21 : Rencana Johnny

2.5K 321 59
                                    

Yuan sudah kembali ke ranjangnya setelah Dimas mengomel tadi. Sekarang dia sedang tidur, seharian ini anak itu tidak banyak bicara selain meringis kesakitan dan mengeluh punggungnya sakit. Johnny tidak bisa membantu banyak selain mengusap punggung anak bungsunya. Halim juga hanya bisa membantu Yuan dengan cara mengalihkan perhatiannya agar anak itu bisa sedikit melupakan lukanya. Kondisi Halim sudah berangus-angsur membaik, panasnya bahkan sudah turun. Halim sudah bisa makan dengan lahap bahkan menghabiskan jatah Yuan tadi.

"Papa..."

Halim yang sedang sibuk dengan permainan di ponselnya menghampiri Yuan. Ini bukan 1 atau 2 kali sang adik terus memanggil Johnny. Tapi yang di panggil sedang tidak ada di ruangan, Ayah mereka sedang membereskan kekacauan kemarin bersama Tama dan Yudha. Dia hanya menajaga Yuan seorang diri bersama beberapa anak buah Tama di luar.

"Papa mana?"

"Loh kok bangun? Kakak berisik ya main gamesnya?"

"Enggak, Papa mana?"

"Lagi ada urusan, minum dulu, sini Kakak bantu." Di bantu oleh Halim, Yuan pelan-pelan mulai berusaha untuk duduk. Sekedar duduk saja anak itu butuh usaha yang keras. "Mau makan? Tadi ada perawat yang nganter makan siang, belum sempet makan kan tadi?"

"Kakak udah makan?"

"Udah, makan ya? Sedikit juga enggak apa-apa."

"Iya."

Halim pun menyimpan ponselnya kemudian menyuapi Yuan dengan telaten. Sejujurnya Halim tidak tega melihat kondisi Yuan sekarang. Apalagi anak itu terus menahan ringisannya akibat luka di punggungnya yang masih basah. Dia sendiri tidak bisa membayangkan betapa panas dan perihnya saat dia tertembak kemarin.

Meninggalkan kedua jagoannya di rumah sakit, Johnny sekarang sedang bersama Jenan, Jeffry, Tama dan Yudha. Sedangkan yang lain tidak bisa ikut karena sibuk dengan pekerjaannya. Tian sedang berusaha mengembalikan perusahaan yang baru saja di akusisi oleh Johnny dan akan bekerja sama dengan perusahaannya, sedangkan Dimas dia ada di rumah sakit. Selain untuk bekerja dia juga harus menjaga ke-2 anak Johnny.

"Lo enggak bisa bawa kasus ini ke hukum Jo, kita enggak punya bukti kuat. Oma lo bukan sembarang orang. Kalo gue enggak punya firma hukum sendiri juga gue enggak bisa kontra sama dia. Semua lawyer sama jaksa bahkan udah di pegang sama dia." Jeffry mencoba menjelaskan pada sahabatnya.

"Menurut gue sih hukum enggak cukup buat bikin dia jera." Ucap Yudha. "Masih banyak cara lain."

Jenan mengangguk menyetujui. "Bahkan pelaku semalem aja enggak ada yang buka mulut."

"Apa yang bikin dia jera?" Tanya Johnny. "Dia enggak takut miskin juga."

"Kasus pembunuhan."

"Hah? Dia ngebunuh?" Tama yang sedang minum hampir saja tersedak. "Edan ya Oma-oma milenial, bukannya beli koyo malah ngebunuh orang."

Jenan mengangguk, dia sebenarnya ragu akan menceritakan ini pada Johnny atau tidak. Masalahnya pembunuhan ini harus menguak beberapa kasus, belum lagi memungkinkan luka di masa lalu akan kembali muncul. Mungkin jika Johnny sendiri yang menghadapi ini Jenan tidak akan mempermasalahkannya, tapi sekarang 2 putra Johnny sudah cukup besar. Dia khawatir mereka akan terkena dampaknya.

"Emang siapa yang dia bunuh?" Jeffry menatap Jenan penasaran.

"Ini ada hubungannya sama Yuan. Kemarin direktur PT itu terlibat pembunuhan berencana kan? Setelah kepolisian nyelidikin kasus ini, ternyata direktur ini hanya sebagai pemancing aja, sisanya di kerjain sama Oma."

"Dia bilang enggak siapa?" Johnny bertanya.

"Bilang, tapi gue enggak yakin belum sebenernya."

Tama yang kesal karena Jenan terus berputar-putar akhirnya menoyor kepala Jenan. "Aduh cepetan kek."

Johnny and His 2 Children || YangyangHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin