Our Promised

167 35 14
                                    

..

"Jung, kau baik-baik saja? Kau tidak makan supnya?" Tanya Yaeso sesekali menyeruput sup rumput laut miliknya. Ia juga menatap Jungwon dengan raut heran. Pasalnya, ini adalah salah satu makanan kesukaan Jungwon, tapi kenapa lelaki itu seperti tak berniat menyentuhnya?

"Ah, emm, aku baik-baik saja." 

Yaeso tahu, walaupun wajah Jungwon yang penuh dengan senyum seperti yang ia lihat di hari-hari biasa, bohong tetaplah bohong. Yaeso tahu bahwa Jungwon tengah memikirkan sesuatu sejak mereka kembali dari Seoul Hall tempo lalu. 

"Jung…" 

"Hmm?" Kali ini lelaki itu hanya mencicip sedikit sup miliknya, tanpa melirik ke arah Yaeso.

"Jika ada hal yang menyakitimu saat di aula waktu itu kenapa kau nekat untuk datang? Kenapa juga kau harus susah payah menurutiku untuk melihat perlombaan itu?" 

Kini Jungwon mendongak, menatap Yaeso dengan pandangan yang sulit diartikan siapapun. Kemudian tatapannya jatuh pada jendela yang ada di dekatnya. Ia juga kembali meletakkan sendok yang digenggamnya ke tempat semula. "Tahu apa kau tentang aku? Aku menurutimu karena kau itu teman dekatku. Kenapa kau bertanya seperti itu?" 

Bak diterpa anak panah. Hati Yaeso sedikit berdenyut sakit saat Jungwon berkata demikian padanya. Apa salah jika ia bertanya kenapa Jungwon menjadi sosok aneh beberapa hari ini? Apa ia salah jika ia peduli pada Jungwon? 

"Jung,"

"Ku pikir kau tidak akan mengatakan sebanyak apa aku mengenalmu, tapi ternyata kau meragukan itu. Ah, maaf aku jadi terkesan sok tahu tentangmu." 

Lewat kekehan dari Yaeso, Jungwon kembali menoleh ke arah teman lamanya itu. Agaknya setengah terkejut, mendapati Yaseo mengusap air matanya dengan kasar serta senyum lebar di depan matanya, Jungwon kini menelan ludahnya sendiri. Apa yang aku lakukan?

"Yaeso, aku–" 

"Ah, maaf Jung. Ayahku menelpon." Yaseo memotong perkataan Jungwon sekaligus berbicara dengan Sang Ayah yang entah disebut kebetulan atau tidak melalui sambungan telepon.

"Dua jam lagi Ayah berangkat. Segeralah pulang, kakakmu juga akan mengantar Ayah."

"Iya Ayah, aku akan pulang sekarang."

pip.

Sambungan yang terputus, begitu juga dengan pembicaraan dan pertemuan mereka hari ini. Yaseo, gadis itu menyudahi acara makannya dan memakai tas selempangnya kemudian. "Emm, Jung, aku pulang dulu. Aku harus mengantar Ayahku ke bandara setelah ini. Tidak apa, kan?" 

Jungwon tak tahu harus bagaimana, apa ia harus menahan Yaseo untuk singgah sedikit lebih lama? Atau membiarkannya pergi?

"Ah, okey. Ayo ku antar." 

"Tidak perlu, aku akan naik taksi saja. Bye, Jungwon." Yaseo berlalu dari hadapan Jungwon yang masih terdiam di tempat.

Ya, gadis itu menolak ajakan Jungwon yang berniat mengantarnya, mungkin tanda permintaan maaf dan rasa tidak enaknya beberapa menit lalu. Namun gadis itu memilih untuk pulang tanpanya. Jungwon pikir, Yaseo sedang sensitif atau sejenisnya, maka dari itu Yaseo memilih untuk sendiri dulu. Entahlah, Jungwon tak mau ambil pusing. 

Lagipula, ia juga sedang dilanda bingung dan juga banyak sekali tanda tanya yang belum terjawab selama beberapa bulan terakhir ini. Sedangkan seorang gadis yang sudah menaiki sebuah taksi yang menuju ke rumahnya itu, kini justru termenung.

Bukan, ia bukannya marah atau kesal dengan Jungwon, tapi ia hanya kecewa pada beberapa hal akan lelaki masa kecilnya itu. Ia masih ingat betul bagaimana Jungwon mengatakannya dengan wajah separuh datar dan terkesan dingin. Ia seperti bukan berbicara dengan Jungwon. 

YOUPHORIA [✔]Where stories live. Discover now