Part 50

2.4K 302 41
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kenapa masih mencoba bertahan padahal tahu kalau ini menyakitkan? 

~Into Divine Love

Karya : Syahda Khairunnisa ~





♥♥♥













Sore kian sempurna meninggalkan warna oranye menjadi jingga, dan beberapa menit lagi akan berubah menjadi hitam. Karena sikap Nazran yang keras kepala dari lahir, dia tidak ingin pulang dan akan tetap kesana. Akhirnya aku meninggalkan mereka di sana. Intinya dia sudah tidak apa-apa. Dan sekarang, tidak tahu mereka akan tetap pergi ke New York atau tidak. I don't care.

Langkahku tercekat kala melihat ruangan rapat tadi kosong. Bodoh, Alda! Ya jelas kosong. Kak Arland pasti sudah ke kantor, atau bahkan sudah pulang.

Dari restoran aku langsung ke kantor, sampai di sana semuanya sepi. Para karyawan sudah pulang dan menyisakan keheningan dan kegelapan di sini. Aku menaiki lift menuju lantai atas di mana ruanganku berada. Lampu otomatis menyala saat aku membuka pintu.

Meja Kak Arland kosong. Tapi jas dan kunci mobilnya masih ada di sana. Apa ia masih di kantor? Tapi di mana?

Akhirnya aku duduk di kursi putar sambil memijit kening yang tiba-tiba berdenyut. Pikiranku benar-benar kacau. Semuanya berantakan hanya karena perasaan khawatir yang tidak bisa dikendalikan. Beberapa menit kemudian, Kak Arland muncul di depan meja kerjaku lalu ...

BRAK!

Kak Arland melemparkan kertas-kertas yang aku print tadi tepat di depanku dengan satu hentakan keras. Mataku mengerjap, mencoba menyadarkan diri kalau ini hanya mimpi. Sekalipun tidak pernah aku melihatnya bersikap seperti ini.

"Apa susahnya mencetak resume?! Kemarin kamu izin karena katanya ada acara mendadak di saat rapat penting. Sekarang, kamu malah salah print resume yang saya suruh. Malah ini adalah rapat yang sudah saya rencanakan jauh-jauh hari berharap semuanya berjalan sempurna. Lalu tadi? Seenaknya kamu pergi saat persentase mau dimulai. Besok apa lagi?!"

Aku tersentak kala Kak Arland meninggikan suaranya.

"Serumit apapun masalah kamu, jangan pernah dibawa di kantor. Kamu tahu sendiri ini meeting yang sangat penting! Kalo kamu nggak bisa kompeten sebagai sekretaris, bilang! Masih banyak orang di luar sana yang bisa menggantikan posisi kamu!" Aku menahan diri untuk tidak menangis ketika mendegar bentakannya.

Kak Arland pergi ke ruangannya dengan wajah merah padam sembari menyambar jas dan kunci mobil. Jelas Kak Arland akan sangat marah. Ia tidak pernah main-main dengan pekerjaannya dan aku malah merusak presentasinya hari ini. Padahal resume itu Kak Arland buat saat di Bandung menghadiri seminar dua hari lalu.

Aku memijit kening yang tiba-tiba berdenyut-denyut dengan sangat hebat. Mengatur napas dan menata kembali pikiran sebaik mungkin. Semua itu membuat sesuatu tercekat di tenggorokan. Sesak. Menangis dalam kondisi seperti ini tidak akan bisa menyelesaikan masalah dan justru membuat semuanya semakin kacau. Kutahan sekuat tenaga agar air mataku tidak meluap, tapi sekuat aku menahan, semudah itu pula cairan bening itu lolos membanjiri wajah hingga menganak sungai di kedua pipiku.

Aku menangis sendirian sambil menutup wajah, ingin menjerit. Berteriak. Rasanya sangat sesak. Hanya dibentak sudah membuatku seperti ini. Tapi Kak Arland tidak salah sama sekali. Semua ini memang salahku. Benar katanya, aku tidak kompeten dan profesional.

Into Divine Love (END) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz