Part 9

74 41 196
                                    

Budayakan Vote sebelum atau sesudah membaca part ini⚠
Jangan lupa komen guys🤗

Rumah dan Kenangan
Arkanta
.
.
.
.
.
Terkadang masa lalu-lah penyebab berubahnya seseorang!

****

Arkanta memandang lekat langit-langit kamarnya. Sepulang sekolah tadi ia memutuskan untuk langsung pulang dan menolak ajakan Buana untuk pergi ke markas utama.

Hari ini adalah jadwal rutinnya mengunjungi satu tempat. Tempat dimana Arkanta di ajarkan rasa sayang dan rasa untuk menerima orang-orang baru, tempat yang dimana luka Arkanta disembuhkan dan luka baru ditimbulkan.

Arkanta memegang dadanya yang tiba-tiba sakit. Rasa sesak menjalar keseluruh rongga dadanya. Rasa yang selama ini Arkanta coba untuk kubur sedalam-dalamnya. Rasa yang menjadi alasan utama Arkanta menolak menerima orang-orang yang ingin masuk ke dalam lingkungannya.

Ini-lah Arkanta, pemuda yang sangat menyukai kesunyian, baginya sunyi itu tenang. Dengan rasa sunyi kita bisa tahu apa yang diri kita alami dan rasakan. Alasan Arkanta menyukai sunyi itu simple, Arkanta hanya ingin ketenangan. Dia candu dengan rasa sakit dan rasa sesaknya. Rasa yang buat ia tenggelam jauh tanpa ingin bangkit kembali. Arkanta selalu ingin coba pergi jauh dari masa lalunya, masa lalunya terlalu membelengunya. Namun bagi Arkanta itu susah, sangat-sangat susah.

"Hufttt..." bernafas saja bagi Arkanta susah. Desahan berat keluar begitu saja dari mulutnya.

Arkanta yang dingin, Arkanta yang pendiam, Arkanra yang tak pernah mahu membuka mulutnya, Arkanta dengan sisi kejamnya dan Arkanta yang dengan segala masa lalunya.

Arkanta bangun dari posisi baringnya. Sudah cukup ia menikmati sakitnya, sudah cukup ia menikmati rasa sesak ini. Sudah cukup.

Arkanta turun dari ranjangnya. Di raihnya satu jaket kulit yang mulai ia terima kehadirannya. Jaket hitam yang sekarang malah menjadi favoritnya. Jaket kebanggaan para Leviathan.

Sebelum pergi Arkanta menatap sejenak seisi ruangan apartemen miliknya. Satu hal yang bisa dideskripsikan dari apart miliknya yaitu lampu di setiap ruangan terlihat remang-remang alias minim cahaya.

Dirinya memejamkan matanya sejenak lalu pergi membawa rasa sakit yang akan tetap ada bersamanya

Tiga puluh menit perjalanan yang di tempuh Arkanta. Kini dirinya tengah berdiri tepat di depan sebuah rumah mewah dengan pagar rumah yang sangat-sangat mewah.

"Huftt..."Arkanta lagi-lagi menghela nafas dengan berat.

"Gue lelah, tapi gue udah janji buat ga boleh nyerah sampai mereka kembali. Tapi ini udah tujuh tahun kenapa kalian ga pulang?" batinnya sendu. Arkanta memang pendiam tapi tidak dengan batinnya. Arkanta sangat cerewet tapi hanya dalam batin. Yah, dirinya hobby dengan membatin.

"Den Anta?" panggil seorang pria paruh baya dengan seragam satpam yang tiba-tiba muncul di samping Arkanta seraya menenteng sekantung gorengan.

Panggilan itu membuyarkan lamuannya. Arkanta menoleh mendapati mang Sapri yang berdiri di samping kanannya.

Mang Sapri mengangguk kecil. Dia sudah terbiasa dengan sikap Arkanta yang ini. Mang Sapri lalu membuka pagar untuk Arkanta.

Arkanta mengangguk pelan lalu melangkah masuk membiarkan motornya di depan pagar. Mang Sapri tersenyum kecut, menatap anak majikannya dengan sendu. Arkanta bahkan tidak berubah bahkan sudah bertahun-tahun berlalu.

Arkanta melangkah pelan menikmati setiap kenangan yang ada pada halaman rumah depannya. Sebuah taman mini dengan berbagai bunga dan lebih dominan diisi oleh bunga matahari.

ARKANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang