21. Because Of You ( Bintang )

20 1 0
                                    

Aku terus berjalan dan sesekali berlari untuk kembali ke tempat dimana ruangan Bintang berada.

Disaat aku sudah hampir dekat di ruangan Bintang, sesuatu langsung mengejutkanku. Pintu ruangan Bintang terbuka, didepan sana ada Kak Jean dan juga Pak Ezra yang sedang berbicara dengan seorang dokter yang mungkin menangani Bintang.

Perasaanku mendadak mulai tidak enak apalagi ketika pandanganku melihat ke arah Pak Ezra dan Kak Jean. Mereka sangat begitu serius sampai-sampai Pak Ezra terlihat memijat dahinya dan berbarengan dengan itu Pak Ezra melihatku.

Tak hanya Pak Ezra, Kak Jean juga kini tengah melihatku dengan tatapan begitu kaget seperti bingung harus berbuat apa.

Aku yang sudah terlalu ingin tahu langsung saja menghampiri mereka namun Kak Jean sepertinya tahu akan gerak-gerik ku. Kak Jean pun mencegahku dengan cepat dan berusaha menarikku untuk menjauh dari tempat.

Tentu saja aku menolak. Aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan Kak Jean yang berusaha menyeretku untuk pergi dari sini.

"Dek, ikut kakak dulu sebentar!"

"Aku gak mau! Bintang dimana kak?" Tanyaku. Aku baru saja melihat sekilas ke dalam ruangan dengan pintu yang masih terbuka itu dan melihat tidak ada Bintang disana. Ruangan didalam sana benar-benar kosong.

Dokter yang semulanya sedang berbicara dengan Pak Ezra kemudian pergi setelah Pak Ezra mengucapkan terima kasih. Dan disinilah Pak Ezra akhirnya menyuruh Kak Jean untuk berhenti memaksaku pergi.

Disaat tangan Kak Jean melepaskanku, pandanganku langsung berfokus pada Pak Ezra. Sedangkan Kak Jean menyerah saja walaupun terlihat sekali di wajahnya rasa lelah.

Pak Ezra diam, beliau seperti sudah bisa menebak apa yang akan aku lakukan dan tanyakan sekarang. Helaan nafas panjang langsung terdengar sebelum Pak Ezra membuka mulutnya.

Dari sinilah hatiku mulai memuncak tidak karuan. Jujur saja aku tidak siap dengan apa yang akan disampaikan oleh Pak Ezra tapi disamping itu aku begitu penasaran dengan nasib Bintang sekarang.

Pak Ezra mendekatiku lalu matanya memejam beberapa detik hingga kemudian, "Dokter bilang kalo Bintang pendarahan organ dalam akibatnya dia kekurangan oksigen akibat trauma pukulan diperutnya. Bintang sekarang sedang di operasi dan dia butuh waktu untuk sembuh. Bapak berharap kamu mengerti Chessa dan terima kasih sekali lagi karena sudah mau berteman dengan Bintang." Tutur Pak Ezra.

Saat mendengar kalimat barusan, hatiku langsung sesak. Air mataku jatuh saat mendengar kalau keadaan Bintang sedang tidak baik-baik saja. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang untuk Bintang.

Berdoa memang hal yang hanya bisa kulakukan sekarang. Memohon pada Tuhan agar mau memberikan kesempatan terbaiknya untukku agar bisa bertemu dengan Bintang lagi.

"Bapak hanya bisa berharap kamu akan menjadi satu-satunya alasan untuk Bintang pulih. Bapak yakin kalau Bintang sekarang sedang berjuang sekeras mungkin maka dari itu kamu juga harus kuat. Berhenti menangis Chessa, ada hal yang harus kamu lakukan sekarang untuk Bintang dan Bintang pasti menunggu itu." Pak Ezra menepuk kedua bahuku kemudian memelukku sebagai rasa penenang sementara. Justru karena hal itu, tangisanku makin pecah.

Disela-sela tangisku, aku mencoba mencerna apa yang dikatakan Pak Ezra. Benar, ada yang harus aku lakukan sekarang untuk Bintang. Disana Bintang sedang berusaha untuk berjuang sendirian sedangkan aku hanya menangis saja. Seharusnya aku lebih berusaha jauh dari Bintang. Aku tidak boleh menangis ataupun terlalu larut dalam kesedihan. Entah itu berdoa ataupun melakukan hal yang lainnya, itulah yang harus aku lakukan sekarang.

Sedikit demi sedikit aku yakin ini semua akan berakhir dengan cepat. Bintang pasti bisa pulih dan kembali seperti biasa.

***

Aku membuka mataku yang masih terasa begitu berat. Selang dua detik, mulutku menguap lebar hingga tanganku berusaha menutupinya. Tidak kusangka aku tertidur di rumah sakit dimana Bintang sedang dirawat.

Kepala ku langsung menoleh ke arah kanan dan kiri, aku bingung lantaran di sisiku tidak ada siapapun. Jujur saja semalam pun aku tidak ingat kenapa bisa sampai tertidur disini. Semalam aku hanya ingat kalau aku habis menangis didepan Pak Ezra.

Sosok Kak Jean yang semalam serta Pak Ezra sekarang menghilang entah kemana dan hanya aku yang tersisa disini.

Buru-buru, aku langsung bangkit dari tempat duduk ruang tunggu yang sebelumnya aku pakai untuk berbaring. Lantas, aku segera berjalan mencari keberadaan Kak Jean tapi sekelabat ingatan langsung muncul dalam pikiranku mengenai Bintang.

Semalam Pak Ezra mengatakan kalau Bintang akan dioperasi jadi kemungkinannya Pak Ezra serta Kak Jean sedang berada di ruangan Bintang. Oke, aku tidak masalah dengan Pak Ezra tapi aku kesal pada Kak Jean entah kenapa dia tidak mengajakku bersamanya untuk melihat Bintang dan malah meninggalkan ku sendirian tidur disini bagaikan gelandangan.

Kalau diingat semalam itu ternyata aku benar-benar menyedihkan, menangis semalaman sampai tertidur hingga kedua mataku tampak begitu memprihatinkan. Tapi aku tidak perduli, sekarang adalah waktunya bagiku untuk berharap bahwa operasi Bintang berjalan dengan lancar dan Bintang akan baik-baik saja.

Ngomong-ngomong aku tidak tahu dimana ruangan Bintang sekarang, jadi sedari tadi aku hanya berjalan sembari melihat-lihat kedalam ruangan yang transparan oleh kaca tapi setelah lamanya aku belum menemukan Bintang maupun Kak Jean.

Ingin menghubungi Kak Jean pun aku tidak bisa karena semalam saat aku diajak oleh Kak Jean aku tidak sempat membawa ponselku. Dari sinilah entah kenapa hatiku langsung mendadak tidak karuan. Aku khawatir untuk kesekian kalinya dan menyesal karena semalam kenapa aku harus tidur.

"Chessa?!" Seseorang menepuk bahuku. Dari suaranya aku mengenalnya dan benar saja saat aku berbalik badan sudah ada Kenzo di depanku.

Pakaian Kenzo dengan hoodie hitam serta berpenampilan rapi sangat enak dipandang berbeda denganku yang baru saja bangun dari  tidur tanpa cuci muka terlebih dahulu. Iya aku lupa, karena mau bagaimanapun itu tidak sempat juga.

Ah, bertemu Kenzo disini aku jadi teringat kejadian semalam. Kalimat-kalimat Kenzo yang masih ingat dalam kepalaku masih terekam jelas. Dia yang berbicara begitu tidak punya hati pada Bintang hingga membuatku kesal bahkan sampai sekarang.

"Gua tahu lo masih marah sama gua dan gua bener-bener minta maaf soal itu walaupun lo pasti berat banget buat maafin." Katanya membuka pembicaraan. Wajahnya terlihat begitu merasa bersalah sama halnya semalam. Baguslah, kalau Kenzo menyadarinya.

"Tapi apa gua boleh tahu, kenapa lo nolak
gua? Seenggaknya gua bisa perbaiki itu" tanyanya tiba-tiba. Aku menghela nafas dan berfikir tentang Kenzo yang sepertinya tidak paham. Apakah aku harus menjelaskannya sekali lagi? Secara terperinci?

"Gak ada yang perlu diperbaiki...," Jawabku, seketika membuat Kenzo mengerutkan keningnya. Dia seperti sama sekali belum paham sampai sekarang apa maksud dari semua ucapan ku.

Lalu, "Itu semua karena Bintang." Lanjutku. Lantas aku segera pergi meninggalkan Kenzo untuk mencari dimana ruangan Bintang sekarang sedangkan Kenzo tampak tercekat ditempatnya. Dia diam setelah mendengar jawabanku. Semoga saja Kenzo mau mengerti dan bisa menerima kenyataan bahwa aku memang tidak ada rasa terhadapnya. Alasannya sederhana, karena hatiku sudah terisi oleh nama seorang anak laki-laki yang akhir-akhir ini membuatku sampai menangis karena khawatir dan takut jika nanti kehilangannya. Tentu saja nama anak laki-laki itu adalah Bintang.


To be continued...

Kamu Dan HujanWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu