"Aku nggak marah, Bas... Beneran. Nggak usah dipikirin banget, pake repot-repot beliin minuman segala. Mending duitnya kamu tabung buat biaya fotocopy materi kuliah atau ngeprint tugas."

"Iya, tapi ini diminum ya, teh. Soalnya sayang udah dibeli, ngantri juga tadi." Abas menggeser gelas ke dekat Ayu.

Ketiga cewek di depannya itu langsung tergelak, "Masa Ayu doang yang dibeliin, gue mana?" Sambar Dhiska.

"Berarti lo harus keseleo dulu, Dhis." Balas Ayu.

Ia mengambil es coklat pemberian Abas dan menyeruputnya sedikit, "Ya udah sana balik aja. Nggak enak diliatin orang-orang. Ini coklatnya aku minum ya."

Abas mengangguk, langsung kembali ke tempat duduknya awal. Dhiska dan Wina hanya menggeleng pelan melihat kelakuan Abas.

---

Semua panitia sudah berkumpul di aula demi menyaksikan pemutaran video audisi band yang akan dinilai dari juri. Penilaian akan dilakukan oleh band dari alumni yang namanya sudah cukup terkenal. Beruntung Ajun mendapat koneksi juri ini secara cuma-cuma, jadi anggaran untuk pengeluaran tidak perlu dihabiskan terlalu banyak untuk audisi band ini.

Disaat yang lain sibuk bersorak karena tidak sabar, Ayu masih harus membereskan meja-meja yang ia geser, dibantu oleh Abas dan Dhiska.

Abas sudah menurunkan layar proyektor dan menyalakan infocus di depan. Dhiska membereskan kursi-kursi dan Ayu bertugas menggeser meja. Wina sudah membuka acara dan semua bertepuk tangan ketika penampilan pembuka dari video sudah dimulai.

Para panitia bertepuk tangan begitu mereka menyaksikan band yang menjadi jagoan dan ikut bernyanyi ketika lagu yang dibawakan lagu yang cukup terkenal.

Ayu menyenderkan punggungnya di pintu, mengipas lehernya yang bercucuran keringat dengan tangan. Menggeser meja membuat ia kelelahan dan kehabisan tenaga. Dhiska dan Abas bergabung dengan Ayu, mereka juga nggak kalah capeknya, bahkan nafas mereka yang terengah-engah terdengar begitu jelas.

"Ini udah penampilan ke berapa sih?" Tanya Dhiska dengan nafasnya yang terputus-putus.

"Nggak tahu teh." Timpal Abas, ia sibuk mengusap keringat dengan lengan kausnya.

"Lo mau liat Brian nggak, Yu?" Dhiska menoleh ke arah Ayu yang terlihat sudah nggak bertenaga.

"Pengen... Tapi penuh banget di depan. Liat dari sini aja deh."

Tangan Ayu menepuk pipinya yang mulai basah karena keringat, rambutnya yang tadinya sudah rapi ia ikat kembali berantakan lagi.

"Bas, kenapa pada ngos-ngosan begini?" Ajun tiba-tiba datang dari luar, disusul Aga dan Haidar yang juga ikut masuk.

"Jun, maneh teh kamana wae? Tah tingali, aing ngabereskeun meja jeung kursi sareng teh Ayu sama teh Dhiska, kasian atuh ini awewe disuruh geser yang berat-berat." Balas Abas.
*Lo tuh kemana aja? Tuh liat, gue ngeberesin meja sama kursi bareng teh Ayu sama teh Dhiska, kasian atuh ini cewek disuruh geser yang berat-berat.

"Oh, iya... sorry banget gue tadi harus ke ruang pembina. Sorry banget mbak Ayu sama mbak Dhiska."

Ayu dan Dhiska langsung merosot terduduk di bawah karena terlalu lelah. Mereka sudah nggak sanggup lagi menonton pemutaran video audisi band, keempat mata itu menatap punggung orang-orang dengan pikiran kosong. Yang Ayu pikirkan hanya, ia lapar dan haus, butuh angin segar juga. Saking banyaknya orang di ruangan membuat hawa semakin pengap.

"Selanjutnya, pemutaran video band dari Enam Hari!" Wina membawakan acara dengan semangat, "Nah Enam Hari ini band yang semua anggotanya berasal dari UNPAF, kampus kita sendiri, band mereka baru dibentuk dua bulan yang lalu, dengan anggota Jefan, Satria, Kaffa, Brian, dan Wildan."

point of viewWhere stories live. Discover now