(F).R.I.E.N.D.(S) #2

309 22 4
                                    

Sebelah alis Rinka terangkat. Ia kebingungan saat dibawa Rano keluar dari hotel. Rinka tidak ingat kalau laki-laki itu akan mengajaknya makan malam di luar hotel.

"Loh, kita mau ke mana, Ran?"

Rano menoleh sebentar lalu kembali menatap lurus ke depan, berkonsentrasi pada kemudinya. "Makan malam. Mumpung kita ada di Solo, nggak ada salahnya kan kita jalan-jalan?"

Tour POJ, 'Arround The Java' sudah berlangsung selama enam bulan belakangan. Dan kini giliran Kota Solo yang mereka sambangi.

Tahun kedua POJ memang membutuhkan tenaga ekstra lebih. Pasalnya, setelah album POJ meledak di pasaran, jadwal manggungnya juga semakin padat. Barulah mereka akan bisa bernapas lega setelah tour terakhir yang di helat di Kota Bandung selesai.

"Mr. Stanley nggak marah kamu pinjam mobilnya seperti ini?" tanya Rinka yang sekarang mulai pasrah dengan perlakuan Rano.

"Aku sudah minta izin. Tenang saja, aku janji malam terakhir kita di sini pasti akan berkesan."

Kedua bola mata Rinka berputar. Ia hafal betul perangai laki-laki yang ada di sebelahnya itu. Dia bisa melakukan apapun demi kepentingannya sendiri. Sekali pun harus merayu habis-habisan produser bandnya sendiri, untuk meminjam mobil miliknya.

Hampir setengah jam mereka berkeliling Kota Solo tanpa sekali pun menepi, membuat Rinka mulai kesal dengan permainan Rano. Bukan hanya itu, gerak-gerik Rano sejak awal keberangkatan mereka pun membuat Rinka menjadi curiga dengan apa yang dia inginkan.

"Mau sampai kapan kita berputar-putar nggak jelas gini, Ran? Aku capek, nggak ada waktu buat main-main."

Laki-laki berambut gondrong itu tak bergeming. Ia sibuk dengan kemudinya. Rinka menarik napasnya dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya yang mulai tersulut emosi.

"Rano, berhenti! Aku mau turun. Sekarang."

Bahkan penekanan di akhir kalimat Rinka, pun tak membuat Rano dengan begitu saja mengeluarkan suaranya. Laki-laki yang memakaikan kacamata di atas kepalanya guna menghindari pandangan matanya dari poninya yang panjang itu, masih menatap lurus ke jalanan.

"Antar aku ke hotel, atau aku turun sekarang!" ancam Rinka yang mulai ambil ancang-ancang dengan menarik handle pintu mobil.

"Oke-oke. Kita akan turun sekarang."

Rinka kembali membetulkan posisi duduknya, bersiap keluar dari keadaan yang mulai tidak kondusif lagi untuknya.

Mobil sedam hitam tersebut akhirnya menepi, tepat di belakang dua buah patung raksaksa. Patung pemanah dan patung pembawa obor. Letaknya persis di depan pintu masuk Stadion Manahan, Solo.

"Stadion Manahan? Mau ngapain kita malam-malam ke sini, Ran? Main bola?"

Rano lebih dulu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Rinka yang masih kebingungan. "Ayo, turun."

Kedua mata Rinka mengerling, memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Tidak begitu ramai, namun juga tidak begitu sepi. Mungkin karena ini bukan akhir pekan, sehingga terlihat sedikit renggang. Hanya ada beberapa warga lokal yang sedang duduk-duduk di bawah patung, dan juga turis asing yang asyik berfoto di bawah patung berwarna tembaga tersebut.

"Seriously? Kamu bilang tadi, mau ajak aku makan malam, kan?"

"Iya, aku akan tepatin ucapanku. Tapi, aku mohon, kamu diam dan turuti semua perintahku."

Mulut Rinka sedikit terbuka. Mengatur adalah tugasnya, bukan? Mengapa justru kini ia yang diatur oleh Rano? Salah satu anggota band POJ, band yang ia manajeri.

F.R.I.E.N.D.(S) ☑️Where stories live. Discover now