BAB 7 : Teman Sekelas Baru

Mulai dari awal
                                    

“Ghaitsa, ayo masuk! Udah bel!” panggil Yezira setengah menyeru seraya mengulurkan tangan padanya.

Untuk beberapa sekon Ghaitsa terpaku, dia membisu bersama tubuh membeku. Terbuai dalam genangan berpikir di benaknya dan gelenyar aneh yang merangsek dari dada menuju setiap jengkal kulit. Ghaitsa mengernyit sama, merasakan pendaran aneh sekaligus janggal pada dirinya sebelum menarik napas guna menenangkan diri dan menyambut uluran tangan Yezira.

“Iya.”

Joanna merangkul Ghaitsa kemudian. “Kalau nanti ketemu lo wajib lempar batu bata ke kepala dia, oke?”

Ah, satu manusia psikopat lagi.

Hidup ini ternyata tidak jauh-jauh dari aneh dan lebih aneh berbalut hal-hal gila, periodt.

Selaku wali kelas 10 MIPA 4, Bu Hana menjabarkan beberapa peraturan inti sekolah. Mulai dari seragam yang harus lengkap dengan semua lambang Atraxia kemudian laki-laki wajib menjaga rambutnya agar tidak panjang melebihi batas yang telah ditentukan. Lalu, perempuan tidak diperkenankan memakai riasan tebalㅡsecukupnya saja, sesuai jenjang pendidikan mereka yang merupakan murid SMA. Dan sangat tidak dianjurkan mengenakan pernak-pernik emas yang menonjol agar tidak memancing pelaku tindak kejahatan. Selebihnya tidak ada yang perlu Ghaitsa khawatirkan. Toh, dia bukan tipe-tipe gadis yang suka berdandan bila tak diperlukan.

Nah, untuk perangkat kelas. Bu Hana memberlakukan sistem satu bulan untuk sementara waktu sampai mereka mengenal karakter teman sekelas masing-masing. Salah satunya, Kanaya dipercaya menjadi bendahara lantaran dianggap mampu "menjinakkan" orang-orang yang mandet nantinya.

Elbara dipilih menjadi ketua kelas sementara lantas berdiri dan mengikuti titah Bu Hana untuk datang ke ruang guru. Sebelum wanita tersebut berujar, “Kalau kalian butuh bantuan apapun. Silakan temui Ibu di ruang guru, kalau tidak ketemu juga dan urusannya mendesak. Bisa hubungi Ibu dengan menimbang jam-jam tertentu, ya. Nomor-nomor guru ada di website resmi sekolah. Kalian bisa akses dengan nomor ID KTSA.”

*Kartu Tanda Siswa Atraxia.

“Baik, Bu.”

Bu Hana dan Elbara resmi meninggalkan kelas. Sepersekian sekon kemudian Kanaya berdecak tidak suka. “Emang gue segalak itu sampe dipilih jadi bendahara, ya?”

Err, bagimana cara Ghaitsa menjawab pertanyaan tersebut?

Yezira menepuk-nepuk puncak kepala temannya tersebut. “Nggak papa, 'kan, lo di SMP juga tiga tahun berturut-turut jadi bendahara, Ya.”

“Eh, kalian satu SMP?” tanya Ghaitsa kaget. Irisnya melebar menerima informasi baru tersebut.

Si gadis pemilik manik tajam tersebut meloloskan tawa dan menyahut setelah menyandarkan punggung pada kepala kursi. “Iya, malah satu kelas mulu dari kelas 7 sampai sekarang. Heran sebenarnya tapi nggak papa, deh. Nggak susah-susah nyari temen juga,” jelas Yezira geli. “Nah, Kanaya selalu jadi bendahara, nggak pernah ke ganti-ganti. Padahal anaknya udah ngamuk-ngamuk minta dituker tapi wali kelas nggak mau. Terus sekarang ke pilih lagi, nih.”

“Bete banget gue, anjir! Gue acak-acak juga tadi yang milih gue. Spill semua nama anak-anak kelas, gue belom hapal. Biar gue tandain satu-satu muka mereka.” Kanaya menggebrak meja menggunakan kepalan tangannya dengan emosi membara. “Telat semenit doang bayar kas, gue silet badannya. Awas aja!”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang