24 : Do Whatever Do You Want

2.1K 278 72
                                    

Sore hari di apartement, hujan masih turun meskipun hanya menyisakan rintik-rintik. Cocok sekali untuk menonton Tv atau sekedar meminum cokelat panas. Johnny pelan-pelan melepaskan pelukannya pada tubuh Yuan dia baru saja terbangun dengan Yuan yang tidur berbantalkan lengannya. Tidak tau sejak kapan mereka tidur di depan televisi yang menyala sehingga tv yang masih menyala itu malah menonton 2 orang manusia yang tidur lelap. Ayah 2 anak itu menatap wajah damai Yuan, Johnny enggan membangunkannya karena anak itu tidur pulas sekali, pelan-pelan dia pergi ke kamar untuk mengambil selimut tanpa membangunkan sang anak.

Selesai menyelimuti Yuan dan memastikan punggungnya tertahan oleh guling Johnny pergi ke dapur. Sebentar lagi anak sulungnya akan segera pulang, dia pasti mengeluh lapar dengan dalih lelah karena di hajar begitu banyak materi. Padahal di sekolah Halim sudah banyak memakan makanan yang tersedia. Belum selesai dia memikirkan Halim, suara pintu yang  di buka dari luar sudah terdengar, Johnny segera berlari takut Halim akan berteriak lalu membangunkan adiknya yang sedang tidur.

"KA—"

"Sssttt.. Yuan tidur, jangan berisik." Johnny membekap mulut Halim.

"Jam segini? Udah jam 3 loh Dad."

"Loh? Biasanya kamu sampe jam 6 tuh tidur siang."

Halim mendelik. "Padahal aku pengen main sama Adek."

"Kayak anak kecil aja, sana ganti baju abis itu makan. Daddy masak dulu sebentar."

"Hmmm..." Halim kembali menyeret tas juga jas almamater sekolah.

Di dalam kamar Halim mendudukan dirinya di sisi kasur. Sebelum pulang tadi dia sempat menunggu Doni bersama Rasyid dan Jaiz. Tadinya Halim akan menghampiri Doni, tapi Jaiz melarang. Katanya tidak baik menghajar 1 anak curut ketika mereka bisa langsung membunuhnya nanti. Mereka juga berhasil mendapat rekaman cctv yang Halim pasang khusus dan tidak di ketahui siapapun kecuali pihak sekolah beserta orang yang bekerja di control room.

Jika dia mengandalkan cctv sekolah masalah yang di hadapi sang adik tidak akan selesai begitu saja. Terlalu banyak manusia yang tidak punya hati, anak-anak yang memang mempunyai privilege khusus dengan seenak hati bisa menonaktifkan cctv kapan pun dia mau. Sehingga orang-orang yang terpaksa harus tertindas tidak memiliki bukti apapun. Atau orang tua mereka sudah membayar mahal atas kesalahan anak-anaknya, mereka akan menyuruh asisten pribadi anak-anak mereka untuk memastikan segala perbuatan yang di lakukan oleh sang anak tidak di ketahui siapapun.

Kadang Halim lelah harus bersekolah di tempat yang sudah mirip neraka. Namun bersekolah di tempat lain pun belum tentu dia tidak mengalami hal yang sama. Setiap anak di sekolahnya memiliki Personal Assistant dengan macam-macam bentuk, kecuali dia dan temannya yang lain termasuk Mahesa. Dia pikir tidak ada gunanya mempunyai PA, toh selama bersekolah pun mereka tidak pernah berbuat hal yang aneh. Jika berkelahi pun siapa yang akan berani menuntut di saat dia menjadi cucu pemilik sekolah, belum Johnny menjabat sebagai ketua Yayasan. Sekali lagi privilege terkadang bisa menentukan hidup seseorang.

Sekarang Halim harus kembali memusnahkan manusia tidak penting di hidupnya. Dia pikir kasus Bagas yang di keluarkan tempo hari sudah membuat orang-orang merasa jera, namun ternyata dia salah. Mungkin cara kemarin terlalu lembut, Halim akan memikirkan cara agar Doni bisa secepatnya angkat kaki dari sekolah atau sedikit bermain dengan pekerjaan orang tuanya mungkin? Yang jelas Halim tidak akan membiarkan sesuatu terjadi kepada Yuan. Melihat bagaimana dia berusaha menghilangkan ingatannya atas kejadian Dipta beberapa lalu membuat Halim tidak bisa membayangkan jika Yuan tau anak-anak di sekolah malah menuduh dia yang membunuh Dipta. Halim takut Yuan akan semakin tertekan dan memilih jalan seperti yang Dipta lakukan.

Halim menghela nafas, dia segera beranjak untuk berganti baju sebelum Johnny akan mengomel nanti. Urusan Doni bisa dia bicarakan nanti bersama temannya yang lain. Sekarang dia harus mengisi perutnya agar kewarasannya tidak hilang. Saat lapar memang otak Halim itu sering sekali soak dan tidak mau di ajak berpikir. Entah karena sekarang dia sedang dalam masa pertumbuhan atau memang nafsu makannya saja yang terus meningkat setiap harinya. Yang jelas Halim harus segera pergi untuk makan sekarang sebelum di memakan meja di samping kasur.

Johnny and His 2 Children || YangyangWhere stories live. Discover now