Tricky

22 3 0
                                    

"John, tolong turunkan aku di dekat bank sentral yang terletak di dekat kantor BIN."

Tidak perlu lama bagi Johnny untuk mengantar Braile sampai ke sana. Puan itu segera melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Braile berhentik sejenak, menginstruksikan Johnny untuk menurunkan kaca mobilnya. Johnny pun segera menurut.

"Thanks, John. Kau sudah bekerja keras hari ini," ucapnya kemudian melirik Mark yang masih duduk di kursi belakang. "Kau juga sudah bekerja keras, Mark." Mendengar itu, Mark menarik sebuah senyum. Jika dipikir, sudah lama dia tidak mendapatkan pujian atas kerja kerasnya. Mark lebih sering mendengar umpatan demi umpatan yang dilontarkan kepadanya. Padahal, dia sudah bekerja keras. Tidak seperti atasannya yang tidak melakukan usaha apa pun selain mengumpat padanya.

"Aku akan mengabarkan padamu terkait perkembangannya," kata Johnny berusaha membuat Braile tidak khawatir. Braile tersenyum singkat kemudian mengangguk.

"Aku harus segera ke bank," pamit Braile.

"Berhati-hatilah."

"Kau juga."

Braile dapat melihat dengan kedua netranya. Mobil yang dikendarai Johnny perlahan mulai menghilang dari pandangannya. Akan tetapi, Braile justru merasa lega. Sudah satu tahun lebih mereka tidak bertugas seperti ini. Mengingat Braile harus menggali banyak informasi di kasino milik Yuta untuk mendapatkan informasi terkait pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh Jeff.

Sebelum itu, Johnny sudah lebih dulu mengintai setiap gerak-gerik Jeff. Hingga pria itu menemukan kejanggalan karena Jeff sering kali berkunjung ke kasino yang terletak di tengah kota milik Yuta itu—penerus satu-satunya generasi ketiga kolongmerat Jepang yang berhasil mengembangkan sayap bisnis di Korea. Di tempat milik temannya itulah Jeff melakukan transaksinya. Menghasilkan koneksi dan pundi-pundi uang dengan mengintai mangsa akibat sifat arogannya yang beranggapan bahwa dia berhak menghukum penjahat yang tidak bisa dijerat dengan hukum yang berlaku. Padahal, tindakannya sendiri tidak jauh berbeda dari itu. Untung saja, kerja keras Braile dan Johnny berbuah manis. Lawannya itu sudah berada di dekat mereka.

o0o

"Siapa yang akan Anda ambil DNA-nya untuk dijadikan sebagai bahan percobaan kloning ini, Pak Jeff?" Dokter Kim Jungwoo yang tadinya sedang mempersiapakan segala keperluan terkait percobaannya, kini menoleh ke arah Jeff yang duduk dengan menyilangkan kaki kanan di atas kaki kirinya.

Jeff tersenyum singkat. "Sebentar lagi Anda akan mengetahuinya."

Dokter Kim menarik sebuah senyum. "Baiklah, sepertinya Anda ingin memberi kejutan." Dengan senyum yang masih terukir di wajahnya yang rupawan, Jeff mengangkat sebelah alisnya.

Tak lama setelah itu, mereka dapat mendengar suara mobil yang mulai memasuki area laboratorium pribadi tersebut. Dokter Kim sibuk menebak siapa yang datang. Akan tetapi, setelah melihat ekspresi penuh kemenangan di wajah Jeff, Dokter Kim tahu, bahwa yang datang saat ini adalah orang yang baru saja dia bicarakan dengan Jeff.

"Dokter Kim, perkenalkan. Dia adalah anak buah saya, Taeyong," ucap Jeff memperkenalkan Taeyong kepada Dokter Kim. Dengan sigap, Dokter Kim menawarkan uluran tangan yang segera diraih oleh Taeyong.

"Di mana Anda menemukan anak buah seperti ini? Dia sudah seperti kloning manusia yang sesungguhnya." Dokter Kim tampak takjub dengan struktur wajah yang dimiliki oleh Taeyong. Terlihat begitu sempurna layaknya sebuah pahatan.

Taeyong yang mendengar itu pun terkekeh. "Anda bisa membual juga, ya, Dokter. Saya terima pujiannya," ucap Taeyong.

"Baiklah, Taeyong. Saya akan mengambil DNA Anda. Mari ikut saya." Didampingi oleh beberapa kolega yang mempunyai ketertarikan dalam bidang tersebut, Dokter Kim memimpin Taeyong menuju dalam ruang percobaan.

Sebelum benar-benar masuk ke dalamnya, Taeyong diperintahkan untuk berganti baju. Begitu selesai, Dokter Kim segera memulai aksinya. Dokter Kim mensterilkan tangannya kemudian mengenakan sarung tangan. Diraihnya tangan Taeyong untuk diberikan anestesi guna meminimalisir rasa sakit setelah jarum suntik itu mulai masuk ke dalam tubuh untuk mengambil darahnya. Tangan Taeyong mengepal erat seperti yang sudah diinstruksikan oleh Dokter Kim.

Hanya butuh waktu yang singkat untuk mengambil sampel darah Taeyong. Kini, pria itu sudah berganti pakaian dan berjalan menghampiri Jeff yang menunggu di ruang depan. Jeff segera beranjak dari duduknya ketika Dokter Kim menyusul kedatangan Taeyong.

"Bagaimana, Dokter Kim?"

"Saya sudah mengambil darahnya dan melakukan beberapa rekam data untuk nantinya dijadikan sebagai patokan bahan percobaan," jelas Dokter Kim.

Jeff mengangguk paham. "Butuh waktu berapa lama?"

"Paling lama satu bulan. Saya masih harus meneliti dan mempelajarinya dengan rekan saya yang lain."

"Baik kalau begitu. Terus kabarkan kepada saya terkait perkembangannya dan juga jangan sungkan untuk meminta bantuan jika ada sesuatu yang diperlukan."

Dokter Kim tersenyum kemudian mengangguk. "Baik, Pak Jeff."

"Kalau begitu, saya dan Taeyong pamit dulu."

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Taeyong sembari berjalan menuju mobil.

"Aku akan membuat kesepakatan."

"Tidak ada kata kesepakatan jika itu denganmu." Kalimat yang dilontarkan oleh Taeyong itu berhasil membuat Jeff tertawa. Ya, apa yang dikatakan anak buahnya itu memang ada benarnya. Ah, bukan, yang dikatakan Taeyong memang sepenuhnya benar.

"Aku masih belum berhasil membujuk Johnny."

"Jadi, kau akan gunakan kembaranku—maksudku, manusia hasil kloning itu sebagai senjata untuk membuat Johnny bertekuk lutut?" Jeff memandang sejenak ke arah Taeyong kemudian menjentikkan jarinya. "Bingo!"

o0o

Jeff sedikit terkejut tatkala mendapati Braile yang sudah berada di ruangannya. Ternyata dia tidak mengelabuhiku, pikirnya. Jeff tersenyum untuk menyapa Braile. Puan itu pun membalasnya dengan senyuman singkat.

"Sudah selesai mengurusnya?" tanya Jeff.

"Ya, pelayanannya sangat cepat. Yang membuat lama adalah antriannya," jelas Braile. Jeff mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Braile.

"Kau juga ada keperluan di luar, kah?" selidik Braile. Mengingat ketika kembali ke kantor tadi, Braile tidak melihat kehadiran Jeff.

"Ya. Aku ada keperluan di luar."

Jawaban dari Jeff yang hanya berhenti di situ membuat Braile curiga. Sepertinya keperluannya tidak berkaitan dengan urusan kantor. Braile tahu semua jadwal Jeff karena dia karena pekerjaannya saat ini dapat dikatakan sebagai tangan kanan Jeff. Semua hal yang berkaitan dengan Jeff harus disampaikan melalui Braile terlebih dahulu. Meskipun begitu, mereka sebenarnya bak musuh di dalam selimut yang saling mengelabuhi satu sama lain seperti sekarang ini.

"Tapi bukannya hari ini kau tidak ada jadwal temu dengan klien?" Masih tak mau mengalah, Braile memberikan pertanyaan penuh selidik.

"Memang tidak bertemu dengan klien. Aku bertemu Taeyong."

Sial, Jeff menjawab dengan sangat tenang, ucap Braile di dalam hati.

"Di jam kerja?" tanya Braile dengan nada sedikit memekik.

Tatapan mata Jeff masih tidak berubah sama sekali. Malah, tatapannya semakin dalam. "Ya, di jam kerja." Jeff berjalan mendekat. Meletakkan kedua tangannya pada meja kerja Braile.

"Aku merasa sedikit aneh dari tadi. Sejak kapan kau peduli dengan urusanku dan juga apa yang aku lakukan di jam kerjaku?"

Braile tidak boleh ketahuan jika dia sedang menyelidiki apa yang Jeff lakukan selama dia mengejar si pencuri data bersama Johnny dan Mark. Braile menatap Jeff dengan tatapan yang tak kalah serius.

"Bukankah kita sekarang adalah partner? Kau ingat, kan, kesepakatan kita beberapa waktu lalu untuk mengusut klien yang berhasil mengelabuhimu? Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak melakukan sesuatu di belakangku."

Jeff menarik tangannya dari meja kerja Braile, melipatnya di depan dada. Kini tatapannya berubah. Bak tatapan penuh kemenangan. "Boleh juga kau, Braile. Bagaimana jika kau keluar dari misimu dan bekerja denganku?"

"Bolehkah?"

TRAP | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now