Part 27

2.3K 307 14
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Semua orang punya masa lalu. Jangan pernah menilai seseorang buruk karena masa lalu yang buruk. Semua berhak menentukan pilihan hidupnya masing-masing.

~Into Divine Love

Karya : Syahda Khairunnisa ~

♥♥♥








Kepalaku rasanya mau pecah melihat semua ini. Nazran gila ditambah perempuan yang sama-sama gila. Dari radius belasan meter, kereta melaju dengan cepatnya. Tanpa membuang waktu lagi aku menarik tangan perempuan itu dengan secepat kilat. Dia tampak sangat terkejut dengan apa yang kulakukan. Detik berikutnya, kereta melintas menimbulkan bunyi yang begitu mendengung di telinga. Suara yang timbul dari gesekan antara roda dengan rel. Mungkin jika aku telat sedikit saja perempuan itu sudah lewat.

Angin yang berhembus bersamaan dengan kereta yang lewat menyingkap kerudungku. Aku buru-buru memperbaiki agar auratku tidak terlihat. Tatapan perempuan itu kosong, ia seperti tengah bermimpi. Kemudian matanya beralih menatapku.

"Gue masih hidup? Kenapa lo tolong gue?! Gue mau mati aja!" ucapnya memberontak. Aku memutar bola mata malas, kereta akan melintas sekitar sekitar setengah jam lagi. Dan saat ini kewajibanku sudah selesai. Dan jika dia mau mencoba bunuh diri lagi, yang terpenting aku tidak melihatnya. Lelah menghadapi orang-orang aneh seperti mereka.

"Mau mencoba mati lagi, Mbak? Silakan tunggu setengah jam lagi. Biasanya sih di daerah sini banyak begal dan kasus pemerkosaan. Saran saya mah hati-hati aja. Saya capek. Saya pulang duluan, ya. Paling besok Mbak akan viral. Saran saya, buat surat wasiat saja sebelum meninggal. Saya pulang, ya. Mas, diurus 'calon istrinya'. Assalamu'alaikum," ucapku menatap Nazran sekilas sambil menekan kata 'calon istri', aku buru-buru pergi sebelum singa bangun.

Aku bersyukur tidak menjadi orang kaya. Karena banyak orang kaya yang tidak bahagia. Setelah pencapaian mereka untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya sudah selesai, lantas tujuan berikutnya apa lagi coba? Masing-masing pribadi sih menurutku. Seperti perempuan itu, aku tahu dia orang kaya. Setara seperti Nazran pastinya. Ketika tujuannya untuk mendapatkan Nazran tidak tercapai, pikiran dangkalnya mengatakan untuk mengakhiri hidup saja. Padahal hidupnya tidak akan baik-baik saja setelah itu.

"Hey, tunggu!" aku menoleh ke belakang saat mendengar suara seseorang yang menyuruhku berhenti. Nazran setengah berlari mengejarku.

"Mana dompet saya?" tanyanya menagih. Aku menepuk jidat. Lupa jika dompetnya masih denganku.

"Ternyata orang kaya seperti Anda masih menagih dompet jelek seperti ini. Nih," balasku sambil menyerahkan dompet miliknya. Aku kembali melanjutkan langkah menuju parkiran supermarket. Dia ternyata mengikutiku irama langkahku juga. Aku sedikit menjauh dan mempercepat langkah.

"Kenapa kau mau repot-repot menolong wanita gila itu?" tanyanya tiba-tiba. Aku menoleh sekilas.

"Anda juga gila. Membunuh diri dan membunuh orang adalah perilaku yang sangat tercela dan sangat hina. Pikiran dangkal. Seperti orang tidak berpendidikan. Coba Anda bayangkan berada di posisi mereka. Orang-orang yang Anda bunuh juga punya hak untuk hidup. Mereka punya hak untuk melanjutkan hidup. Dan Anda? Yang bukan Tuhan, bukan membiayai hidup mereka, seenaknya mengakhiri hidup mereka. Di mana pikiran Anda? Apa Anda tidak berpikir seribu kali untuk bertindak kriminal? Dan dengan segala fasilitas juga uang yang Anda miliki, Anda bisa sesuka hati membungkam semua media atas tindakan jahat Anda," kataku panjang lebar. Kapan lagi bisa menceramahi pria ini? Kami masih berjalan, dia diam tidak menimpali ucapanku.

Into Divine Love (END) Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon