Skripsi

244 36 2
                                    

Akhirnya hari ini Saras Yudisium setelah berjuang dengan skripsinya. Tahun ini memang tahun terberat bagi Saras. Ia berjuang menyelesaikan skripsinya di tengah-tengah masalahnya dengan Shaka. Terlebih lagi, Saras yang harus berkonsultasi ke psikiater karena trauma akibat kekerasan yang dilakukan oleh Shaka. Tapi, Saras mampu melewatinya. Ia mampu menguatkan dirinya sendiri. Jika tidak ada Ayu dan Dhiska, ia tidak tahu bagaimana lagi untuk melangkah lebih jauh.

Pun mamanya yang menenangkan Saras dan berbicara pada Saras, akan terus menemani Saras hingga masalahnya dengan Shaka tuntas.

Sepulang dari yudisium, Saras berjalan ke kedai roti bakar yang berada di tanjakan dekat kampus. Kemarin saat ia bertanya pada Ayu dan Dhiska, harus menraktir mereka apa, kedua gadis itu hanya menjawab, "mbak Saras cukup bawa roti bakar aja. Sisanya biar gue sama Ayu yang masak. Masa mbak Saras yang lagi yudisium, mbak Saras juga yang traktir sih."

Dan kini Saras sedang menunggu roti bakarnya matang.

"Eh, kita ketemu lagi." Ia menoleh ketika suara laki-laki yang begitu familier menyapanya.

Laki-laki dengan postur tubuh tinggi, mengenakan kaus putih dan celana hitam panjang, poninya menutupi kening, bibirnya begitu plumpy, Saras akui lelaki ini lumayan ganteng jika dilihat-lihat.

"Eh... Hai." Sapa Saras dengan ramah.

"Boleh duduk di sebelah?" Tanya laki-laki itu.

Saras mengangguk dan menggeser duduknya, menyisakan tempat untuk cowok ini.

Saras ingat pertemuan pertama mereka itu beberapa bulan lalu, di tempat yang sama. Saat itu Saras sedang melamun, karena Shaka yang datang menghubunginya lagi. Tiba-tiba, abang penjual membuyarkan lamunan Saras, mengatakan kalau pesanannya sudah selesai. Saat Saras hendak membayar, ia mengecek kenapa pesanannya sangat banyak?

"Mang, ini kok punya saya banyak banget? Perasaan saya pesen cuma tiga."

Saras mengembalikan kantung kresek ke abang penjual dan benar saja, "Waduh... Iya neng, ini mah ketuker kayaknya. Punya akang yang tadi."

Dan cowok itu, laki-laki yang sekarang duduk di sebelah Saras, kembali dengan motor matic hitamnya.

"Mang, kumaha ieu ketuker roti bakarnya?"

"Tah, eta neng. Ketuker sama akang yang ini."

Abang penjual menukar plastik Saras dengan cowok jangkung itu.

"Pantesan banyak banget." Saras kembali mengintip ke dalam kantung kreseknya dan menghitung bungkus roti bakar, "Udah pas nih tiga."

"Iya punya gue juga pas ada tujuh." Ujar cowok itu.

Saras menoleh sejenak dan cowok itu mengangkat kedua alisnya.

"Haha maklum, kucing di kost gue ada banyak, sekalian ngasih anak-anaknya." Lalu cowok itu mengedipkan satu matanya pada Saras.

Membuat Saras melotot lebar dan berpikir kalau cowok ini sangat aneh.

"Sip dah. Punten dah ini saya lagi pusing banyak kerjaan jadi kurang fokus."

"Yeu... Makanya cari asisten atuh mang." Ujar cowok itu.

Selebihnya Saras nggak mendengar lagi pembicaraan mereka, karena setelah bayar Saras langsung pulang. Ia takut digoda seperti tadi.

Dan sekarang Saras cukup merasa canggung ketika cowok ini duduk di sebelahnya. Ia mengalihkan dengan pura-pura memainkan ponsel dan membuka situs blog review makanan yang selalu Saras buka jika waktu senggang.

sandifood.blogspot.com

Saras selalu mencari referensi makanan di sekitar Bandung lewat blog ini. Bahkan roti bakar ini pun, Saras tahunya karena rekomendasi dari penulis blog. Tidak jarang, Saras juga meninggalkan komentar jika ia sudah mengunjungi resto atau makanan referensi yang diberikan oleh food blogger itu. Ia bahkan mengundang penulis ke resto mamanya yang berada di Jakarta. Namun, penulis bilang mungkin jika sedang ada waktu senggang karena ia tengah mengerjakan skripsi. Blognya juga jarang update dalam beberapa bulan ini.

point of viewWhere stories live. Discover now