9. Tentang Taehyung

102 24 41
                                    

Malam yang kali ini terasa dingin, mungkinkah karena tempat ini berdekatan dengan pantai sehingga hawanya sedikit berbeda? Jeongyeon bangkit dari ranjang tempat ia beristirahat sejak lima belas menit yang lalu, lantas membuka tirai jendela dari kamar yang disewa. Dari lantai tiga tempatnya berada sekarang, ia bisa melihat eksistensi tiga lelaki yang tengah duduk memutari meja bundar yang mereka duduki tadi siang. Entah apa yang dibicarakan, namun mereka nampak serius.

Menoleh ke belakang sebentar, Jeongyeon mendapati eksistensi dua temannya yang masih menetap di atas ranjang. Soyung telah tertidur, sedangkan Boreum masih bermain ponsel dalam keadaan berbaring. "Boreum, kau mau ikut turun?" tanya Jeongyeon. Namun Boreum menggelengkan kepala, katanya ingin istirahat dulu. Oleh karena itu Jeongyeon langsung memutuskan untuk turun sendiri, berniat menghampiri tiga lelaki di luar sana.

Saat kakinya baru melangkah keluar dari penginapan, Jeongyeon berpapasan dengan Jimin. Lelaki pemilik marga Ryu tersebut menatapnya dengan wajah datar, lantas langkahnya disusul oleh Sungwoon yang menyerukan nama Ryu Jimin berkali-kali.

Apa mereka bertengkar? Tanya itulah yang bergelayut di atas kepala, terlebih lagi hanya Taehyung yang tertinggal duduk di meja itu. Kemudian Jeongyeon melangkahkan kaki mendekati tempat Han Taehyung berada. Suara desiran ombak di malam hari terdengar, diiringi oleh semilir angin kencang yang menerbangkan setiap helai rambut. Semakin dekat, bukan hanya suara desiran ombak lagi yang terdengar, melainkan isakan. Apa itu dari Han Taehyung? Apakah dia yang menangis?

Dari belakang terlihat punggungnya bergetar. "Tae?" panggil Jeongyeon sembari menyentuh bahunya.

Setelah sentuhan itu mendarat pada bahunya, badan Taehyung mendadak menegang. Suara isak yang tadi tidak lagi terdengar. Tangan Taehyung bergerak dengan cepat menghapus sisa aliran air mata yang membasahi pipinya, kemudian berbalik badan dan menatap sosok gadis yang berdiri di hadapannya dengan lengkungan senyum yang sangat dipaksakan. "Ya?" sahutnya masih dengan senyuman yang sama.

"K-kau menangis? Ada apa? Apa kalian bertengkar?" tanya Jeongyeon agak ragu.

Taehyung menggelengkan kepala. "Menangis? Oh tidak, Jeong. Mataku berair hanya karena pasir masuk ke mataku," ucap Taehyung dengan diiringi suara kekehan.

Namun, Jeongyeon mengambil keputusan untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh lelaki di hadapannya, maka ia menyentuh bahu lelaki tersebut dan menatap wajahnya dalam jarak dekat. "Kau ... berbohong-" hanya saja belum sempat Jeongyeon mengatakan kalimat lengkap dari isi kepalanya, sudah lebih dahulu badannya dibuat membeku.

Han Taehyung memeluknya sangat erat dan menangis sampai terisak. Bingung harus melakukan apa, Jeongyeon berakhir beku tanpa melakukan apa pun sementara Taehyung semakin menarik badannya untuk mendekat dan menjadikan bahunya sebagai tempat meletakkan dagu. Basah, Jeongyeon bisa merasakan baju yang tengah ia kenakan basah karena air mata yang terus mengalir bersama-sama suara isakan lelaki Han itu. Dalam sunyi malam yang hanya ditemani oleh suara debur ombak dan angin, perlahan Jeongyeon mulai berani mengangkat tangan dan memberikan elusan lembut pada punggung Taehyung.

"Pernahkah seseorang menganggapmu sebagai orang yang jahat? Padahal kau juga korban," ucap Taehyung terbata-bata karena isak tangisnya. Di malam itu, mereka satu tim menunggu tamu istimewa tetapi berakhir seperti ini gara-gara tidak kunjung bertemu. Di malam itu pula Han Taehyung mulai mencoba untuk membuka diri, bercerita sedikit demi sedikit dan berbagi keluh kesah yang memenuhi ruang dadanya.

■■




































Musim dingin,
Desember 2011

Musim dingin di permulaan Desember menjadi saksi bisu kala itu. Malam yang dingin, tatkala badai salju pertama yang sejuk datang menutupi seluruh desa.

Epistolary: I'm Your Home✓Where stories live. Discover now