BAB 45 : Rencana Semesta, Katanya

Mulai dari awal
                                    

Ghaitsa lantas memandang perjuangan sulung kembar, manggut-manggut dan mengirim satu senyuman kemudian mengusak sayang rambut Jeviar yang sekarang sudah tumbuh lebat. “Suka, kok. Rapi. Makasih, ya, Jepii~”


Baru saja ingin menyantap makan siangnya setenang mungkin, puan tersebut kebingungan tatkala tiga laki-laki lain di meja menyodorkan kepala. “Kalian ngapain, sih? Nanti rambutnya jatoh ke makanan, duduk yang bener.”

“Mau digituin juga.” Haidden berujar.

“Mau gue jambak, maksudnya?”

Tiga kata ampuh yang berhasil membuat mereka kembali menarik kepala agar segera makan seakan-akan tidak melakukan apapun tadi. Sementara itu, Jeviar merasakan panas di wajah seolah setangki bara api dilemparkan ke hadapan bersama setumpuk koloni kupu-kupu nan menggelitik perut. Ia terkekeh geli sebelum menegakkan punggung bersama dagu terangkat begitu sombong. Archie membuang muka. Haidde berdecih. Yaziel apalagi, dia dengki luar biasa.

Di sisi lain, desas-desus mengenai Ghaitsa merupakan adik kembar perempuan dari duo kembar yang selama ini misterius keberadaannya perlahan-lahan mulai tersebar luas ke penjuru Atraxia. Sehingga tidak mengherankan orang-orang penasaran akan bagaimana garis wajah yang selalu mereka terka-terka semenjak adegan helm di parkiran beberapa minggu lalu. Beragam komentar disematkan namun Ghaitsa berusaha memekakkan telinga dan fokus menghabiskan makanannya.

“Abang harus berangkat kerja sekarang,” Tiba-tiba Archie berkata demikian seusai membawa deret kata pada layar ponsel lalu bergerak mendial nomor seseorang. Dia berdiri dan mendekati Ghaitsa guna menjatuhkan kecupan di kepala dan mengelus pipi chubby sang adik yang tengah tersenyum. “Keadaan sekolah kayaknya masih belum reda, kalau gangguan panik kamu kambuh lagi. Jangan sendirian, ya. Telepon Ziel, oke?”

“Oke, hati-hati di jalan. Nyetirnya jangan sambil main HP.”

“Siap, sekolah yang bener kalian,” peringat Archie sambil menyoroti tiga adiknya yang lain. “Abang cabut dulu, buru-buru, nih.” lalu segera melangkah meninggalkan area kantin bersama tangan menenteng jasnya.

“Abang juga.” Haidden menandaskan baksonya sesegera mungkin. “Ada kelas siang satu jam lagi tapi takut macet. Kabar-kabarnya ada festival kota nanti kalau fakta, malem kita ke sana. Abang cariin tiketnya. Mau nggak, Sa?”

Ghaitsa menatap dengan iris harap-harap cemas. “Boleh ajak temen?”

Serta-merta merasakan kengerian dan merinding teramat, Jeviar sekaligus Yaziel menoleh horor dan langsung menggeleng. “Nggak.”

“Nggak ada!” tandas Yaziel. “Gue masih trauma. Temen-temen lo pada anarkis.”

Selesai berbicara. Yaziel betul-betul merasakan hawa-hawa buruk menguasai tubuh dan pada sekon berikutnya dia berjengit sewaktu sebuah tangan mencengkeram bahu teramat kuat yang mana secara nyata berhadapan dengan ekspresi psikopat dan senyuman membunuh milik Kanaya.

“Kita anarkis karena harus kuat membasmi hama dan serangga yang menganggu asal lo tau.” Kanaya menjitak dahi Yaziel sampai sang empu mengaduh kemudian mengedarkan pandangan kesana-kemari. “By the wat anywau busway, Mamas Archie Calon Suami di mana? Kok nggak keliatan.”

Joanna mengerutkan kening dan mencomot nugget ayam milik Jeviar yang ingin sang tuan santap tadi dan berlagak polos kala ditatap bingung guna bersuara. “Lo emang harus manggilnya sepanjang itu, ya?”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang