mulai mengemasi barang-barang lalu meninggalkan tempat yang sudah memberikan kenyamanan dalam peristirahan semalam.

Setelah berjalan sejauh satu kilometer tiba-tiba seekor burung yang pernah mereka selamatkan muncul di hadapan mereka—burung yang pernah jatuh setelah tak sengaja menabrak batang pohon besar—hewan bersayap dengan bulu hitam dan merah itu terbang di depan mereka dan sesekali hinggap di ranting.

“Itu bukannya burung yang pernah kita tolong itu, ya?” tanya Helena saat melihat burung sepanjang 10 centimeter itu berada di depan meraka, tepat di atas ranting yang hanya setinggi dua meter.

“Iya, benar. Coba kita tangkap,” usul Leny.

Ketika mereka sudah berada di dekat burung tersebut, binatang itu kembali terbang sejauh dua meter. Hal itu terjadi berulang kali sehingga membuat Stevan curiga.

“Kalian merasa aneh gak sama burung itu? Tiap kita mendekat, dia selalu terbang. Aku ngerasa kalau dia bakal nunjukin jalan keluar,” ujar Stevan yang disetujui oleh yang lainnya.

Mereka akhirnya mengikuti burung tersebut sampai tidak menyadari jika waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 yang artinya sebentar lagi malam akan datang. Biasanya mereka akan mendirikan tenda dan mencari buah-buahan untuk mereka makan sebagai pengganjar perut sebelum tidur.

Baru saja Stevan ingin mengusulkan untuk mencari tempat beristirahat justru dikejutan dengan suara burung tadi yang ternyata sudah berada di atas dahan pohon pinus. Hal itu membuat Stevan melangkah lebih cepat saat menyadari bahwa mereka sudah memasuki kawasan hutan pinus.

“Gaes, kalian sadar gak? Ini udah memasuki hutan pinus yang artinya rumah ulin itu sudah dekat,” ujar Leny dengan mata berkaca-kaca.

Helena dan teman-temannya melihat ke depan, ternyata benar bahwa burung yang berada di depan mereka itu menunjukkan jalan keluar. Dengan penuh semangat, kaki lelah mereka kembali melangkah menyusuri pohon-pohon pinus, sedangkan burung tadi masih terbang di depan mereka dan sesekali hinggap di atas dahan sampai Stevan dan teman-temannya mulai mendekat.

“Aku gak percaya ini,” ujar Stevan dengan perasaan haru.

Baru saja mereka merasakan kebahagiaan karena sudah berhasil keluar dari hutan dan melihat rumah ulin. Di depan mereka justru sesuatu telah bersiap untuk mengancam nyawa  sehingga mereka terpaksa mundur perlahan-lahan.

Bersambung...

The Giant Snake (END) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt