téssera

30 11 19
                                    

"Ketika para pengajar mengeluhkan kehilangan lemaran soal midterm exam. Aku jadi teringat malam tadi. Kala itu di ruang monitor, aku melihat seorang gadis berambut panjang tengah bersimpuh di lantai bersama kertas-kertas yang bercerai-berai. Sebuah iluminasi menyorot rupanya, tetapi tidak terlalu tegas. Ia menelaah lembaran kertas yang berbahan dasar pohon itu. Setelahnya ia taruh kembali pada kotak dan menyimpannya di puncak almari. Aku yakin ialah gadis itu. Dapat ditilik melalui struktur tubuh, potongan rambut, dan ... tangan kidalnya."

Sorang perjaka tua yang mengenakan wesket perpaduan lime serta summer blue menuding Eirene dengan protofon kebanggaannya. Ia bersikukuh terhadap pidato yang dikumandangkan hingga merenjeng lidah. Kedua lengan yang lekat dengan puji-pujian di basilika kini bermetamorfosis layaknya pemimpin orkes simfoni. Mengalun ke sana kemari. Kerlingan meresapi atmosfer. Menghipnosis insan-insan berbusana rapi dengan titel di akhir jenama.

"Maksudmu, aku yang mengambil soal midterm exam itu?"

"Iya, betul, siapa lagi?" Besar cakap sang penjaga. Ia memperlihatkan gawainya kepada Mrs. Iris dan beberapa pengurus kesiswaan.

Eirene menggoyangkan empu ke kiri kanan. "Tidak, tidak, aku tidak mengambilnya."

"Gadis dalam rekaman gambar hidup ini merujuk padamu, Eirene. Aku tidak mungkin pikun terhadap semua anak didikku. Dari struktur batang hidung hingga mata kaki, aku hafal. Siang harinya pun kita berjumpa sebab kau membuat masalah. Hari ini kau kembali menciptakan itu. Setelah menginjakkan kaki di kelas tiga, kau jadi sering berulah. Ada apa? Apa yang kau inginkan? Perbuatan tercela yang kau lakukan kali ini merugikan para pengajar. Hingga saat ini mereka kelimpungan mencari soal rahasia pemberian pusat. Sekarang kembalikan lembaran kertas itu, kami membutuhkannya."

Fisik Eirene tak menyenangkan. Jantungnya berdebar keluar aturan, udara yang diisap hidung dan dikeluarkan dari paru-paru pun tak berirama merdu, tangannya menampung peluh-peluh sejuk, serta asam kloridanya melambung. Durjanya serupa kepiting rebus yang berharap sambung tangan, tetapi disahut tilikan penghakiman.

"A---ku, ti---dak tahu-menahu persoalan itu. Memang pada malam itu aku ke sini, te---tapi a---"

"Pembelaan diri tidak diterima. Semua bukti menggambarkanmu. Baiklah, jika tidak ingin mengembalikan apa yang kau curi dan aku pun tidak memerlukan penjelasanmu. Maka, sampai bertemu lagi pada midterm exam nanti dan segera tinggalkan tempat ini. Ah, iya! Jangan menginjakkan perpustakaan juga."

Mrs. Iris melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Ia kembali tertunduk, meramaikan kertas dengan pena. Penjaga dan pengurus kesiswaan berpulang sambil bergoyang hulu ke arah arca hidup. Eirene pun mengikuti alur, sebab keberadaannya tak dipedulikan. Ia berjalan menaiki tangga putar, memasuki lantai dua yang di mana ruang kelas berlamparan. Banyak pasang mata kala jam istirahat menyorotnya. Mereka bersiap menuju lantai tiga tuk mengisi perut sembari silih kisik tuan dan nona Ananke.

"Mungkin tuduhan itu sudah mendarat apik di telinga mereka," pikir Eirene.

"Kudengar ibunya berselingkuh dengan salah satu pengajar di sini."

"Aku juga mendapatkan kabar itu. Memalukan sekali, bukan? Ananke tidak pernah tersiar kabar burung seperti itu sebelumnya. Sampai-sampai pengajar itu harus melanggar aturan Ananke."

"Kau tahu siapakah pengajar itu?"

"Aku tidak tahu, kabar itu berkabut. Lebih baik kita membeli pangan dan berdiam di rooftop."

Eirene terus melangkah memasuki kelas sembari menguping pembicaraan mereka. "Kabar burung yang tidak penting," pikirnya lagi. Ia mengambil tas yang tersimpan di loker dan berbalik arah sesuai peta pulang.

IneffableWhere stories live. Discover now