F.R.I.E.(N).D.(S) #5

158 17 2
                                    

Kondisinya sudah mulai membaik. Dan kini Noura terlihat sedang duduk di sebuah taman yang berada tepat di depan kamar yang ia tempati.

Di tengah-tengah taman tersebut, disusun dengan sedemikian rupa beberapa batu besar hingga menyerupai tempat duduk. Dan Noura duduk pada salah satunya. Ia yang masih mengenakan pakaian pasien juga tiang infus yang setia berada di sisinya, sedang mencari udara segar.

Jemarinya iseng memainkan rumput liar yang dibiarkan tumbuh oleh pihak rumah sakit. Ia mencabuti—memuntirnya hingga patah. Noura melakukan itu beberapa kali, tanpa sadar.

Sementara ia melakukan itu, otaknya terus berputar. Berpikir keras. Sesuatu mengganjal hatinya, dan Noura tidak bisa mengabaikan insting tersebut. Dirinya yakin, jika sesuatu memang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.

"Hey, Nou," sapa Rami yang berjalan mendekatinya dan duduk berhadapan dengannya.

"Hey, Ram. Aku kira kamu sudah pulang," katanya tanpa melihat ke arah Rami.

"Belum. Aku akan pastikan kamu keluar dari sini lebih dulu. Baru aku pulang."

Pria itu belum pernah sekalipun meninggalkannya. Selama proses pemulihannya, Rami selalu berada di sampingnya. Well, walaupun ketika terlelap ia tak tahu apakah Rami benar-benar bersamanya atau tidak. Namun, yang jelas pria itu selalu ada di sampingnya ketika ia tersadar.

Lean bilang, seringnya Rami minta dibawakan pakaian ganti. Dan, Lean adalah satu-satunya orang yang dapat akses keluar masuk apartemen Rami dengan bebas.

Sementara itu, Diola. Perempuan itu kerap datang dan pergi. Terkadang bergantian dengan Lean untuk menjaganya—mengurusi setiap keperluannya. Dan kadang juga Noura perhatikan sahabatnya tersebut berbicara terlalu intim ketika bagiannya berjaga bersama Rami.

Entahlah... Pemikiran tersebut selalu menggelayuti benaknya. Menjadi perhatiannya dalam beberapa hari ini. Tapi, tak menutup kemungkinan jika hal tersebut hanya sekedar perasaan kelewat khawatir. Noura hanya sedikit terlalu berlebihan.

Perempuan itu dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku, Ram. Aku mohon jangan lagi."

Rami terdiam, ia bahkan tak sanggup berkata apapun. Pergi? Meninggalkan? Siapa yang pergi dan siapa yang meninggalkan di sini?

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan, lebih merapat dengan Noura. Lalu, ia segera mengamit tangan Noura. Dan membelainya tepat di atas punggung tangannya.

"Selama kamu di sini, aku belum lihat Thomas sama sekali. Ke mana dia?" tanya pria itu mengalihkan pembicaraan.

Noura memutar kedua bola matanya. "Aku kabur darinya."

Suara desisan keluar dari sela-sela gigi Noura. Dapat diartikan sebagai nada kebencian. Ya, ia sudah terlanjur membenci pria 'ringan tangan' tersebut.

"Well, aku nggak tahu dan aku nggak peduli. Lagi pula, sejak insiden kemarin, aku selalu bertanya tentang perasaanku yang masih tersisa untuknya. Dan ternyata, itu tidak ada."

"Dia yang menyebabkan kamu seperti ini, Nou. Kenapa tidak datang dan—"

"Biarkan saja, Ram. Lebih baik dia tidak tahu sama sekali di mana aku saat ini. Aku ingin pergi sejauh mungkin. Setelah ini aku benar-benar akan mengakhiri hubungan kita."

"Kamu tetap ingin membatalkan pernikahan kalian?"

"Jangan tanyakan hal itu lagi, Ram!"

"Why?"

"There's someone else who I really love," ucap Noura sembari menguatkan genggaman tangannya. "I love you."

***

Rami mendengarnya dengan jelas. Kalimat itu bagai sebuah galah yang menembus gendang telinganya. Kalimat itu yang selalu ia dambakan. Setidaknya, sebelum Noura memutuskan untuk berpisah dengannya.

"Please, just stay with me. I know your feeling, Ram."

Pria yang duduk di hadapannya itu terpaku. Tangannya yang masih terkait dengannya, terasa dingin. Tatap matanya pun sporadis, tidak menatap langsung manik mata Noura. Sepertinya pria itu memang berusaha menghindarinya.

"Kenapa diam, Ram?"

Pria itu kemudian terkesiap. Ia mau tak mau menatap kembali wajah Noura. Menelaah setiap jengkal wajah cantiknya—bernostalgia dengan masa lalu keduanya. Andai saja ia tak pernah dipertemukan dengan perempuan itu sebelumnya. Pasti perasaan itu takkan tumbuh. Tak akan pula dirinya terjerat dengan kisah asmara yang mengharuskannya menjadi orang ketiga dalam hubungan Noura dan Thomas.

Rami menghela napas. Pria macam apa yang dengan bodohnya bersedia menjadi seorang selingkuhan? Dan parahnya lagi, pria itu adalah dirinya.

Pria itu tersenyum tidak simetris. Dan Noura tak tahu apa artinya itu.

Di sisi lain, debar jantung Noura berdegup semakin kencang. Ia bahkan yakin jika tak hanya dirinya, tetapi Rami juga dapat mendengarnya. Dalam hati ia memohon, memanjatkan sebuah doa. Agar pria itu membalas pernyataannya tadi dengan kalimat yang ingin sekali ia dengarkan. Kata-kata yang dulu kerap pria itu ungkapkan untuk memujanya. Setidaknya, bukan sebuah penolakan.

Namun, setelah beberapa jenak berselang. Tak satu pun kalimat keluar dari mulut Rami. Pria itu perlahan melepaskan genggaman tangannya. Dan dalam sekejap ekspresinya berubah menjadi lebih serius. Ia menundukkan kepalanya.

Detik terlama dalam hidupnya, kini tengah Noura lewati. Sementara ia mencoba mengatur irama debar jantungnya. Perempuan itu membuat dua buah bogem dengan kedua tangannya.

Setelah lama terdiam, akhirnya Rami mulai mengangkat kepalanya. Benar-benar menatap Noura. Lalu, ia tersenyum penuh misteri pada Noura. Sembari melakukan itu, Rami kembali meraih tangan Noura dan menggenggamnya. Lalu, ia memberanikan diri untuk menariknya untuk kemudian ia kecup.

Luar biasa. Hanya dengan sebuah kecupan seperti itu, rasa hangat menjalar hingga ke dalam dadanya begitu saja. Bagaimana pria itu sanggup melakukannya?

Tuhan, aku mencintainya. Gumam batin Noura.

Sebuah harapan baru muncul. Keputusannya untuk membatalkan pernikahan itu sepertinya pilihan yang tepat. Ia dan Rami akan kembali merajut kasih, memulainya lagi dari awal. Seperti dulu. Kali ini tanpa perlu melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Air matanya meluruh seketika. Noura tak bisa menahan tangisnya pecah. Ya, impiannya selama ini untuk bersanding dengan orang yang benar-benar ia cintai dengan tulus akan terwujud—menepikan obsesinya menjadi menantu tunggal seorang konglomerat dengan cara menikahi Thomas sang CEO.

Rami menarik napas dalam-dalam. Ia kemudian beringsut, mendekat pada perempuan itu. Rami mengulurkan sebelah tangannya demi merangkul Noura. Lalu membawanya ke dalam dekapan pria itu. Benar-benar seperti adegan dalam drama romantis!

Dengan meletakkan dagunya di atas puncak kepala Noura, pria itu akhirnya memberikan respon atas pernyataan Noura sebelumnya.

"Kamu tidak sepenuhnya tahu bagaimana isi hatiku saat ini, Nou."

BAM!!! Kepalanya terasa seperti menghantam benda keras kala mendengar jawaban pria itu. Terdengar seperti kebalikan dari apa yang ia ingin dengarkan.

###

F.R.I.E.N.D.(S) ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang