Heartbeat

231 40 45
                                    


..

"Hei! Mint choco, aku di sini!!" 

Dalam ramainya murid yang berlalu lalang di gerbang sekolah itu, akhirnya Yeonjun menemukan sosok gadis Hwang yang tengah berdiri melawan arus. Melambaikan tangan padanya dengan penuh semangat serta sudut bibir yang terangkat naik. 

Tak kuasa menarik sudut bibirnya juga, Yeonjun yang mulanya berjalan lambat nan santai itu menjadi sedikit lebih cepat, ia ingin segera menghapus jarak dengan Yeji. Mengingat ia sendiri ingin tahu kemana Yeji akan mengajaknya pergi hari ini.

Eh, tapi apakah Yeji baik-baik saja?

Bagaimana jika Yeji kembali kambuh?

Apa dia sudah mendapat izin keluarganya dan kak Hyunjin?

Tapi tak dapat dipungkiri jika ia juga memikirkan kondisi Yeji saat ini. Bukankah kemarin Yeji masih dirawat? tentu ini membuat Yeonjun menjadi was-was pada gadis itu.

"Hai!!" Sapa Yeji lagi.

"Hai," balas Yeonjun seadanya. Ia kembali melihat Yeji secara menyeluruh. Dan tepat saat mata mereka bertemu,Yeonjun mencurigai sesuatu yang aneh pada Yeji.

Pucat, wajah gadis itu pucat, matanya juga sedikit sayu. Dengan reflek pula, pemuda Choi mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Yeji dengan punggung tangannya. Tapi tidak panas, batinnya.

"Kau pucat. Apa masih sakit? sebaiknya kita pergi lain hari saja, aku akan mengantarmu pulang," tutur Yeonjun sembari berjalan mendahului Yeji.

Tapi Yeji buru-buru mencekal tangan Yeonjun dan membuat lelaki itu membalikkan tubuhnya. "Eits, siapa yang menyuruhmu pergi? tidak-tidak, kita akan pergi hari ini. Aku sehat dan aku kuat, aku sudah mendapat izin dari kak Hyunjin dan Ibu, jadi tenang saja."

"Emm..." 

"Aish kau lama, ayo kita pergi."

"Tap–" terlambat, Yeji bahkan sudah menarik tangannya terlebih dulu. Mengajak Yeonjun berlari mendahului para siswa yang sedang berjalan. Pun dengan senyum lebar nan merekah, Yeji serasa menaiki roller coaster saat ini.

Ayo kita buat buku diaryku penuh lebih cepat.

..

"Tapi Ayah, bukankah paman Park itu teman Ayah? tidak menutup kemungkinan bukan jika aku bisa dekat dengan putrinya?"

Ayah Jungwon itupun menghela napas berat sebelum beralih sepenuhnya pada Sang putra. 

"Jungwon, dengar. Ayah dan keluarga Park hanya sebatas teman bisnis. Tidak ada yang lebih dari itu apalagi bermaksud ingin memaksa satu pihak. Hidup bukan tetang dirikita sendiri, Jung." 

Jungwon akhirnya terdiam. Menatap Ayahnya dengan pandangan kecewa, marah, dan sedih secara bersamaan. 

"Aku hanya ingin punya teman yang akan menemaniku saat Ayah tidak ada untukku. Aku kesepian, Ayah." Sungguh, Jungwon sepertinya akan menang kali ini. 

"Jung, kau anak Ayah satu-satunya. Ayah juga tidak pernah tidak menurutimu. Ayah sayang padamu, tapi kalau permintaan satu ini, maaf, Ayah tidak bisa. Jika kau ingin, kau harus berusaha sendiri untuk itu. Bukankah kalian satu sekolah."

Jungwon hanya mengangguk. Berharap sesi tanya jawab dan alasan super lebar dari Sang Ayah itu bisa ia selesaikan sendiri dengan caranya. 

Benar, sepertinya kesendirian membuat Jungwon tidak punya banyak cara untuk membuatnya terhibur seperti dulu. Jika waktu itu Ibunya lah yang membuatnya tertawa, kini ia punya seseorang yang ingin ada bersamanya. Yaitu putri keluarga Park.

YOUPHORIA [✔]Where stories live. Discover now