Alih-alih membeli sebuah apartement mewah, Lilly malah sengaja membeli sebuah apartement sederhana demi menghemat uang yang ada di tabungannya. Sebelum mendapat pekerjaan yang mumpuni, Lilly tidak boleh boros.

"Selesai!" gumam Lilly saat minumannya telah jadi. Perlahan, Lilly pun membawa minumannya ke arah ruang tamu.

Sambil menikmati semilir angin malam yang berhembus dengan begitu lembut, Lilly pun duduk di depan perapian. Ia menyesap segelas cokelat hangat yang ada di tangannya secara perlahan.

Slurpp.....

"Ah.... Enak sekali!" desah Lilly sebelum ia mengambil sebuah potongan pizza berbentuk segitiga dan mulai memakannya. Saat sedang menikmati pizza nya, Lilly tiba-tiba saja teringat akan larangan Theodore.

"Jangan memakannya terlalu banyak Lilly. Itu tidak baik untuk kesehatanmu!"

Ah suara itu....

Mengingat suara Theodore, Lilly yang awalnya merasa sangat excited dengan pizza yang ada di hadapannya pun kini malah terdiam. Pandangan matanya kini terfokus pada bara api yang menyala, menghantarkan kehangatan yang membuat tubuhnya terasa begitu nyaman. Isi kepalanya tiba-tiba saja berkecamuk—memikirkan keputusan besar yang baru saja ia ambil hari ini.

Pergi meninggalkan Theodore Alford dan semua hal tentangnya.

Itu adalah keputusan terbesar yang pernah Lilly ambil di dalam hidupnya setelah tiga tahun menikmati semua kebahagiaan semu di dalam mansion bergaya Eropa itu.

Meski terasa berat, namun Lilly merasa lega, karena setidaknya ia  bisa melakukan apapun yang ia inginkan tanpa harus meminta ijin kepada seseorang saat ini. Ia bisa menghirup udara bebas dan berjalan ke sana ke mari tanpa harus dipantau oleh para anak buah Theodore yang selalu mengikutinya dari jauh.

Dan yang terpenting, ia tidak akan lagi menunggu pria itu kembali.

Jika boleh jujur, Lilly sebenarnya sudah sangat lama ingin  mengakhiri hubungannya dengan Theodore. Hanya saja, setiap kali niat itu datang, perlakuan hangat dan kemewahan yang pria itu berikan, selalu membuat Lilly merasa goyah hingga tak jarang membuatnya kembali mengubur dalam-dalam niat itu.

Namun, beberapa bulan terakhir, entah kenapa Lilly merasa sangat lelah dengan semua kehidupan yang ia jalani bersama Theodore di White Mansion.

Menunggu Theodore datang mengunjunginya.

Mematuhi setiap perintah yang diberikan padanya.

Dan menyimpan semua rasa sesak di dalam hati saat pria itu mulai menghina status dan harga dirinya.

Semua hal itu telah menghantui Lilly secara berkala sejak beberapa bulan terakhir. Dan puncak dari semua rasa muak itu adalah ketika ia mengetahui jika cinta pertama Theodore telah kembali. Ya, meski interaksi mereka terkesan canggung dan formal, tapi Lilly tahu jika Theodore masih menyimpan sebuah rasa untuk  wanita cantik itu. Tatapan mata yang menyiratkan kerinduan, jelas terlihat di kedua netra Theodore yang diselimuti oleh keangkuhan dan intimidasi.

Lalu, apa Lilly merasa cemburu karena hal itu?

Jawabannya tidak.

Lilly tidak cemburu.

Karena alih-alih merasa cemburu, Lilly malah merasa jika kembalinya Bianca Jhonson adalah pertanda jika kehadirannya di sisi Theodore Alford  tak lagi dibutuhkan. Ibarat sebuah puzzle, Theodore telah menemukan serpihan terakhirnya. Dan itu artinya, hubungan mereka telah sampai di ujung perjalanan. Lilly tidak mau terlibat lebih jauh ke dalam ikatan emosional para orang kaya itu.

The Escapes of MistressWhere stories live. Discover now