Part 57

2.2K 285 31
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Saat kamu terjatuh, bangkitlah. Karena roda kehidupan akan terus berputar meski kadang lingkarannya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

~Into Divine Love

Karya : Syahda Khairunnisa ~





♥♥♥

















730 hari kemudian...

Florence, Italia.

Menjalani kehidupan yang baru dengan lingkungan yang baru cukup menyenangkan. Sejenak aku melupakan tentang semua rasa sakit yang pernah kurasakan di lingkungan yang lama. Sunyi, tapi damai. Itu yang kurasakan. Sudah dua tahun aku di sini. Di rumah Nenek yang dulu sempat menjadi tempat Papa untuk pulang. Tempat yang paling nyaman tentunya.

Dua tahun aku tinggal di Florence, sebuah kota di Italia di mana menyimpan wisata bersejarah. Itu karena kota ini dikenal sebagai tempat kelahiran Renaissance, tidak heran jika aku akan menemui karya seni atau bahkan desain arsitektur yang menakjubkan. Kota yang mempesona ini terletak di sepanjang Sungai Arno dan jembatan Ponte Vecchio yang membentang di atasnya adalah salah satu pemandangan paling terkenal di Florence.

Selain karya seni dan tempat bersejarah, kota ini juga dipenuhi dengan kafe dan restoran yang menghadap ke bebatuan kuno, serta surga untuk berbelanja. Dan jangan lupa, aku sudah berulang kali mencicipi masakan Tuscan yang mewah.

"Alda, Mama ada urusan keluar sebentar. Kamu gak masalah Mama tinggal?" seorang ibu paruh baya yang sangat aku sayangi tengah menyampirkan tas lantas menyambar kunci mobil.

Aku menggeleng pelan. "Gak papa kok, Ma. Alda udah bukan anak kecil lagi," jawabku bercanda.

"Kalau belum menikah, itu artinya kamu masih kecil. Masih tanggungan Mama."

Aku tersenyum sekilas dan terdiam. Menikah? Mendengar kata itu rasanya aku ingin cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. Apa itu semacam trauma? Ntahlah, mungkin terdengar lebay. Tapi intinya aku tidak ingin mencintai seseorang terlalu dalam jika hanya menimbulkan luka.

Bicara soal 'gagal menikah', aku tidak tahu apapun lagi tentang Kak Arland. Apa pria itu sudah menemukan cinta sejatinya? Dan sekarang mungkin sudah punya pasangan atau bahkan keturunan? Sudahlah, aku tidak peduli. Semenjak ia memutuskan hubungan kami, aku dan Mama memutuskan untuk pergi ke Itali. Sekaligus mengunjungi makam Papa. Ternyata Kakek sudah meninggal dua bulan sebelum Nenek pergi. Dan rumah ini ditempati oleh kami bertiga sekarang. Aku, Mama, dan Tante Adriana.

"Ikut Mama, yuk. Kali aja ada laki-laki yang lihat kamu terus tertarik dan ajak nikah. Ingat umur, Da. Sekarang udah berapa? Mau sampai kapan begini terus? Udah dua tahun, masa belum bisa move on?" goda Mama sembari menaikkan satu alisnya. Percayalah, kalau Mama sudah begini tidak lebih dari Yani yang dulu suka sekali menggodaku.

"Atau lagi nunggu bule dari Amerika itu pulang?"

"Ma, please!" kataku kesal. Ujung dari aksi menggodanya pasti tentang pria itu. Aku mengerucutkan bibir seraya menggembungkan pipi. Tapi kalau boleh jujur, aku selalu berharap di manapun pria itu berada sekarang, semoga selalu bahagia dan istiqomah mempertahankan sesuatu yang memang sudah seharusnya dipertahankan.

"Iya, Mama bercanda. Tapi bener 'kan?"

Nah, mulai lagi 'kan...

"Enggak, Mama. ENGGAK!" aku menekan kata 'enggak'.

Into Divine Love (END) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt