10 : Let's Play A Game

2.9K 357 76
                                    

Rumah Johnny menjadi tempat mereka berkumpul setelah kekacauan yang terjadi tadi. Sekarang ke-5 anak remaja sedang di sidang oleh Tian, kecuali Yuan tentunya dia masih di tenangkan oleh Johnny. Kejadian yang baru saja terjadi diluar rencana yang sudah Johnny dan yang lain buat. Semua rekaman yang tadi di tayangkan pasti ulah anak-anak mereka. Jeffry saja pemilik flashdisk sampai bingung kenapa bisa ada video seperti tadi di dalamnya. Sementara Johnny hanya menyerahkan bukti rekaman CCTV hari dimana Yuan di keroyok, sisanya dia tidak tau menau.

"Jadi? Siapa yang punya rencana kayak tadi?". Tian menatap anak-anaka remaja di depannya. Semua kompak menunjuk Halim dan Jaffan. "Kalian dapet dari mana rekaman tadi?".

"Aku tempelin camera kecil di mobil Bagas sama yaa ada beberapa kenalan yang bisa di tanya-tanya". Jawab Halim enteng. "Kalo bagian dia pake narkoba kita juga kaget karena ya gak nyangka juga dia bisa sejauh itu. Tapi karena nasib kita bagus jadi ada yang ngasih tau".

Johnny sampai mengelus dada saat mendengar ucapan anak sulungnya. "Kamu nyewa mereka apa gimana?".

"Enggak nyewa Om". Rasyid yang menjawab.

"Relasi". Shidiq terkekeh saat mengucapkannya. "Karena aku dan yang lain punya banyak kenalan dan mereka bisa tutup mulut terus aman enggak ketauan jadi kita bisa dapet bukti kayak tadi. Kita cuma kontribusi di bagian nempel camera kecil di motor sama mobil Bagas".

"Tos dulu anak Ayah". Yudha malah mengajak anaknya untuk bertos. "Terus kalian bayar mereka?".

"Bayarlah Om". Jaiz akhirnya berani membuka suara setelah raut wajah Tian melunak. "WC aja bayar masa hal gini enggak bayar".

"Pantes kamu kemarin ngubarak ngabrik ruang kerja Daddy". Tian hanya bisa menggelengkan kepalanya. Jika Mommy Jaiz tau bisa habis tidur diluar kamar dia.

Kepala Yuan sampai pening saat mendengar percakapan mereka. Dia bahkan tidak pernah punya pikiran Kakak dan sahabatnya akan bertindak sejauh ini. Padahal jika mereka punya bukti perundungan yang dilakukan Bagas saja sudah cukup membuat dia aman. Ini sampai semua kelakuan dia di bongkar di depan orang banyak. Belum lagi seluruh sekolah tau, pasti media juga sudah tau. Yuan tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi Bagas sekarang.

"Yuan kamu udah enggak apa-apa? Ada yang sakit enggak?". Dimas yang sejak tadi memperhatikan Yuan bertanya lagi.

"Enggak ada, aku baik".

"Masih kaget pasti anaknya". Ucap Tian. "Lagian kalian tuh kok ada kepikiran sampe sana".

Halim meringis. "Ya gimana ya Om, kata Daddy kalo mau lawan Bagas jangan pake kekerasaan harus pake otak, jadi aku muter otak gimana caranya biar dia seenggaknya malu. Sampe kapan juga enggak ada tempat buat seseorang yang suka merundung kan?".

"Apa?". Johnny menatap Tian dan Dimas yang sedang menatapnya. "Namanya juga utang darah dibayar dengan darah, utang nyawa dibayar dengan nyawa, kebaikan akan dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas kejahatan. Abisnya dia juga kalo enggak di gituin enggak akan kapok anaknya".

"Bener, gue setuju. Jangankan anaknya Bapaknya aja berulah mulu kesel gue". Yudha mengangkat jempolnya. "Isal juga kalo terus di diemin bisa jadi kriminal nanti. Kasus kemarin aja yang kulinya dia dorong dari lantai 3 enggak ke up apa-apa karena dia punya uang buat nutupin kasus itu. Kalo anaknya terus ngelakuin ini juga enggak akan baik, seenggaknya Bagas harus dapet hukuman atas semua yang dia lakukan. Tinggal Bapaknya nih tunggu aja di hukum Tuhan, kena azab mampus tuh orang".

Jeffry tertawa saat melihat Yudha yang sedang misuh-misuh. "Tenang aja nanti azabnya di kirim lewat Johnny".

Sementara anak-anak mereka hanya bisa menatap kelakuan para Bapak di depannya sekarang. Jadi sudah tau kan dari mana kelakuan mereka menurun? Ya dari Bapak-bapaknya ini.

Johnny and His 2 Children || YangyangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora