15. Obstacles and Regrets

27 1 0
                                    

Anak laki-laki yang kini tengah mengayuh sepedanya terlihat langsung berhenti didepan sebuah rumah. Ia turun secara perlahan dari sepedanya lalu membawa sepedanya masuk kedalam rumah seperti biasa.

Baru saja akan masuk melalui pintu belakang, seorang laki-laki yang lebih tinggi terlihat sudah berdiri didepannya dengan kedua tangan yang dilipat didepan dada.

Bintang mendongak dan melihat ke arah wajah Astra yang menatapnya dengan tatapan seperti akan marah. Itu sudah hal biasa bagi Bintang, untuk hal ini tentu saja Bintang hanya diam tanpa mau berkata terlebih dulu. Ia hanya menunggu kakak laki-lakinya itu berbicara lebih dulu.

"Besok gak usah berangkat sekolah!" Kata Astra.

Bintang berjengit kaget, ia tidak tahu dengan kalimat barusan yang diucapkan oleh kakaknya yang menyuruhnya untuk besok tidak berangkat sekolah.

"Tidak, aku tidak mau!" Bintang menolak, ia akan tetap berangkat sekolah besok walaupun kakaknya melarang. Hari ini ia tidak berangkat sekolah tanpa keterangan mana mungkin besok juga tidak berangkat ke sekolah.

"Gua bilang besok gak usah berangkat, bukan cuma buat besok tapi selamanya. Alias Lo gak usah sekolah!" Ucap Astra dengan tegas. Kedua matanya melotot ke arah wajah Bintang yang sedikit ketakutan. Lalu tanpa diduga, Astra langsung merebut sepeda milik Bintang dengan terpaksa.

"Lepasin gak! Gua bilang LEPASIN!!" Astra terus berteriak, memaksa Bintang untuk segera melepaskan sepedanya. Bintang menggeleng tidak mau, ia tidak mau sepedanya direbut oleh Astra. Bintang sudah tahu sepedanya akan diapakan oleh Astra, Astra pasti akan merusak sepedanya agar besok dirinya tidak bisa ke sekolah.

"Gua bilang LEPASIN ANJING!!" Bintang terdorong kebelakang bahkan sampai menyentuh tanah akibat Astra yang menendang perut Bintang dengan kakinya.

Terlihat Bintang memegangi perutnya yang kesakitan akibat tendangan dari Astra namun sepertinya Astra tidak begitu perduli. Astra justru sibuk membawa sepedanya menuju gudang.

Rasa sakit pada perutnya diabaikan begitu saja, menurutnya sepedanya itu lebih penting. Bintang pun berjalan menyusul menuju gudang untuk mencegah Astra agar mengurungkan niatnya untuk merusak sepedanya.

Akan tetapi rasa sakit pada perutnya benar-benar membuatnya sulit untuk berjalan. Bintang hanya berjalan dengan perlahan-lahan sembari memanggil nama Astra agar berhenti untuk merusak sepedanya.

Bintang memegangi kepalanya ketika sudah sampai di depan gudang. Ia melihat bagaimana perbuatan kakaknya yang tengah memukul-mukuli sepedanya dengan palu besar.

Dari ban, keranjang sepeda, sadel, setang bahkan pedal. Semua bagian kerangka sepedanya telah rusak, kalau sudah seperti ini tidak memungkinkan bisa berjalan dengan normal. Semuanya sudah rusak, sepedanya sudah tidak bisa digunakan lagi.

"Awas Lo, kalau besok gua liat Lo berangkat ke sekolah. Sekarang masuk!" Astra melempar palu besar yang berada ditangannya lalu menarik kerah baju Bintang begitu saja dan menyeretnya masuk kedalam rumah.

Bintang memberontak untuk meminta dilepaskan. Lain halnya Astra yang justru diam saja, Astra terus saja menyeret Bintang masuk kedalam kamar dan langsung mengambil kunci kamar Bintang. Kunci yang barusan diambil pun digunakan oleh Astra untuk mengunci pintu kamar Bintang dari depan.

"Kak Astra tolong buka pintunya!" Bintang yang dari dalam kamar pun berusaha meminta untuk dibukakan pintunya. Ia tidak ingin terkunci didalam kamar dengan cara seperti ini.

Teriakan demi teriakan dari Bintang membuat Astra merasa tidak perduli. Ia lebih memilih meninggalkan Bintang dan segera naik ke atas untuk masuk kedalam kamarnya.

Kamu Dan HujanWhere stories live. Discover now