Part 32

2.1K 270 15
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Jika syarat mencintai adalah pertemuan, bagaimana kau tahu nikmat perihnya kerinduan?

~Into Divine Love

Karya : Syahda Khairunnisa ~







♥♥♥











Karena kondisi Nazran yang tidak stabil, rapatnya tadi pun berantakan. Jadi yang menang tender kali ini adalah Kak Arland. Aku yakin Nazran menyalahkan dirinya sendiri. Karena selama menjadi sekretarisnya, dia tidak pernah seberantakan ini dalam presentasi. Selalu perfect tanpa kendala sedikitpun. Mungkin karena PTSDnya kambuh, dia jadi tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Selesai shalat, aku memiliki kebiasaan duduk termenung beberapa menit di teras Masjid sambil memakai sepatu. Menikmati kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan. Hingga tanpa sadar ada sekretaris Nazran yang baru duduk di sampingku.

"Assalamu'alaikum, salam kenal. Senang bertemu denganmu. Perkenalkan nama aku Hanin Rayhana Syahira. Panggil aja Hanin," ucapnya seraya menjulurkan tangan hendak berjabat.

Aku menjawab salamnya sambil tersenyum tipis dan menyambut uluran tangannya. "Alda Shafana Almahyra. Panggil aja Alda," kataku. Dia sangat manis dan sopan, lembut dan menjaga muru'ahnya sebagai seorang wanita muslimah. Mendadak aku jadi insecure melihatnya.

"Owh, Alda. Semoga kita bisa berteman dengan baik. You are beautiful and kind. Can we be friends?"

"Of course."

Dia memakai kaus kaki di sampingku, sontak aku melihatnya dengan tatapan aneh. Dia seperti sangat kesulitan. Tapi aku mengalihkan pandangan melihat Kak Arland yang sedang bercerita dengan Mr. Hendra di bawah pohon Pinus. Melihatnya fokus seperti itu membuat hatiku berdesir. Lagi-lagi aku harus mengalihkan pandangan.

"Kamu siapanya Pak Nazran?" tanyanya tiba-tiba. Aku menoleh dengan alis yang hampir bertaut. Why did she suddenly ask like that?

"Hanya sebatas rekan kerja," jawabku singkat.

"Seperti itu. Ah, ya. Apa kita bisa bertukar nomor? But, jika kamu mengizinkan," katanya, aku mengetik nomorku di ponselnya. Wanita bernama Hanin itu mengucapkan terima kasih dan pamit karena ada urusan mendadak.

Matahari kian naik bersamaan dengan jam dua belas lewat, siang ini cuaca cukup cerah. Kak Arland mengajakku pulang dengan sopirnya. Di dalam mobil hening. Kami sibuk dengan urusan masing-masing. Sebenarnya yang sibuk hanya Kak Arland. Dia sangat fokus terhadap tab yang berisi grafik dan data-data perusahaan. While me? Sibuk dengan pikiran-pikiran aneh yang bercabang kemana-mana.

Tiba-tiba ponselku bergetar sebentar. Sengaja mode getar karena tidak ingin ada yang mengganggu saat rapat tadi. Sebuah pesan dengan nama pengirim My love ♥

Sayang. Ini waktunya makan siang. Jangan sampai telat makan. Tadi di tas kamu udah Mama masakin sayur tumis kangkung sama tempe goreng. Mama gak mau kamu sakit.

Bibirku tertarik ke atas saat membaca pesan dari Mama. Selalu saja seperhatian ini, bahkan waktunya makan saja selalu diingatkan karena putrinya yang aneh ini selalu lupa kalau urusan makan. Sudah kukatakan, kalau cinta pertamaku adalah Mama. Mama yang pertama kali mengenalkan padaku makna cinta yang tulus seperti apa. Lantas, bagaimana bisa dulu orang Jepang mempunyai tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan? Mereka yang dibuang adalah orang tua yang sudah tidak berdaya sehingga tidak memberatkan kehidupan anak-anaknya.

Into Divine Love (END) Where stories live. Discover now