22 : Rencana di balik Rencana

2K 300 55
                                    

Mata elang Halim menelisik gadis yang masih duduk angkuh di depannya. Begitu juga dengan Jaiz dan Jaffan, mereka masih menglilingi Gladis yang sama sekali tidak terintimidasi. Setelah Johnny kembali ke ruangan Yuan dan sang adik sudah kembali tidur, Halim langsung bertanya apa yang terjadi. Dengan sabar Daddynya menjelaskan dan berusaha membuat Halim tidak emosi yang sayangnya usaha dia tidak berhasil. Anaknya hampir saja membunuh Gladis sebelum Jenan kembali menjelaskan perihal pertemuan mereka dengan Gladis tadi. Untungnya Halim mau mengerti dengan syarat dia harus bertemu Gladis. Alhasil Jaiz dan Jaffan harus turun tangan sebelum Halim bisa menghabisi siapapun.

"Lo seumuran sama gue kan?" Jaiz bertanya. "Cantik juga lo."

"Bukan urusan lo."

Dengan tidak sopannya Halim menoyor kepala gadis yang katanya menembak sang adik kemarin. "Heh! Jangan mentang-mentang lo bisa main senjata terus kerjaan lo bunuh orang terus lo bisa songong! Bukan urusan lo? Adek gue baru aja lo tembak anj—santai bener tuh mulut."

"Ya mana gue tau kalo yang gue tembak seumuran gue, terus adek lo."

Jaffan terkekeh. "Lo tuh pembunuh modal berani doang, tapi otak kosong. Di mana-mana kalo pembunuh profesional dia pasti punya data target, enggak asal bunuh. Lo apa enggak mikir kalo semalem ketangkep terus lo tinggal nama?"

"Harusnya lo beruntung cuma di ajak kerja sama kayak sekarang. Daddy gue enggak akan mandang lo cewek apa cowok atau lo masih anak di bawah umur, sekali dia bilang mati lo bisa di penggal." Ucap Halim.

Gladis hanya bisa terdiam mendengar ucapan Halim. Dia memang mengaku bahwa aksinya semalam benar-benar hanya modal nekat dan berani. Selama dia bekerja sebagai pembunuh bayaran pun dia memang tidak pernah mengantungi identitas target seperti yang di katakan Jaffan. Dia bisa seperti ini saja hanya modal nekat, Gladis hanya belajar dari seseorang yang tidak sengaja dia temui dan menolongnya ketika dia butuh uang waktu itu. Mana tau dia sekarang bisa menjadi pembunuh bayaran yang handal.

"Lo enggak sekolah?" Jaffan bertanya baik-baik.

"Enggak."

"Pantes otak lo kosong."

"Halim." Jaffan menegurnya. "Lo udah paham kan sama yang di bilang Daddy nya Halim? Tentang lo yang harus kerja sama dia?" Gladis mengangguk. "Gue tanya bener-bener sama lo, lo beneran sanggup dan mau apa enggak?"

Gladis menghela nafas. "Kalo gue nolak bisa-bisa gue tinggal nama kan?"

"Bagus kalo lo ngerti." Jaiz menatap Gladis tajam, padahal semula laki-laki itu masih terlihat biasa saja. "Kalo sekali lo ngelanggar ucapan lo sendiri, buka cuma Daddy Halim yang turun tangan, tapi kita juga."

"Gue bukan orang yang ingkar sama ucapan gue sendiri, fyi aja buat lo."

Halim tersenyum miring kemudian menepuk leher Gladis. "Bagus.. tapi gue mau lo juga kerja buat kita."

Sepertinya memang Gladis salah mentargetkan seseorang semalam. Jika begini bukan hanya posisinya yang terancam tapi dia juga merasa tertekan. Jujur saja menghadapi Johnny dan temannya tadi sudah membuat gadis itu gemetar. Sekarang dia di hadapkan dengan anak-anaknya yang justru lebih seram dari pada orang tua mereka. Kalau bukan karena uang mana mau Gladis duduk seperti orang bodoh sekarang.

"Apa?" Tanya Gladis. "Gue beneran bisa nepatin ucapan gue tapi dengan alasan nyawa gue, keluarga gue terutama adik gue bisa selamat."

"Tenang, masa depan lo juga bisa gue selamatin. Lagian cantik-cantik tukang bunuh, begimane sih lo?" Jaiz geleng-geleng kepala. "Padahal kalo baek gue pacarin lo."

Halim langsung memukul kepala Jaiz. Tidak ada waktu untuk melayani keanehan manusia itu. Dia harus menjelaskan apa rencana yang dia mau dan sudah di siapkan bersama teman-temannya. Meskipun ini tanpa sepengatuhuan orang tua mereka, Halim harap semuanya bisa berjalan sesuai yang dia inginkan.

Johnny and His 2 Children || YangyangWhere stories live. Discover now