Pindah

11.9K 632 34
                                    

Di kampus, Kinan lebih banyak diam dan menyendiri karena sekarang tak lagi ada Maya yang biasanya masih selalu menemani. Maya sudah menemukan teman-teman baru begitu juga dengan Andre setelah semalam sepakat memutus tali persahabatan dengannya. Bahkan di saat istirahat atau setelah kelas berakhir, mereka yang biasanya akan lebih dulu datang ke meja Kinan dan mengajak keluar bersama, sekarang kompak mengacuhkan dan meninggalkannya bersama teman-teman baru mereka seakan tidak melihat keberadaan Kinan di dalam kelas semenjak awal.

Tidak perlu ditanya bagaimana rasanya berada di posisi Kinan. Ia yang semalam baru saja mendapatkan mimpi aneh yang berhasil mengguncang kewarasan beserta seluruh dunianya, ditambah dijauhi para sahabat yang sebelumnya ia percaya tak akan pernah meninggalkannya, praktis menjadi semakin terpuruk.

Kinan harus mencuci seprainya yang terkena noda darah secara diam-diam di kamar mandi kamarnya, menjemurnya di sana dan mengganti seprai baru sendiri sebelum meninggalkan rumah. Dan ketika sempat berharap bisa membujuk Maya untuk mendengarnya curhat mengenai serentet kejadian aneh yang menimpanya semenjak kembali dari perkemahan, gadis keriwil itu dengan begitu lengus langsung sewot seolah Kinan sudah melakukan kesalahan yang membuatnya pantas untuk menerima perlakuan buruknya.

Tidak cukup mengacuhkan, hal yang lebih menyebalkan justru karena Maya juga bergosip di belakangnya, memperingati teman-teman lainnya supaya tidak bergaul dengan Kinan lagi jika tak ingin dapat masalah dari papanya yang arogan. Andai saja Kinan masih memiliki tenaga dan tak harus merasakan perih di bagian tubuhnya karena mimpi aneh itu, ia sudah pasti akan langsung menegur Maya dan mengajaknya berdebat bila memang diperlukan. Masalahnya, Kinan sudah kehabisan tenaga sejak ia bangun tidur dan sekarang hanya ingin segera pergi ke apotek guna membeli obat pereda nyeri dan kembali pulang.

Kinan sudah puas dengan tangisnya yang kedua di hari yang sama. Berharap ini akan menjadi tangis terakhirnya karena ditinggalkan seorang teman. Serta akan menemukan kembali kenormalannya setelah pulang. Sayangnya, setibanya di rumah, Kinan masih harus dikejutkan dengan keberadaan empat mobil yang terparkir di halamannya. Satu di antaranya adalah mobil sang mama—yang artinya wanita itu sudah kembali dari perjalanan bisnisnya dan itu hal yang positif. Sementara satu mobil yang bukan milik keluarganya, Kinan mengenalnya sebagai kendaraan milik orang aneh yang dikenal papanya semenjak Kinan mulai bisa mengingat sesuatu dari masa kecilnya. Dan itu benar-benar masalah.

Ya, itu adalah mobil paranormal yang selalu datang setiap tahun untuk membersihkan rumah keluarganya. Kinan tak pernah menyukai apalagi mempercayai pria berambut gondrong dan gimbal serta berkumis lebat itu, dan tak pernah habis pikir mengapa papanya senang sekali berhubungan dengan orang-orang semacam itu.

Untuk ukuran orang kota yang memiliki beberapa bisnis dari properti, peternakan buaya sampai pabrik pupuk yang membuat Johan sering bertemu dengan orang-orang berpendidikan, modern serta logis, ia masih merupakan pemercaya klenik yang kental dan adatnya itu tak pernah bisa diubah. Setiap kali kawan dukunnya itu datang, keadaan rumah sudah pasti akan dipenuhi dengan asap dan bau kemenyan serta dupa-dupa yang dibakar dan diletakkan di segala sudut. Yang sudah tentu membuat perih mata dan sesak di dada bila bernapas. Namun, betapa pun Kinan mencoba memprotes, papanya seakan tuli dan tak pernah mau peduli pada keluhannya dengan dalih, "Ini cuma setahun sekali dan demi keselamatan kita sekeluarga."

"Ini belum setahun, Ma. Kenapa orang itu sudah datang lagi, sih?" Kinan mendecak kepada mamanya yang membantu para pelayan untuk menyiapkan jamuan makan malam bagi tamu mereka.

Terang saja Kinan makin kesal. Ia yang tadinya berencana ingin langsung tidur setelah sampai di rumah, akhirnya jadi gagal gara-gara gangguan asap yang menyelubungi seluruh bagian rumah dan juga aroma aneh yang ditimbulkan bakar-bakaran itu.

"Mama juga nggak tahu kalau papamu ngundang Pak Wiro lagi. Pas Mama pulang, dia sudah mulai ritualnya. Nih, pakai masker biar nggak sesak."

Sambil cemberut, Kinan menerima masker yang disodorkan mamanya lalu memakainya sambil berjalan ke arah kamar. Kinan masih bisa melihat papanya mengikuti Pak Wiro mengasapi bagian belakang rumah di lantai satu dalam perjalanannya. Itu berarti bagian lantai atas tempat kamarnya berada sudah selesai diasapi.

Semestinya, Kinan bisa sedikit lega lantaran tak harus melihat Pak wiro mondar-mandir di dalam kamarnya sambil berkomat-kamit dan tak jarang, juga akan berteriak seperti sedang marah pada makhluk dari dimensi seberang. Kinan biasanya akan langsung menyalakan kipas angin blower sambil membuka semua jendela serta pintu kamar jika momen seperti ini datang di tahun sebelum-sebelumnya. Namun, kali ini ia tidak bisa melakukannya, sebab sekarang di depan pintu kamarnya sudah diberi benang merah menyilang serupa garis polisi hanya saja berbeda versi. Ini garis batas versi dukun Wiro.

Tujuannya pun juga sudah berbeda. Bila garis polisi diperuntukkan melindungi TKP agar tak dirusak orang-orang yang tidak berkepentingan, di depan pintu kamar Kinan, garis itu justru diperuntukkan supaya Kinan—selaku pemilik kamar—tak lagi masuk ke dalam sana.

"Maksudnya apa sih, kamarku dikasih benang-benang gitu di depan pintunya?" Gadis itu setengah berteriak setelah kembali turun, mempertanyakan maksud keberadaan benang aneh kepada papanya.

"Begitu saja kok nanya. Itu sudah jelas berarti mulai sekarang, kamu jangan tidur di sana lagi." Johan menegaskan singkat. Sedikit jengkel karena putrinya ini selalu saja sulit diberi pengertian jika urusannya menyangkut klenik. "Kamu sudah nggak aman tinggal di sini. Jadi, nanti Papa sama mama akan bantu kamu pindah ke apartemen kita. Kata Pak Wiro, di sana lebih aman."

"Memangnya di sini nggak amannya kenapa? Bukannya dulu Papa sendiri yang bersikeras larang Kinan tinggal sendiri di apartemen? Kenapa harus mendadak dan di saat Kinan sedang capek banget gini sih?"

"Ada energi makhluk jahat yang mengikuti kamu dari tempat perkemahan." Johan lebih menekankan lagi.

Kini, putrinya terang-terangan merotsi bola mata. Kinan sudah tahu kalau lagi-lagi itu pasti kata Pak Wiro walau sang papa tidak menjelaskan siapa dalang yang sudah memberinya saran itu.

"Pa, Kinan tuh capek banget dan pengen istirahat. Kalau musti pindah dadakan dulu ke apartemen di jam segini, bisa-bisa semalaman nanti Kinan nggak bisa tidur sama sekali karena harus beberes."

"Kamu tinggal pindah aja. Semua sudah diberesin sama pelayan. Nanti juga Papa yang akan mengantar kamu ke sana. Kamu bisa tiduran di mobil sebelum lanjut istirahat di apartemen. Sudah, nurut saja. Ini demi kebaikan kamu."

"Emang Papa yakin kalau aku pindah energi jahat itu nggak bisa ngikutin lagi?"

"Makhluk itu memiliki keterikatan dengan tempat ini. Dia tidak akan bisa melacak keberadaan kamu kalau pindah dan keluar dari sini." Pak Wiro menginterupsi.

Maka akhirnya di sinilah Kinan berdiri, di apartemen milik keluarganya yang selama ini tak boleh ia tinggali karena Johan bersikeras kalau tinggal sendirian itu tidak aman. Lebih aman kalau sama-sama dengan orang tua. Namun sekarang, cuma karena Pak Wiro berkata bahwa dia diikuti energi jahat yang memiliki keterikatan dengan rumah orang tuanya, Kinan langsung dipindahkan bahkan tanpa perlu repot menanyakan persetujuannya terlebih dulu.

Yah, walau rasanya sedikit lega memikirkan tak akan lagi selalu diawasi oleh kedua orang tuanya yang over protektif itu, tetap saja, Kinan merasa kesal karena Johan lebih memilih mendengar dan mempercayai dukun aneh itu ketimbang dirinya yang selama ini merengek-rengek ingin belajar mandiri. Simpelnya, apa pun itu, asalkan keluar dari mulut Pak Wiro—meski harus mengorbankan nyawa orang lain demi keselamatannya, Johan pasti setuju-setuju saja.

Setelah jimat berupa lipatan kertas yang diberi tulisan mantra—dan entah diisi dengan apa lagi—lalu dipasang di beberapa sudut apartemen, Johan dan sang istri—Lilian, meninggalkan putrinya hanya dengan seorang pembantu yang ditugasi menemaninya di sana mulai sekarang.

Kinan pun bernapas lega setelah akhirnya memiliki kesempatan untuk bisa beristirahat di saat jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Berjalan malas tanpa tenaga, Kinan yang baru selesai menyegarkan badan dengan mandi membuka lemari pakaian—yang tadi sudah dirapikan pelayan—dan bermaksud bertukar baju. Namun, detik itu juga jantungnya nyaris saja meledak. Sebab ia menemukan keberadaan gaun putih yang kemarin sudah yakin dibuang ke tempat sampah, kini tiba-tiba saja kembali muncul di dalam lemarinya. Dalam kondisi masih bersih dan rapi seperti baru disetrika. Dan tak ayal, Kinan pun menjerit histeris bahkan sampai jatuh terkulai tak sadarkan diri saking ngerinya.

*

Cinta Raja Naga (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang