BAG 5

32 2 0
                                    

Setelah pulang dari sekolah, El pergi ke toko kue untuk membeli sebuah kue berukuran medium.

Sesampainya di rumah, El menaruh kuenya di kulkas, dan mulai menjalani aktifitas sore seperti biasa.

Ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, El mulai mengantuk menunggu Fadhil yang tidak kunjung pulang.

Satu jam kemudian, El mendengar seseorang memasuki rumahnya. Dan sudah El tebak itu pasti Fadhil.

"Mas Fadhil sudah makan malam? El sudah buatkan makanan kesukaan Mas Fadhil, mengingat sekarang hari ...."

"Bisakah kamu diam?!" teriak Fadhil menatap El dengan tatapan tajam.

"Iya Mas, maaf," lirih El menurunkan pandangannya dan meletakan tangannya di depan.

Fadhil menghela napasnya sebentar, "Aku sudah makan, tolong buatkan secangkir teh dan antar di kamarku. Aku akan langsung mandi saja. Nanti letakkan di meja nakas," ujar Fadhil datar.

El yang mengerti hanya mengangguk paham dan Fadhil pun beranjak pergi dari sana.

Setelah kepergian Fadhil, El langsung saja membuat secangkir teh lalu di antar ke kamar Fadhil sebelum nanti Fadhil semakin marah. Setelah selesai, El kembali ke ruang makan, mengambil kue tart yang tadi El simpan di kulkas.

El meletakan kuenya di depannya, dapat El lihat penampakan kue yang sangat cantik. Dengan ukiran 'Happy Birthday'.

El menyalakan lilin angka 17 dan tersenyum simpul.

"Halo diriku, kini aku mengunjungimu lagi. Di tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya. 17 tahun yang lalu tepat di tanggal ini aku di lahirkan, tanpa diinginkan kehadirannya. 17 tahun yang lalu aku pertama kali melihat dunia, dan 17 tahun yang lalu aku yang masih tidak mengerti apa-apa di tinggal jauh oleh Ibuku, jauh sekali sehingga aku tidak dapat menjangkaunya. 17 kali kue tart kembali ku tiup lilinnya di tanggal dan di bulan yang sama. Di tahun ini, aku kembali merayakan bertambahnya usia dengan diriku sendiri, tanpa Ibu, Ayah, Mas Fahri, Mas Fadhil, hanya diriku. Keinginanku hanya satu, semoga Ibu tenang di sana dan Mas Fadhil mulai menerima kehadiranku," ujar El dengan buraian air matanya.

"Ibu, El merindukanmu, hiks," gumam El.

"Ibu, jika saja El boleh memilih, lebih baik El yang lebih dulu pergi dari pada Ibu. Selama ini El selalu memendam masalah El sendiri. Jika boleh berkata, El sangat lelah, El ingin istirahat selamanya dengan tenang. Ibu, El masih membutuhkan bimbinganmu, El sayang denganmu, tapi Tuhan lebih menyayangimu dan membawamu pulang--Ibu, hiks."

El menangis tersedu-sedu mengingat sosok Ibu.

***

Keesokan harinya,

Sesampainya di rumah, El seperti biasa membersihkan rumah dan memasak makan malam kemudian mandi.

Namun, sudah hampir larut malam Fadhil tidak kunjung pulang. Hal itu membuat El sangat khawatir akan Masnya.

El segera mengamit ponselnya dan menghubungi nomor Fadhil berkali-kali. Namun nihil, berkali-kali El mencoba menghubungi namun Fadhil tidak pernah mengangkatnya.

El menggigit bibir bawahnya merasa sangat cemas. Hingga sebuah ketukan pintu membuyarkan renungannya.

El berlari kecil memburu pintu dan membukanya. Nampak Fadhil terlihat lemas tidak berdaya di rangkul oleh teman kantornya.

"Lho, ada apa dengan Mas Fadhil?" ujar El.

"Fadhil sedang kurang vit, dari pagi juga sejujurnya wajahnya kelihatan sedikit pucat. Mungkin kelelahan," sahut pria paruh baya itu.

ORCHID Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang