Loyalty

26 2 0
                                    

"Jadi, apa yang harus kita lakukan untuk menguji loyalitas satu sama lain?"

o0o

Braile dan Jeff sudah berada di sebuah restoran untuk membicarakan perihal kerja sama mereka. Ini merupakan kali keduanya mereka datang ke restoran yang terletak di pinggir jalan raya tersebut. Braile terdiam sejenak. Memikirkan apa yang harus dilakukan. Membantu Jeff sama saja dengan tidak menghargai usahanya dan Johnny selama ini. Di sisi lain, Braile perlu untuk mengetahui siapa klien Jeff yang menargetkan ayah Johnny agar dirinya dan rekannya itu bisa memikirkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya.

Jeff mulai menempatkan kedua tangannya di atas meja. Raut wajahnya tidak lagi menggoda Braile seperti biasanya. Kali ini, Jeff memasang raut wajah yang serius. Pria itu tetap tahu bagaimana menempatkan diri dan bersikap rupanya.

"Aku sudah melakukan penyelidikan," buka Jeff kemudian mengambil sebuah amplop berwarna cokelat yang disimpannya di balik jas. Diletakkannya amplop tersebut di atas meja. Braile yang paham pun segera mengambil amplop berisikan dokumen-dokumen penting yang telah susah payah Jeff kumpulkan tersebut.

Braile begitu terkejut tatkala membaca isi dokumen tersebut. Pantas saja raut wajah Jeff saat ini tidak terlihat seperti biasanya. Kali ini, Jeff benar-benar terlihat sangat menakutkan. Seperti seekor singa yang siap untuk menerkam mangsanya kapan saja.

"Bagaimana kau bisa tertipu?" tanya Braile yang tentu saja Jeff sendiri tidak tahu akan jawabannya. Jika dia tahu, pasti pria itu tidak akan menerima tawaran klien dan terlibat dalam hal yang begitu berbelit seperti sekarang.

Belum juga Jeff memberikan pernyataan, Braile kembali membalik dokumen yang sedang dibacanya. Puan itu membaca dengan saksama. Braile rasa dia tidak perlu lagi menunggu pernyataan yang keluar dari mulut Jeff. Pantas saja pria seteliti dan secerdas Jeff itu tertipu. Kliennya bermain dengan sangat rapi. Memalsukan identitas dan membuat berbagai macam dokumen palsu untuk mendukung siasatnya.

"Perlu kau tahu, ketika klien itu menghubungiku, dia sedang berada di luar negeri," ucap Jeff pada akhirnya setelah terdiam cukup lama sebab menunggu Braile selesai membaca semua data yang telah ia kumpulkan. Braile yang mendengar itu kemudian menopang dagunya.

"Apakah kau sudah terpikirkan siapa yang menjadi klienmu ini?" tanya puan tersebut.

"Siapa lagi kalau bukan BIN?" tembak Jeff yang membuat Braile merasa sedikit tertohok. Braile juga tidak tahu akan siapa klien Jeff yang menargetkan ayah Johnny. Akan tetapi, mendengar Jeff dengan sangat gamblang berkata demikian membuatnya turut berpikir. Memang begitulah cara BIN bekerja. Apa yang Jeff katakan dapat menjadi kemungkinan terbesar. Tapi, siapa?

"Ketua BIN? Sepertinya bukan ...." Braile bertanya kemudian menjawabnya sendiri. Pasalnya, Ketua BIN tidak memerlukan jasa Jeff untuk melakukan itu. Dia bisa melakukannya sendiri dengan kewenangan dan kedudukan yang dimilikinya.

"Apakah ada anggota BIN lain yang memiliki wewenang yang hampir serupa dengan Ketua BIN?" Jeff mengajukan pertanyaan kali ini. Namun, Braile ragu untuk menjawabnya. Bagaimana pun, puan itu tetaplah seorang anggota BIN yang harus bisa menjaga rahasia. Lebih baik mati daripada harus membuka mulut. Begitulah yang diajarkan BIN selama ini.

Puan itu akhirnya menggeleng. "Aku tidak tahu," bohongnya.

Jeff mengangkat sebelah alisnya tatkala mendengar jawaban tidak memuaskan yang keluar dari mulut Braile barusan. "Benarkah?" selidiknya memastikan. Braile menatap kedua manik Jeff kemudian mengangguk dengan begitu mantap. Puan itu memang andal dalam memainkan peran. Jeff tidak melihat adanya kebohongan di mata Braile. Pria itu akhirnya mengangguk percaya.

"Ngomong-ngomong, aku sangat penasaran. Bagaimana kau bisa mendapatkan informasi yang begitu penting dan rahasia seperti sekarang dan sebelum-sebelumnya?" Braile mengajukan pertanyaan yang membuat Jeff akhirnya mengembangkan senyumnya.

"Memangnya kenapa? Kau ingin menangkap orang tersebut?" jawabnya yang justru berbalik bertanya. Tak lupa dengan senyum yang terus mengembang di wajah rupawannya.

"Kau pasti sudah tahu jika aku tidak mendapatkan informasi-informasi itu seorang diri, bukan?" tembak Jeff tepat sasaran. Braile dibuat tidak berkutik dengan pertanyaan menohok tersebut.

"Baiklah, aku akan memberitahumu," sambung Jeff kemudian yang membuat jantung Braile berdetak semakin kencang. Apa yang akan dikatakan oleh Jeff selanjutnya? Apakah pria di depannya itu akan benar-benar mengatakan identitas anak buahnya yang membuat Braile sakit kepala selama hampir satu tahun belakangan ini?

"Aku sendiri pun belum bertemu dengannya hingga saat ini. Aku tidak tahu bagaimana wajahnya sekarang. Yang masih kuingat adalah dia merupakan orang yang jenius." Penjelasan dari Jeff tentu saja mematahkan semangat Braile yang sudah terlanjur membara tersebut. Meskipun Braile sudah menduganya juga. Namun, hal tersebut tidak menghilangkan rasa kecewa yang timbul dari dalam dirinya.

Akan tetapi, apa yang dijabarkan oleh Jeff dapat menjadi sebuah data. Braile dapat menarik beberapa informasi dari tiga kalimat yang dilontarkan oleh Jeff. Pertama, Jeff dan anak buahnya itu sudah kenal dari lama. Kedua, kemungkinan anak buah Jeff tersebut adalah teman semasa sekolah atau kuliahnya. Sebab, Jeff menyebutkan mengenai kecerdasan anak buahnya. Malam ini, Braile bertekad untuk mencari informasi dari kemungkinan-kemungkinan kecil yang dapat terjadi. Braile akan memulai untuk melakukan peperangan lagi. Memancing dan menangkap mangsanya hidup-hidup.

Di sinilah Braile sekarang. Di dalam kamar mandi ruang tidurnya. Sebab, hanya ruangan tersebut yang tidak terpasang CCTV. Braile menyimpan laptopnya dari balik baju. Segera puan itu keluarkan tatkala pintu kamar mandi sudah benar-benar terkunci. Braile mulai melakukan pencarian. Mengenai siapa anak buah Jeff. Dimulai dari mengakses data teman semasa sekolah Jeff. Mencari kandidat-kandidat berdasarkan siswa paling cerdas dari tiap jenjang sekolah. Hingga akhirnya muncul sebuah data mengenai mahasiswa tercerdas di angkatan Jeff yang data dirinya tampak menarik perhatian Braile. Sebab, mahasiswa tersebut mendapat beasiswa prestasi, namun tidak diketahui apa pekerjaannya hingga sekarang. Mustahil bagi mahasiswa tercerdas di angkatannya tidak mendapatkan pekerjaan, bukan?

"Ketemu," ucap Braile sembari menyunggingkan senyum di wajah cantiknya. Segera Braile simpan data tersebut dan bergegas keluar dari toilet. Setidaknya, hari ini ia dapat tidur dengan tenang setelah berhasil mengetahui identitas dari si pencuri data rahasia BIN sekaligus orang yang membuatnya harus terkena omelan demi omelan akibat tindakan orang tersebut.

Braile mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas nakas. Jemarinya mengetikkan beberapa deret pesan kepada seseorang yang berwenang untuk memerintahnya.

Si Tukang Suruh

Aku berhasil menemukan pelakunya!

Data.pdf

Sementara itu, di sana, seseorang melihat ponselnya yang bergetar di atas meja kaca. Diambilnya ponsel tersebut. Terdapat dua pesan. Senyumnya langsung mengembang begitu membaca pesan pertama. Dengan cepat, ia baca pesan selanjutnya dengan saksama.

"Timing yang tepat," ucapnya. Membuat orang yang sedang duduk di hadapannya menautkan kedua alisnya. Menunjukkan ekspresi bertanya-tanya.

Orang itu segera meletakkan ponsel kembali pada tempatnya. Mengalihkan pandangan menatap sang lawan bicara. "Baiklah, aku akan njelaskan padamu cara untuk menguji loyalitas satu sama lain."

TRAP | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now