7 : Karena Kamu Berharga

2.7K 350 62
                                    

Halim meringis saat melihat keadaan kamar Yuan. Buku berserakan, pecahan kaca dimana-mana, sprei yang sudah tidak berbentuk belum barang-barang yang lain. Dia pun kembali ke pintu kamar dimana Daddy dan Yuan masih duduk dalam posisi Johnny memeluk Yuan. Anak itu baru berhenti menangis setelah 15 menit lebih. Akhirnya Yuan tidur karena kelelahan.

"Ke kamar Daddy aja, kamar Adek berantakan".

"Tolong ambilin kotak P3K ya kak?".

"Iya, tapi aku mau sekalian ganti baju dulu".

Tangan besar Johnny mengangkat Yuan yang sudah tidur meskipun sesekali sesenggukannya masih terdengar. Dia membaringkan Yuan dengan hati-hati setelah itu mulai melepas pakaian putranya yang sudah kusut. Beberapa bagian kemeja Yuan bahkan tekena noda darah. Setelah Yuan berganti dengan piayama yang nyaman Johnny juga segera mengganti pakaiannya sendiri agar bisa mengobati luka Yuan.

"Yuan anak Papa, selamanya kamu pasti jadi anak Papa". Johnny sedang membasuh luka di tangan Yuan. "Papa udah bilang, semarah apapun kamu jangan pernah lukain diri kamu sendiri. Sekarang liat tangan Yuan berdarah. Papa minta maaf karena selalu lengah ya?".

"Minta maaf terusss...". Halim bersidekap. "Obatin mah obatin aja".

"Kamu tuh bisa enggak sih salam dulu apa dulu gitu kok main nyelonong aja".

"Daddy bawel".

Johnny tidak membalas lagi. Semakin di layani maka Halim akan semakin berisik. Dia tidak mau membangunkan Yuan.

"Daddy...". Halim memanggil Daddynya, anak itu sudah berbaring di sebelah Yuan. "Jangan dateng lagi kesana ya? Mau Oma ngancem apapun, jangan pernah dateng kerumah dia lagi".

"Iya, Daddy janji hari ini bener-bener terakhir kalinya kita dateng kerumah Oma".

Halim mengalihkan pandangannya untuk menatap Yuan. Baru kali ini Yuan berani menyakiti dirinya sendiri karena merasa marah dan sakit hati. Biasanya semarah apapun dia, Yuan tidak pernah suka menghancurkan barang atau menyakiti dirinya sendiri. Tapi Halim mengerti, manusia tidak selalu kuat dan bisa terus bersabar. Ini mungkin bukan titik terendah untuk Yuan, karena bisa saja suatu saat nanti Adiknya bisa melakukan hal yang lebih parah daripada sekarang.

"Daddy...".

"Kenapa?". Johnny mendongkak saat mendengar suara isakan. "Loh Kakak kok nangis?". Setelah selesai membalut luka Yuan, dia menghampiri anak sulungnya. "Kenapa hmm?".

"Yuan enggak seharusnya..". Halim bahkan tidak bisa mengeluarkan kata lagi.

"Ssstt.. Kakak tidur juga ya? Percaya sama Daddy besok semuanya pasti baik-baik aja".

"Tapi Yuan—".

"Yuan hari ini cape, wajar karena dia baru aja denger kalimat yang enggak seharusnya dia denger. Kakak juga cape kan? Jadi ayo tidur".

"Halim sayang Daddy".

"Daddy juga sayang Kakak".

Helaan nafas terdengar saat Halim juga sudah tidur nyenyak. Johnny memang tidak seharusnya termakan omongan Oma. Menyesal juga semua sudah terjadi, Johnny hanya perlu memperbaiki keadaan agar tidak semakin sulit untuk dia dan anak-anak. Sudah saatnya dia melawan Oma, entah itu dengan cara bersih maupun cara kotor sekalipun. Kedua orang tuanya pun sudah menyeteujui jika sewaktu-waktu Johnny akan melawan balik.

Lagipula dia sudah muak dengan segala tingkah  Oma yang selalu menyudutkan Yuan dalam keadaan apapun. Harusnya jika dia marah dia bisa melampiaskan rasa marahnya pada orang yang tepat. Bukan pada orang yang jelas-jelas tidak punya salah. Johnny sudah cukup bersabar selama ini.

Johnny and His 2 Children || YangyangOù les histoires vivent. Découvrez maintenant