BAG 11

12 2 0
                                    

El dan para teman Kaila masih mengikuti langkah kaki Aul.

"Aul lepasin tangan aku, sakit. Kamu terlalu erat. Aul lepasin!" ujar Kaila sambil berjalan mengimbangi langkah Aul. Aul tetap diam dan tidak menggubris ringisan Kaila. Hingga Aul membawa Kaila di rooftop.

"Dengar Kaila, dengarkan aku baik-baik. Aku muak dengan kelakuanmu, aku muak dengan tingkahmu, aku muak apa pun tentangmu. Maka dari itu mulai sekarang menjauhlah dariku. Buat jarak denganku, dan jangan dekati aku. Jangan recoki apa pun mengenaiku entah itu tentang tugas osisku, entah itu tentang tugas dari guru," ujar Aul serius membuat Kaila meneteskan air matanya tidak percaya.

"Aul apa yang kamu katakan?" lirih Kaila.

"Aku tidak akan mengulang apa yang telah aku katakan, pada intinya, ayo kita putus." ujar Aul seketika membuat Kaila terkejut.

"Aul," seru El di belakang Aul.

"Aul apa yang kamu bicarakan? Kamu bercanda, kan? Tidak Aul, aku tidak mau putus. Aku akan berubah untukmu, sungguh," ujar Kaila.

"Berhentilah merecoki keseharianku di sekolah. Dan semoga hari-harimu menyenangkan, semoga kamu menemukan pria yang lebih baik dari aku," pungkas Aul lalu pergi dari sana.

"Aul, aku tidak mau!" teriak Kaila melihat punggung Aul yang menghilang di balik pintu rooftop.

El menatap punggung Aul tidak percaya,

Plak!

El semakin terkejut ketika seseorang dengan tiba-tiba menamparnya, "Puas kamu?" El melirik ke arah Kaila yang menatapnya benci.

"Puas kamu menghancurkanku?!" teriak Kaila. El terdiam sesaat, pipinya memanas.

"Dasar wanita sialan, kamu merebut Aul dariku, kamu pikir kamu hebat, huh?" tanya Kaila.

"Kaila, dengarkan aku."

Plak!

Tamparan kedua mendarat halus di pipi yang sama, bahkan bercak kelima jari Kaila terpapar jelas di pipi El. El memegangi pipinya yang semakin memanas.

"Mendengarkan apa lagi? Aku muak melihat wajahmu, menyingkirlah dari pandanganku, dan enyahlah saja bila perlu!"

"Kaila."

Plak!

Tamparan ketiga membuat El tersungkur, "kamu kehilangan hak untuk berbicara, pergi!" teriak Kaila.

El masih memegangi pipinya yang terasa sangat panas, sudut bibirnya bahkan berdarah, ternyata tenaga Kaila besar juga. El memilih pergi dari sana dari pada nanti mendapatkan tamparan yang serupa.

El berjalan menjauhi rooftop, langkah kaki El membawa El ke sebuah bangku kosong yang tersedia di lorong sekolah.

El mendudukkan dirinya di sana dan merogoh tasnya untuk mengambil tissue. El menyeka darah yang terus saja keluar dari sudut bibirnya. El terkadang meringis pelan menahan perih pada sudut bibirnya.

"Padahal niatan awal hanya ingin melihat pertandingan basket Hilmi, kenapa malah jadi begini? Perih," gumam El pelan.

Dap! Dap! Dap!

"El!"

El melirik ke sumber suara, dan ternyata itu Aul dan Hilmi. Keduanya berlari kecil mendekati El.

"Kami mencarimu kemana-mana taunya ada di sini. Ada apa denganmu? Sudut bibirmu? Astaga," ujar Hilmi nampak khawatir, Hilmi seketika duduk di samping El dan menarik tissue di tangan El lalu mulai mengobati luka El dengan teliti.

ORCHID Where stories live. Discover now