Chapter 39 : Gabrielle's Love

Start from the beginning
                                    

Wanita itu terus mengusap air mata yang tiada henti berjatuhan. Ia tidak pernah membayangkan akan berpisah dengan Gabrielle dalam hidupnya. Ia tidak menginginkan ini. Bagaimana bisa pria itu mengusirnya? Bagaimana bisa Gabrielle melupakan bertahun-tahun lamanya mereka bersama?

Letizia yang terbiasa menangis tanpa suara terus meredamnya, padahal tidak ada mafioso, pelayan, atau pun rombongan mata-mata Gabrielle yang mengawasinya. Dadanya terasa sakit untuk melewati hal begitu berat seperti ini, berpisah dengan Gabrielle bagaikan terlempar dari surga ke neraka. Ia tidak bisa melakukan apa pun tanpa pria itu, Gabrielle adalah segalanya untuknya.

Letizia menutup wajahnya dengan kedua tangan, berharap sopir taksi tidak melihat wajahnya yang berantakan. Namun, suara pria itu mengejutkannya, "Hemos llegado, señorita."

Letizia mendongak, memberikan beberapa lembar uang, lalu segera keluar dari mobil dengan kedua kopernya.

"Nona, uangnya kelebihan!"

"Simpan saja," ucapnya tanpa sadar mengikuti kebiasaan lama. Ia lupa bahwa ia harus berhemat karena ia bukanlah anak angkat Gabrielle lagi.

Letizia menatap apartemen kumuh di depannya dengan ekspresi jijik. Ia ingin pulang! Ia tidak mau di sana! Kotor dan sangat padat! Ini tentu perbandingan miliaran banding satu dari rumah besar yang biasa ia tinggali, jika harus tinggal sementara di apartemen pun Letizia biasanya menempati apartemen mewah.

"Ew, menjijikan," gumamnya, mengedarkan pandangan mencari hotel atau apartemen yang lebih baik. Banyak sekali apartemen dan hotel yang lebih layak untuk Letizia, tapi mengapa Ace dan Rafaele memilihkannya tempat kotor itu?

Letizia menarik kedua kopernya menjauh dari sana, memilih menginap di hotel yang jauh lebih bersih namun dengan harga fantastis. Biarlah ia menginap di tempat bagus untuk beberapa waktu, urusan kehabisan uang belakangan! Letizia tidak akan mau tinggal di tempat seperti itu meski gratis!

"Mi nombre es Letizia Gabriels, quiero registrarme," ucapnya pada resepsionis dan menyerahkan paspornya.

Setelah melakukan check-in, Letizia langsung pergi membawa kedua koper ke kamar hotelnya yang dibantu pekerja sana. Letizia membanting tubuhnya ke kasur, menatap langit-langit sejenak. Air mata lagi-lagi meleleh dari sudut netra dengan perlahan dan menyakitkan. Ia tidak mengharapkan perpisahan ini, jauh dari Gabrielle sama saja jauh dari jiwanya sendiri. Ia kehilangan dirinya.

"Daddy," lirihnya memeluk guling, meredam tangis. Letizia terisak kembali, merasa malang akan nasibnya sendiri. Benar kata Lucrezia, lebih baik ia mati sekarang, ia terpaksa hidup tanpa tujuan yang jelas. "Gabrielle, bring me back... please... I can't live without you."

Letizia memeluk guling, namun sepatunya mengganggunya. "Pelayan!" teriaknya refleks karena terbiasa diperlakukan sebagai seorang putri. Namun, ia lupa, jika ia bukanlah bagian dari Gabrielle lagi. Ia harus melakukan semuanya sendiri mulai sekarang.

Letizia terpaksa bangun dan membuka sepatunya dengan tangis yang semakin menjadi. Ia sangat tidak bersyukur atas apa nan ia punya dulu, uang, pelayan, dan Gabrielle. Bagaimana bisa ia menuntut hal lebih pada Gabrielle yang memberikan segalanya? Ia menyesal atas pengkhianatan dan kelancangannya pada pria itu.

Letizia memainkan ponsel untuk waktu yang lama, tapi ia malah terus-terusan menangis karena wallpaper, lock screen, dan sosial medianya semuanya tentang Gabrielle. Tidak. Ia tidak boleh bersedih selamanya, ia harus mencintai dirinya sendiri. Ia pun mengambil koper untuk mengenakan pakaian renang dengan jubah, sebelum pergi ke lantai bawah untuk berenang. Letizia bersyukur kolam sedang sepi sehingga ia dapat menikmatinya sesuka hati.

***

La Elemento D'Edificio | Turin, Italy
03.47 PM.

RAPPORTO DI ATTIVITÀ DI SIGNORINA LETIZIA GABRIELS

08.04 AM. Landing in Aeropuerto Internasional General Pedro J. Méndez, Ciudad Victoria, Tamaulipas, Mexico.

08.47 AM. Check in Hotel at Hampton Inn, Ciudad Victoria, Tamaulipas, Mexico.

Gabrielle menatap laporan aktivitas sementara Letizia di email dari mafioso kepercayaannya yang ia tempatkan untuk mengawasi Letizia dari jauh. Ia menyandarkan punggung ke sandaran kursi kekuasaannya. Pria itu memejamkan mata, merehatkan pikirannya sejenak meski otak tidak mau diajak kerjasama dan terus bekerja.

Namun, tidak selamanya ketidak sinkronan adalah hal yang buruk. Buktinya, Gabrielle tersenyum samar mengingat kepingan memori yang sulit ia hilangkan dari kepalanya. Pria itu selalu terbayang-bayang suara Letizia, senyumannya, wajah memelasnya, wajah tertindasnya, dan keposesifan Letizia.

"Daddy."

"Gabrielle."

"No one can have you, L. If you can't be mine, no one can have you."

"Apa pun yang kulakukan hanya untuk mendapatkan cintamu, Gabrielle!"

"Kau tidak pernah peduli jika cinta yang kurasakan untukmu membuatku hampir mati saking sakitnya!"

Gabrielle tersenyum miring dengan sadisnya, masih memejamkan mata. Entah ide gila apa lagi yang ada dipikirannya, entah iblis macam apalagi yang merasuki dirinya. "Kalau begitu aku akan membunuhmu dengan cintaku, Lily," gumamnya serak.

Jika itu memang cinta dari seorang Gabrielle, maka Dewa Kepedihan ini akan memberikannya dengan rasa yang berbeda -Gabrielle.

Gabrielle membuka netranya, menelepon Profesor yang selama ini bekerja untuknya. "I want you to make something for me."









#To be Continue...

081221 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy

Gabrielle's [COMPLETED]Where stories live. Discover now