{ MACLO 9 }

Mulai dari awal
                                    

"Emangnya kalau ada yang lain kenapa?" Zizel bertanya begitu lugu.

"Lo bisa dijadiin bahan gosip terhangat. Terus lo bisa di tempeleng sama Maclo, bisa juga Dipta jadi korban bulan-bulanan Maclo pas dia tau cewek yang dia suka, nyukain musuhnya." jelas Belvi panjang kali lebar.

"Kok serem banget sih." tubuh Zizel tiba-tiba bergetar.

"Tapi serius Zel kok lo bisa jatuh cinta sama Dipta tapi jadian malah sama Maclo." heran Luvena.

"Karna sayangnya gua lebih dulu kenal Maclo daripada kak Dipta." enteng sekali jawaban Zizel.

"Belvi mintain nomor kak Dipta dong biar gua ada temen belajar." ini hanya akal-akalan saja.

"Nggak usah ngada-ngada Zel. Bisa di sangka demen sama Dipta gua." ogah Belvi, taruhannya rumah tangga bersama Mahesa bisa terguncang.

"Lagian mungkin lo sama Dipta gak jodoh, dan jodoh sejati lo itu Maclo." Celetuk Luvena membuat Zizel menggeleng cepat tak mau jika Maclo jodohnya.

"Nggak mau pokoknya nggak mau! Kalaupun nggak bisa sama kak Dipta seenggaknya jangan sama Maclo deh. Bisa tua sebelum waktunya gua. Mending gua lanjutin ngefangirl tiap malam." pilih Zizel.

Belvi mengacungkan jempol diikuti Luvena. "Lanjutkan nolep lo, jangan pernah berpikir buat berhenti." kompak Belvi dan Luvena.

"HIDUP NOLEP!" Zizel mengangkat tangan sebagai semangat.

"HIDUP!" diikuti Belvi juga Luvena.

Zizel menepuk meja dan berjalan keluar menenteng totebag menuju kelas Maclo. Gadis itu mengambil arah kanan, dan balik lagi ke kiri.

"Mau apa tuh bocah?" Luvena melihat Zizel yang mondar-mandir tak jelas.

"Jijel Archeva! Lo ngapain sih bolak-balik hampir lima kali depan pintu?" tegur Belvi.

Zizel mengerem langkahnya dan berdiri tegak depan pintu. "Gua lupa kelas Maclo itu di arah kanan apa kiri. Bingung ih kalau sekolah nggak ada tour guidenya." Zizel menghentakkan kaki.

"Kenapa nggak nanya sih Jijel, yaallah yarob." sedih Luvena mencakar meja.

Zizel cengegesan dengan tangan tergerak menggaruk rambut. "Mau nanya tapi dari tadi udah kebanyakan nanya." jawab Zizel tak enak hati.

"Tapi kalau lo malu bertanya malah sesat di jalan." Belvi salut dengan Zizel yang memilih menyusahkan diri sendiri daripada bertanya ke orang lain.

Gapapa ciri-ciri anak mandiri.

"Tapi kata orang, kebanyakan nanya kelihatan bodohnya. Maka dari itu gua nggak mau banyak nanya." terang Zizel mengayunkan totebag di depan kakinya.

"Jadi lo mau nanya apa nggak?" gemes Belvi. Zizel mengangguk jujur saja kepalanya pusing akibat bolak balik kayak setrikaan.

"Kelas Maclo dimana arahnya? Bisa nggak sih kalau dicari lewat google maps aja Belvi." ada saja kelakuan gadis itu yang bikin orang lain gemas serta emosi secara bersamaan.

"Bisa banget, malahan kalau capek jalan lo bisa pesen ojol minta anterin ke kelas Maclo di gedung satu lantai dua, paling ujung kelasnya." Luvena tak tahan lagi akhirnya mengeluarkan unek-unek selama ini.

Zizel mencatat di hp apa yang dibicarakan Luvena. Lalu langsung ngacir begitu saja sambil bersenandung ria.

"Untung dia cantik, sama pinter di bidang akademik. Jadi sedikit berguna." Belvi masih setia melihat ke pintu.

"Jankkaman! Kalau mau keluar dari gedung kita lewat mana biar lebih praktis?" Zizel nongol lagi berdiri di pintu dengan tangan dan kaki dibuka seukuran pintu lalu seperti huruf X.

MACLO [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang