16 : He's Gone

2.3K 308 56
                                    

*di chap ini ada adegan bunuh diri. jadi sebelumnya aku minta maaf jika ada pihak-pihak yang merasa tersinggung atau di rugikan. chapter ini dibuat semata-mata hanya untuk kebutuhan cerita. kalian bisa skip saja bacanya kalau-kalau merasa tidak nyaman.  sebelumnya terima kasih untuk pengertiannya 

---

Yuan menatap tab yang dulu dia pakai sebelum mendapat hadiah dari Mahesa. Rencanya hari ini dia akan memberikannya untuk Dipta. Jika firasatnya benar, anak itu akan kembali diganggu di sekitar area kolam, tapi kalaupun hari ini dia tidak ada disana, Yuan akan mencarinya dilain hari. Meskipun kemarin Dipta bersikeras menolak bantuannya, tapi semoga tab nya ini bisa diterima, dia tau betapa pentingnya alat ini untuk menunjang pelajaran. Apa lagi untuk anak-anak beasiswa, karena jika nilai mereka turun barang 0,2% saja biasanya kegiatan mereka akan terancam, rata-rata mereka tidak bisa mengikuti kelas tambahan, sedangkan jika tidak mengikuti kelas tambahan mereka tidak akan bisa mengikuti ujian nantinya.

Meskipun sekolah ini seperti neraka, tapi kualitas anak-anaknya tidak bisa di anggap remeh. Sekalipun mereka masuk melalui jalur orang dalam, tapi ambisi mereka tidak bisa di anggap angin lalu. Kadang saking mengerikannya mereka, uang atau suap untuk membuktikan siapa yang menduduki peringkat pun dipertaruhkan. Kecuali untuk peringkat paralel 1-3, mereka tidak bisa digantikan atau digeser oleh uang karena kemampuan mereka tidak murahan bahkan jika di bayar oleh uang 1 miliyar sekalipun. Apa lagi yang mendominasi peringkat paralel 1-3 adalah Halim, Yuan beserta teman-temannya.

Bel istirahat berbunyi, Yuan buru-buru keluar dari kelas sebelum salah 1 teman atau Kakaknya datang. Ketika mereka datang nanti dia tidak akan bisa kemana-mana. Dia sedikit berlari dan berharap bisa menemukan Dipta disana. Dari informasi web sekolah yang dia dapat, dia memang 1 tahun diatasnya. Kepala Yuan sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri berharap bisa menemukan Dipta, untungnya dia ada disana dengan keadaan yang jauh lebih parah dari kemarin.

"Buat lo". Yuan melempar iPad yang dia bawa tadi, tenang saja tab tersebut sudah di lengkapi anti gores dan pernak pernik lainnya sehingga jika jatuh atau dilempar seperti itu tab tidak akan rusak.

Kepala Dipta mendongkak, dia sedikit terkejut saat melihat Yuan. "Gue enggak butuh".

"Gue enggak bilang lo butuh, itu enggak baru kok bekas gue sebelum gue pake yang sekarang. Pake aja, gue tau lo anak beasiswa yang butuh banget alat itu. Dan ini buat nutupin luka lo". Yuan melemparkan sebungkus plester sebelum berbalik pergi.

"Tujuan lo apa?". Dipta menatap punggung Yuan. "Udah gue bilang gue enggak butuh. Apa karena lo anak Pak Johnny terus Adeknya Halim aaaa.. ditambah lo sepupunya Mahesa? Jadi lo ngerasa punya privilege gini buat cari muka?".

Yuan menghela nafas kemudian membalikan tubuhnya. "Nama gue Yuan, iya gue anak Papa Johnny, gue Adeknya Halim, dan gue sepupunya Mahesa. Tapi gue enggak ngelakuin ini karena sebuah privilege, puas? Kalo lo enggak mau pake tinggal buang aja gue bisa beli lagi".

"Gue enggak perlu di kasianin apa lagi sama anak enggak jelas asal usulnya kayak lo. Yuan lo cuma hidup di bawah bayang-bayang keluarga bokap lo! Selebihnya orang lain pernah nganggap lo ada? Enggak kan? Lo ngelakuin hal kayak gini biar orang-orang mengakui lo ada dan simpati ke lo kan? Gue udah bisa nangkep, jadi enggak usah sok baik sama gue. Lo sama aja kayak mereka".

"Lo bener, gue cuma bayangan dikeluarga gue sendiri. Tapi gue harap lo bisa liat gue sebagai bayangan juga, anggap aja gue seseorang yang enggak kasat mata yang mau bantuin lo. terserah lo mau gimana abis ini. Semoga lo selalu sehat ya Kak Dipta, gue pergi dulu".

"Percuma, lo enggak akan pernah liat gue lagi setelah ini".

"Gue juga berharap enggak akan ketemu lo lagi, permisi". Yuan akhirnya pergi dengan perasaan yang campur aduk. Benarkan? Dia berbuat seperti ini saja masih salah dimata orang lain.

Johnny and His 2 Children || YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang