BAG 35

13 2 0
                                    

Setelah kejadian penuh air mata di Cafe siang tadi, El, Fahri dan Harry beserta Hilmi memutuskan untuk pulang ke rumah.

Harry meminta Hilmi untuk ikut makan malam bersama di kediaman lamanya, dan juga menginap. Hilmi menyetujuinya dengan senang hati.

Acara makan malam di awali dengan suara gaduh Fadhil yang tidak mengetahui kejadian di Cafe, Fadhil merasa marah, bahkan Fadhil dengan sengaja memecahkan gelas minumnya.

Namun setelah Harry menjelaskan dengan rinci, di bantu oleh El dan Fahri, Fadhil mau mengerti dan berakhir di dekapan hangat sang Ayah.

El menatap langit malam di balkon kamarnya, balkon kamarnya lumayan luas omong-omong. Tanpa sadar setetes air mata jatuh begitu saja dari sudut mata indahnya.

"Ibu, hari ini menjadi hari yang paling membuat El bahagia, Ayah kembali ke pelukan kami, dan maafkan El yang mulai menerima Ibu Chilla sebagai Ibu pengganti, ya walaupun El tidak akan pernah menemuinya lagi, dan tidak akan pernah merasakan hangatnya pelukannya," gumam El.

"Untukmu Ibu Chilla, baik-baik di sana, maafkan El baru bisa menerimamu sekarang saat dirimu sudah menghadap Tuhan. El harap Ibu Chilla tetap menyayangi keempat anakmu. El menyayangimu, Ibu."

El tersenyum menatap bintang yang gemerlapan di langit malam. El menghapus air matanya dan masih menguatkan dirinya agar tidak menangis mengingat kedua Ibunya.

"El," seru Hilmi yang memasuki kamar El dan menemukan El di balkon kamarnya.

El memutar pandangannya dan menemukan Hilmi dengan raut wajah khawatirnya.

"Ada apa?"

"Aku mencarimu kemana-mana astaga," ujar Hilmi.

"Maafkan El."

"Sedang melakukan apa sendirian di sini? Masuklah, besok kamu harus ke sekolah untuk menyelesaikan ujian kelulusan," titah Hilmi.

"El sedang bicara dengan kedua Ibu El, betapa bahagianya El ketika Ayah kembali," ujar El lalu tertawa ringan.

Hilmi menatap separuh wajah El yang nampak sempurna, pahatan wajahnya memang benar-benar sempurna. Hilmi benar-benar mengagumi gadis yang sekarang menjadi adik tirinya ini.

"El, kamu tahu? Dulu saat kita mulai dekat dan kumpul bersama, aku berpikir jika aku menyukaimu, menyukai apa pun yang kamu lakukan, aku menyukai kegigihanmu, menyukai kekuatan mentalmu, kamu itu cantik, baik, dan ya pastinya hal positif lainnya yang tidak bisa aku sebut satu persatu," ujar Hilmi tiba-tiba membuat El merona.

"Rasa suka itu sempat memabukkanku, aku bertekad untuk menjadikanmu milikku, dan El tahu pasti bagaimana sifat pria labil sepertiku, namun aku sangat bersyukur, aku bisa bersamamu sampai kapan pun walau bukan sebagai pendampingmu juga aku tetap bersyukur, aku teramat bersyukur karena kamu mau menerimaku menjadi bagian dari keluargamu, untuk kedepannya aku akan berusaha menjadi kakak yang baik untukmu, El adikku," ucap Hilmi menatap El dalam. Hilmi benar-benar sangat menyayangi El melebihi apa pun, Hilmi tidak akan membiarkan El tergores barang hanya sedikit.

El tersenyum sesaat, "El harus memanggilmu dengan apa? Om?" kelakar El.

"Hei aku akan mengutukmu menjadi gadis cantik jika kamu benar-benar menggunakan itu," ujar Hilmi.

"Kalau begitu El memanggilmu Om saja, biar El bisa menjadi gadis cantik," goda El sambil memainkan satu alisnya.

"Kamu sudah cantik tanpa perlu di kutuk, El."

"Astaga, diamlah, El malu sekali," ujar El menutupi kedua pipinya yang memerah.

"Umm--Mas Hilmi?"

"Itu lebih baik."

"Baiklah."

"Besok berangkat ke sekolah denganku, ya."

"Siap!" sahut El antusias membuat Hilmi gemas dan mengusak rambut El pelan.

***

Dap! Dap! Dap!

"Kaila!"

Grep!

Brugh!

"Aw!" pekik Kaila ketika tubuhnya terhantam ke tanah.

Kaila membenarkan posisinya menjadi duduk dan memandang Aul yang nampak meringis pelan dan mengusapi sikunya, dapat Kaila lihat siku Aul berdarah.

"Astaga, sikumu!" ujar Kaila menarik lengan Aul untuk melihat lebih jelas lukanya.

"Lupakan lukaku, apa maksudmu dengan berdiri di tepian jembatan tadi? Mengakhiri hidupmu, Huh? Kamu pikir dengan begitu masalahmu akan selesai? Bodoh!" ujar Aul sewot dan memberdirikan tubuhnya dan mengebasi baju beserta celananya yang kotor.

"Kamu mengkhawatirkanku?"

"Tentu saja tidak, aku hanya tidak mau bertanggung jawab jika sesuatu terjadi padamu nantinya, lagian ini trotoar di jembatan tumben sekali sepi, astaga," ujar Aul tanpa menatap Kaila.

Hati Kaila menghangat, walaupun Aul menyangkal, tetapi Kaila paham jika Aul tengah mengkhawatirkannya sekarang ini.

"Walaupun aku bakal mati, kamu tidak mungkin di tanyai hal yang tidak kamu ketahui, bukan?"

Aul merotasikan matanya, "Kamu tahu sendiri kegigihan pada detektif ketika ingin memecahkan sebuah kasus pembunuhan, mereka akan menanyai beberapa orang yang sempat berkomunikasi dengan korban, sedangkan aku sempat melakukannya beberapa waktu lalu denganmu tepatnya di rumahku," ujar Aul masih mencoba untuk menyangkal.

"Tetapi ini bukan kasus pembunuhan, ini kasus bunuh diri, lalu kenapa kamu terlibat? Itu tidak masuk akal," ujar Kaila sambil mengerutkan keningnya.

Aul menghela napasnya pelan dan beranjak pergi di ikuti Kaila, keduanya berjalan beriringan, rasa putus asa yang sempat menguasai Kaila mendadak hilang begitu saja ketika melihat sedikit kepedulian Aul pada dirinya.

"Semua orang beranggapan berbeda, Kaila. Siapa tahu nanti ketika kamu hendak terjun kamu menuliskan sebuah pesan terakhir dan menyudutkan orang-orang yang sebelumnya pernah berkomunikasi denganmu sebagai pembunuh dirimu."

"Selama ini aku hidup, aku masih sadar jika aku ini manusia biasa yang banyak dosa, aku juga tidak mau menambah dosa di saat-saat terakhirku seperti yang kamu katakan tadi dengan menuduh orang sekitarku," ucap Kaila.

"Kembali ke ucapanku yang tadi, semua orang memiliki pola pikir dan anggapan yang berbeda," tutur Aul.

Aul memasuki mobilnya yang terparkir tidak jauh dari lokasi Kaila berada saat tadi, dan membuka pintu mobil sebelah kiri untuk Kaila. Kaila tersenyum dan mulai masuk ke mobil Aul. Setelah Kaila sudah masuk, Aul pergi ke seberang dan duduk di kursi kemudi. Aul menyalakan mesin mobilnya dan melajukannya dengan kecepatan sedang.

"Aku akan mengantarkanmu pulang," ujar Aul masih fokus menyetir.

"Tapi aku tidak mau pulang."

"Kamu harus pulang, Kaila, Ayahmu pasti khawatir denganmu sekarang ini, kamu tidak boleh menjadi anak yang durhaka," titah Aul.

"Aku tidak berusaha untuk menjadi anak durhaka, dan Ayahku juga tidak mungkin mengkhawatirkanku, seharusnya tadi kamu biarkan aku terjun," gumam Kaila menatap jendela mobil Aul.

"Kaila," panggil Aul lembut.

Kaila yang merasa syok dengan nada bicara Aul langsung menatap Aul tidak percaya, pasalnya, biasanya Aul akan bicara padanya dengan menggunakan nada tinggi, tapi sekarang berbeda.

"Aku tidak jago untuk memberikan kata penyemangat, jadi aku akan hanya mengatakan, Kaila adalah gadis hebat, berani serta kuat, dan aku tahu akan hal itu," ujar Aul.

Kaila tersenyum sebentar, "Aku tidak membutuhkan kata penyemangat apa pun, tapi terima kasih kamu telah menyelamatkanku, aku menjadi sadar, hidup sekali dan harus di manfaatkan dengan sebaik mungkin. Aku akan lebih berusaha untuk memperkuat bahuku," ujar Kaila lalu tersenyum lebar.














Tbc

ORCHID Where stories live. Discover now