32 : Selamat Datang

1.8K 254 81
                                    

Tangan Yuan hanya bisa memilin ujung bajunya sendiri di saat kedua orang di depannya sedang beradu tatap seakan jika keduanya berkedip salah satu dari mereka akan mati. Sejak kepulangan Johnny tadi suasana berubah menjadi sedikit menyeramkan. Yuan bahkan tidak berani menatapnya karena raut wajah sang Ayah benar-benar menakutkan. Wajar jika Johnny merasa marah sekarang, orang tua mana yang tidak marah saat melihat anak-anaknya terluka sedangkan dia tidak mengetahui apapun. Namun Johnny juga sadar, dia tidak bisa meledakan amarahnya begitu saja, tidak ketika 2 anaknya memiliki alasan yang masuk akal mengenai kenapa mereka memilih mengelabui Johnny selama di Kalimantan kemarin.

"Papa..." Yuan mengenggam tangan Johnny mencoba memberanikan diri, "Jangan marah ya?"

"Coba jelasin selama Papa pergi kalian ngapain aja?"

Halim menatap Yuan yang terlihat ketakutan meskipun tangan anak itu masih mengenggam tangan Papanya. "Biar Kakak yang jelasin."

Anak pertama Johnny pun langsung menceritakan semua kejadian yang dia alami bersama Yuan selama di tinggal Daddynya keluar kota. Dia berusaha menjelaskan sepelan mungkin dan sehati-hati mungkin agar Johnny bisa mengerti. Sejujurnya Halim takut jika Johnny akan mengamuk dan lepas kendali. Jika marah kepadanya mungkin Halim masih bisa mengatasi hal tersebut, namun jika laki-laki itu justru marah kepada Yuan mungkin kemungkinan lain bisa terjadi.

Johnny sendiri tidak mengatakan apapun selain menyimak cerita Halim. Dia tidak berniat menanggapi atau menyela karena dari penuturan sang anak, apa yang mereka lakukan masih bisa di terima olehnya. Masuk akal jika semua orang yang ada disini tidak mau membuatnya khawatir, karena jujur jika Johnny mendengar hal seperti ini saat di Kalimantan mungkin dia akan nekat pulang tanpa memikirkan resiko apapun. Namun di balik sikap diamnya sekarang ada sebuah penyesalan yang di pendam. Harusnya Johnny tidak seceroboh ini meninggalkan kedua anaknya sendirian sekalipun banyak orang yang menjaga mereka.

"Jadi gitu... sekali lagi maaf karena enggak ngasih tau Daddy, bukan kita enggak mau. Tapi situasinya enggak memungkinkan."

Johnny hanya bisa menghela nafas, dia tau marah pun percuma karena dia mengerti dengan apa yang di lakukan anak-anaknya. Maka dari itu dia memilih berdiri dan melepaskan genggaman Yuan pada tangannya. "Daddy butuh kopi dulu, kalo ada apa-apa chat Daddy."

"Papa—"

"Yuan sama Kakak dulu ya? Biarin Daddy istirahat."

Meskipun tidak rela kepala Yuan mengangguk, dia hanya bisa menatap punggung Johnny yang menghilang di balik pintu. Apakah Papa marah kepadanya karena sudah berbohong? Atau Papa tidak mau menemuinya lagi karena dia sudah nakal? Fikiran seperti itu mau tidak mau bersarang di kepala Yuan. Dia takut Papa tidak mau menemuinya lagi karena Johnny benci sekali pada orang yang membohonginya. Dan sekarang dia sendiri malah berani berbohong pada Papanya sendiri.

"Yuan..." Halim terlonjak kaget begitu dia melihat sang adik yang meluruh ke lantai, "Yuan! Hei liat Kakak... sini ke Kakak Dek."

Untungnya Yuan menurut, pelan-pelan dia kembali berdiri kemudian menghampiri Halim dan langsung memeluknya. "Papa marah... Papa marah karena adek bohong."

"Enggak, Daddy gak marah. Dia cuma butuh waktu, gak ada yang marah sama kamu."

"Tapi aku udah bohongin Daddy." Yuan menatap Halim gelisah.

"Bukan cuma kamu yang bohong, niat kita juga bukan bohong yang jahat. Daddy pasti ngerti, jangan di fikirin."

Kepala Yuan menggeleng. "Tapi—"

"Hei tenang, oke? Nanti Daddy pasti kesini lagi. Biarin dia istirahat dulu, oke?" Di rasa Yuan akan kembali mendapat serangan panik, Halim sebisa mungkin menenangkannya, "Enggak apa-apa, tenang, ada Kakak..."

Johnny and His 2 Children || YangyangWhere stories live. Discover now