Braile tampak mengacak rambutnya frustrasi. "Kau yakin dia akan mengizinkan? Kasus Jeff secara tidak langsung berkaitan dengan si Ketua BIN. Bukankah seharusnya dia sudah membusuk di sel tahanan karena telah melakukan beberapa tindak kriminal yang sangat keji?"

Mark yang sedari tadi menyimak obrolan akhirnya melangkahkan tungkainya mendekat ke arah Johnny. Ditepuknya pundak seseorang yang sudah dia anggap sebagai seorang kakak tersebut. "Braile benar, John. Maaf aku tidak memikirkan hal itu karena terlalu bersemangat setelah mengetahui bahwa yang ingin membantumu adalah seorang secret agent."

Johnny yang tadinya menundukkan pandangan, kini mengangkat kepalanya. Menatap Mark dan juga Braile secara bergantian. "Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya lelaki itu dengan nada yang terdengar begitu pasrah.

Braile kembali menopang dagunya. "Menurutku, kau memang harus menunggu. Sepertinya secret agent memang berusaha untuk mengungkap identitasnya secara perlahan. Jika tidak, dia tidak akan meninggalkan kode 'SA' dan juga tidak akan memberitahukan bahwa dia adalah senior kita," jelas Braile kemudian.

Mark tampak menimbang pernyataan dari Braile. "Benar, John. Aku tidak terpikir hal itu karena aku hanya fokus memikirkan apakah si pengirim pesan itu hanya main-main atau serius."

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu," jawab Johnny pada akhirnya.

Kedatangan Braile membuat kedua laki-laki itu dapat berpikir dengan jernih. Ya, begitulah Braile. Selalu dapat berpikir secara rasional di saat yang lain sedang dipenuhi oleh emosi. Oleh karena itu, Johnny yang sangat tempramen membutuhkan Braile yang dapat membantunya meredakan emosi dan berpikir secara jernih agar nantinya dia tidak menyesali setiap perbuatan yang telah dilakukannya.

Setelah berbincang dengan Johnny dan Mark, Braile kembali ke kantor untuk melakukan tugasnya seperti biasa—menjadi asisten pribadi Jeff. Bosnya itu sudah kembali masuk seperti semula. Padahal, lukanya belum benar-benar pulih. Pantas saja beberapa karyawan menjuluki Jeff sebagai seorang workaholic. Sehari saja tidak bekerja bisa membuat pria itu jatuh sakit.

"Dari mana?" Sambut Jeff dengan sebuah pertanyaan begitu Braile melangkahkan kaki memasuki ruangan.

Braile menatap Jeff sejenak kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Di kontrak aku sudah bersedia untuk diawasi demi alasan keamanan. Apakah perlu untuk menambahkan persyaratan lagi bahwa aku juga harus memberitahukan semua kegiatanku padamu?" tanya puan itu yang membuat Jeff tidak bergeming. Namun, sebenarnya, tidak usah bertanya saja Jeff sudah tahu jawabannya. Ke mana lagi jika tidak bertemu dengan Johnny—rekan kesayangannya itu?

"Kau tidak bisa keluar masuk kantor seenaknya tanpa izin yang jelas," balas Jeff kemudian.

Braile yang mendengar itu pun menghela napasnya. "Aku sudah izin kepada Bu Krystal dan beliau mengizinkanku."

Jeff menautkan kedua alisnya. "Kenapa kau izin kepada Bu Krystal? Bukankah seharusnya kau izin kepadaku selaku pemilik perusahaan?" Tampaknya Jeff masih ingin berdebat lebih lama dengan Braile.

"Bukankah jika terkait dengan perizinan, karyawan harus meminta izin kepada Bu Krystal selaku HRD? Bahkan kau sendiri izin tidak masuk selama satu hari kepada Bu Krystal, bukan?"

Kali ini, Jeff kalah telak. Pria itu hanya bisa berdeham sembari melonggarkan ikatan dasinya dan terus memandang pada layar komputer yang ada di depannya.

"Sudah? Atau masih ingin berdebat lagi?" tanya Braile yang membuat Jeff saat ini sedikit malu. Sebab, yang diinginkannya hanyalah sebuah jawaban sederhana dari mana puan itu sehingga harus meninggalkan kantor walaupun sejenak? Meskipun sudah tahu jawabannya, namun Jeff berharap ia mendengar sendiri kalimat tersebut keluar dari mulut Braile.

"Aku tidak punya waktu untuk berdebat denganmu. Pekerjaanku sudah sangat banyak," tutup pria itu pada akhirnya. Braile pun hanya bisa menghembuskan napas dengan berat sembari menggelengkan kepalanya. Puan itu begitu heran dengan tingkah Jeff yang akhir-akhir ini jutru terlihat seperti seorang anak kecil yang sedang haus akan perhatian.

Sementara Braile menyudahi perdebatannya dengan Jeff, di kantor BIN sana, Johnny dan Mark kembali dibuat terkejut perihal sesuatu yang sudah sangat dinantikannya. Secret agent kembali mengirimkan pesan kepada Johnny.

Unknown Number

Maaf membuatmu menunggu lama.

Ada sesuatu yang perlu aku selesaikan dan itu ternyata memakan waktu yang cukup lama dari yang aku kira.

Sepertinya sudah saatnya kita untuk bertemu dan mengobrolan hal-hal yang selama ini mengusik pikiranmu, bukan?

Biar kutebak. Kau pasti juga sudah pernah mendengar tentang Cloud 9, bukan?

Bukan sembarang agen yang bisa masuk ke sana.

Aku sudah memberimu akses.

Datanglah ke sana.

Aku akan menunggumu.

TRAP | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now