-1- Rasa di Balik Tawanan

45.5K 1.7K 90
                                    

Semakin diam diriku dalam ketakutan, semakin merajalela sakitnya. Namun, semakin kuat aku memberontak, semakin melilit erat di bagian leher ini. Aku bisa mati!

-Putri Zasha-

---•••---

"Harza juga sudah dewasa Ma, Pa. Nikahkan saja kami."

Zasha duduk di lantai yang teramat dingin, sedangkan kedua orang tua lelaki itu menginterogasi dengan nada yang ketus.

"Pembantu tak tahu terima kasih! Bukannya membersihkan rumah malah tidur bersama majikan!"

Air mata Zasha menetes, pilu dan sakit berkumpul namun perlahan ia seka, tak mampu mengatakan apa-apa bahkan berucap pun ia sangat sulit, beginilah hidup di perantauan, keluarga yang tertinggal di kampung harus ia biayai meski dengan cara yang akan menghancurkan harga dirinya.

"Pulangkan saja dia ke kampung Pa."

Zasha mendongak, ia mengatupkan kedua jemarinya memohon.

"Jangan nyonya, apa yang akan saya katakan kepada Umi dan Abi, saya tak sanggup melihat kesedihan di raut wajahnya."

"Ma, bagaimana kalau dia hamil anak Harza?"

Tubuh Zasha bergetar hebat, ia menggeleng sendu namun Harza memberinya tatapan menajam, mereka tak melakukan apa pun, semua terjadi lantaran Harza memiliki satu taktik agar terbebas dari Mama Papanya, namun yang menjadi korban justru Zasha

"Gugurkan, apanya yang susah."

"Pa," panggil Harza pelan. "Harza mau tanggung jawab kok, lagipula ini juga bukan sepenuhnya salah Zasha, malam itu Harza mabuk lantaran sangat lelah dalam perkerjaan_"

"Salah dia yang tak bisa menjaga diri, bukan salahmu."

"Udah Ma, udah. Kalau Harza mau menikahi gadis ini dan mau bertanggung jawab yasudah, kita hanya perlu menikahkan mereka agar semua tak melebar ke mana-mana."

"Apa kamu mau menikahi seorang pembantu?"

Harza tersenyum sumbing, ia pandangi wajah mulus nan indah di balik kerudung biru itu lalu berucap.

"Rahasiakan pernikahan ini Ma, biarkan dia tetap menjadi pembantu di rumah dan istri di atas kertas."

Seperti kaset rusak sehingga kenangan buruk terus terputar dan berulang-ulang, kejadian sekejap mata menghantui Zasha, kebohongan dalam hidup seolah menyeruak dan muncul seperti mimpi buruk.

---•••---

"Mbak, gak usah capek-capek masak, toh aku setiap hari membawakan Mas Harza makanan lezat, iya kan, sayang?"

"Nara, Zasha kan pembantu, biarkan saja dia memasak, mungkin untuk dia makan sendiri."

"Kenapa pembantu duduk di meja makan bareng kita coba?"

Zasha menghentikan aktivitasnya menyuap, ia letakan sendok yang semula berada di tangan lalu memandangi wanita cantik berpoles bedak tebal dan pakaian tipis itu dengan lekat, duduk mereka bertiga namun seolah dirinya yang jadi selingkuhan.

"Kamu mau aku duduk di lantai?"

"Iya, tolong biarkan aku dan suami mbak menikmati makan tanpa melihat wajah Mbak Zhasa, boleh?"

Zasha tergelak tipis, ia sempat memperhatikan wajah sang suami yang masih setia memakan masakan enak dari selingkuhannya, sedangkan ikan dan sayur kangkung yang senantiasa menjadi kesukaan Harza terbengkalai tak tersentuh.

Rasa di Balik TawananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang