BAB 49 : Cerita Putrinya Sendiri

Mulai dari awal
                                    

“Hayo, siapa yang udah selesai ngerjain PR boleh makan!” serunya bersama senyuman lebar yang tak pernah selesai.

Mendapati diri terus-menerus ditatap sedemikian rupa, Archie merundukkan pandangan guna menjumpai Ghaitsa menatap begitu lamat dengan dahi mengerut. Ia lantas mengusap pipi sang adik dan kapabel mengejutkan gadis itu. “Kenapa? Kamu mau apa?”

Selalu begini. Archie selalu berusaha dan ingin memenuhi setiap kemauan Ghaitsa. Sebisa mungkin untuk diwujudkan.

Gadis itu lantas menggeleng dan memilih menautkan dua telapak tangan mereka selagi melayangkan cengiran lebar. “Nggak papa. Abang ganteng aja hari ini.”

“Dih, baru nyadar. Kemana aja kamu?”

Benar juga. Kemana saja Ghaitsa baru menyadari bahwa ia memiliki kakak sebertanggung jawab dan semanis Archie sebagai seorang Raja bijaksana. Mempunyai kakak yang senantiasa menjawab seluruh pertanyaan yang menyangkut di benak lewat cara menyenangkan serupa Haidden selaku penasihat kerajaan. Terlebih-lebih kehadiran dua kembar di sekitarannya bermanifestasi menjadi ksatria berdarah dingin mirip Jeviar namun menggemaskan saat sedang cemburu. Terakhir, seorang penyihir hebat kerajaan yang gemar tebar pesona dan bermulut manis, Yaziel, di mana lewat magisnya dapat mengusir segala macam keresahan dan mimpi buruk.

Benar.

Ghaitsa memang tidak memiliki kisah mengharukan seperti Rapunzel. Juga tidak semanis Bella dan Pangeran Serigalanya. Pun jauh berbeda atas keberanian Moana menyelematkan desanya. Walau sederhana dan tidak begitu spesial, akan tetapi Ghaitsa mempunyai kisah seorang putri versinya sendiri.

Yang belum tentu semua orang miliki.

“Jadi cuma perlu bersyukur.” Ghaitsa manggut-manggut sampai poninya ikut bergoyang. “Berhenti ngeluh.”

“Adek, peluk~”

Tahu-tahu rengekan Haidden datang bersama wajah banjir air mata. Huft! Pasti sedang menutupi rasa malu dengan tingkah memalukan, itu kebiasaan sang kakak. “Huhu, mau disayangㅡwalah, anjeng! Akhlak kurang lo! Padahal udah di sekolahin!” seru Haidden tatkala didorong Yaziel kasar sesaat sebelum berhasil mencapai sang bungsu. “Ngapain lo, bangsat?!”

“Udah cukup lo monopoli adek gue selama beberapa hari belakangan ini, ya. Kagak ada!” tandasnya ketus luar biasa gondok. “Aisa milik pribadi.”

“Akta kelahiran kali, ah, milik pribadi,” sahut Haidden tidak terima. Dia serta-merta memeluk Ghaitsa dan menjauhkannya dari gapaian Yaziel seraya melempar tatapan tajam. “Nggak ada. Aisa hak milik gue seorang sampai gue pergi nanti. Please, gue mau ngerantau jadi pengertiannya, elah.”

Jeviar mendecih. “Gue pastiin kabar terakhir yang lo denger dari Ghaitsa cuma pas di bandara aja.”

“Psikotropika!”

“Psikopat, Abang.” Ghaitsa mengoreksi sembari menepuk-nepuk bahu lawan sebelum beralih menuju belakang punggung Haidden guna meloncat kemudian. “Ayo pulang. Aisa masakin kue buat Abang.”

Haidden tersenyum puas merasa menang sementara dua kembar mengekor di belakang bersama celotehan Yaziel bahwa sekarang sang kakak sedang dimanipulasi alam bawah sadarnya sendiri. Bahwa semuanya kamuflase belaka!

Archie terkekeh-kekeh, tidak mampu mengerti dengan jalan pikiran adik-adiknya yang sangat bertolak belakang meski terlahir kembar. Ah, tampaknya Archie harus mengurangi kerja di luar lapangan agar menghabiskan waktu lebih banyak di rumah. Lalu, dia melirik gundukan tanah yang merupakan tempat peristirahatan terakhir Ibunda dan mencetak seulas senyum. “Mama, jangan khawatir. Archie berhasil ngejaga merekaㅡah, bukan. Maksudnya, kami berhasil menjaga satu sama lain sampai sekarang jadi tolong berbahagia di sana tanpa penderitaan lagi.”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang