Mimpikah?

12.4K 748 37
                                    

Kinan menurut untuk memejamkan mata walau tak menampik, sebetulnya hatinya merasa curiga bahwa sosok di hadapannya itu cuma bermaksud mengerjainya saja. Di hadapannya, Satya tersenyum diam-diam sebagai pemenang. Tidak ingin membuang waktunya dengan berlama-lama mengagumi kecantikan manusia di depannya, Satya langsung mendaratkan kecupan di bibir mungil Kinan yang saat itu seketika terkejut bukan kepalang. Namun, ketika Kinan membuka mata bermaksud melabrak sosok yang sudah lancang mencuri ciuman pertamanya itu, ia malah disambut dengan suara jerit histeris Maya yang berlari menyongsong ke arahnya.

"Ya ampun, dari mana aja lo?"

Kinan seakan tak peduli dengan seruan temannya, menoleh panik ke sana kemari berusaha menemukan keberadaan lelaki misterius tadi, yang sayangnya tidak lagi terlihat di sudut mana pun Kinan memandang.

Maya langsung mendekapnya erat seolah mereka sudah terpisahkan selama bertahun-tahun. Meremas punggung Kinan sambil berusaha menahan diri untuk tidak menangis kesekian kalinya semenjak ia sadar telah kehilangan seorang teman berharga di perkemahan.

"Gue takut banget tahu, kalau lo kenapa-napa. Dari tadi gue sama Andre dan lainnya nyariin lo. Sampai beberapa teman ikutan nyebur ke danau, tapi lonya nggak ada. Kenapa sekarang lo bisa ada di sini lagi? Eh, pakai baju siapa juga lo sekarang?"

Kinan hanya menelan ludah tanpa mampu berkata-kata. Jangankan memahami sederet pertanyaan Maya, memikirkan bagaimana dirinya bisa kembali berada di ujung dermaga saja, Kinan belum mampu.

Sadar bahwa temannya itu mungkin masih syok, Maya segera memanggil teman-temannya yang masih kebingungan di luar sana. Dan tak lama, satu per satu orang mulai berdatangan. Mengajukan beragam pertanyaan yang serupa. Akan tetapi, respons Kinan tetap sama.

Gadis itu sama sekali tidak mampu memberikan tanggapan dan cuma terdiam serupa orang linglung hingga akhirnya ia tiba di rumah orang tuanya diantarkan Andre dan Maya. Johan yang sebelumnya sudah sempat mendengar kabar tentang menghilangnya sang putri, bergegas berlari menyambut begitu mendengar teriakan salah satu pegawainya yang melaporkan kedatangan Kinan bersama dua temannya.

Hari masih sangat pagi, dan bahkan mentari pun belum menampakkan diri. Namun, Andre dan Maya sudah dicaci maki oleh pria parlente itu lantaran dianggap gagal menjaga putrinya sebagaimana janji mereka ketika membujuk agar diizinkan mengajak Kinan pergi untuk berkemah.

"Om, kan, sudah bilang kalau Kinan ini nggak bisa diajak pergi-pergi ke tempat seperti itu. Tapi gara-gara kalian, dia hampir saja kehilangan nyawanya!"

Johan berjalan mondar-mandir sambil berkacak pinggang di depan dua muda-mudi yang tertunduk lesu di ruang tamunya, serupa gayanya bila sedang memarahi anak buah yang tidak becus bekerja. Tidak peduli walau sebenarnya mereka ini adalah anak dari teman-temannya sendiri. Johan tak juga merasa puas mengomeli mereka meski harus mengulang kalimat beberapa kali.

"Hampir saja kemarin Om lapor polisi. Kalian tahu betapa berharganya Kinan bagi keluarga kami? Dia satu-satunya putri yang kami miliki. Kalau terjadi apa-apa sungguhan, saya nggak akan segan nuntut kalian dan bersumpah akan mengirim kalian ke penjara sampai membusuk di dalamnya!"

Kembali tak ada tanggapan. Johan yang melihat kelebat dokter—yang tadi dipanggilnya untuk memeriksa sang putri—telah keluar dari kamarnya, seketika mengibaskan tangan dan mengusir kedua tamunya itu pergi.

Buru-buru pria itu lantas menghampiri sang dokter wanita dan mengutarakan sederet rasa penasaran bercampur dengan kepanikannya. Namun, Johan hanya mendapatkan jawaban singkat dari sang lawan bicara, "Tidak ada luka yang serius. Dia hanya syok," tutur dokter tersebut sebelum memberikan resep dan pamit undur diri.

Johan pun segera mendatangi kamar sang putri tanpa perlu repot mengantarkan dokter itu keluar. Dan sampai saat ini, Kinan masih tampak terguncang dan linglung memeluk erat guling di kamarnya.

Cinta Raja Naga (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang