Chapter 22 : Fiend

Mulai dari awal
                                    

Ace tersenyum miring. "Kalau ya, kenapa? Mau mengadu?"

Massimiliano mengeraskan rahang. Ia tahu, meskipun ia melakukan hal itu maka ia tidak akan berhasil, sebab ia tidak mempunyai bukti. "Berengsek!" Massimiliano bersiap melayangkan tinjunya, namun suara berisik pesawat membuat pria itu mengurungkan niat. Ia melepas kasar cengkraman, lalu pergi menuju lapangan penerbangan.

Para mafioso menyambut hormat pesawat yang baru saja mendarat, di mana turunnya sang ketua dari tangga sambil mengodekan tangan bahwa orang-orangnya dapat berdiri tegak kembali. Oniks biru tersebut menetap pada kedua asistennya yang bersampingan.

"Tuan L-" ucap Massimiliano terhenti karena tangan Gabrielle pertanda ia tidak dapat mengeluarkan suara lebih banyak.

"Aku mendapat laporan dari Rafaele bahwa terjadi korup di Moncalieri dan memerintahkan Rafaele untuk segera membasminya," ucap Gabrielle mendahului dengan ekspresi tenang.

Rafaele menunduk patuh. "Ya, Tuan, sejumlah uang yang dikorup pun berhasil dikembalikan."

Massimiliano mengepalkan tangan. "Aku bersumpah tidak mengetahui apa pun."

Rafaele menatap Massimiliano tenang. "Tuan L bilang, kau bisa menunjuk orang baru dan buat kenaikan dalam waktu dekat untuk membuktikan keseriusan kata-katamu."

Rahang Ace mengeras, dahinya mengerut tidak, dengan tangan terkepal kuat tidak terima. Ia kembali menunduk begitu tatapan Gabrielle ke arahnya. Bagaimana bisa? Mengapa Gabrielle mengistimewakan Massimiliano sekarang? Tidak, ia tidak bisa diam. Ace adalah asisten utama Gabrielle, bosnya itu hanya boleh mempercayakannya! Ia tidak bisa menerima ini, Massimiliano pasti memiliki niat busuk dan tidak se-loyal dirinya! Melihat Gabrielle meninggalkan lapangan dan menuju mansion, ia pun segera menyusul.

Ace berusaha berjalan di belakang Gabrielle sambil berucap sopan, "Tuan, apa Massimiliano tidak perlu dicurigai? Aku tahu hanya kau yang tahu terbaik, tapi Massimiliano-"

"Ace," potong Gabrielle menghentikan langkah, membuat pria berambut pirang itu ikut berhenti. Ia menoleh pada lawan bicara. "Aku memberimu tanggungjawab untuk menjaga hartaku, lalu mengapa masih saja kau iri?" desisnya tajam menyimpan sirat di ekspresi dingin.

Ace meneguk saliva, lalu menunduk, merasa malu karena ucapan frontal Gabrielle yang membuatnya sadar bahwa lupa diri karena kekuasaan. Bahkan, entah mengapa melihat ekspresi Gabrielle, pria itu seolah tahu dirinya yang merencanakan hal tersebut.

"Tuan," panggil salah seorang mafioso yang baru saja menghampiri mereka lantaran tadi berjaga di luar. Melihat tangan Gabrielle mengodekannya untuk bangkit dan segera buka mulut, ia langsung melapor, "Nona Lily baru saja kembali dari spa dan Nona Lucrezia juga ingin bertemu dengan Tuan."

Ace menoleh memerhatikan ekspresi bosnya sesaat, sebelum mengangkat sebelah alis untuk menatap mafioso di depannya. "Lucrezia?" ulangnya heran.

"Kami sudah mengatakan bahwa tidak diperkenankan datang untuk masalah kantor, tapi dia bilang ada hal yang lebih penting."

Gabrielle mengerutkan dahi tidak suka. Ia sudah menegaskan bahwa keberadaan mansionnya adalah hal terlarang untuk dipublikasikan, tapi mengapa Lucrezia mengetahuinya? Bahkan, melanggar peraturan bahwa tidak diperkenankan untuk mendatangi rumahnya.

Namun, ia mengenal Lucrezia dengan baik, wanita pekerja keras itu tidak akan melanggar perintahnya dan kali ini adalah yang pertama, artinya wanita itu memiliki hal mendesak untuk dibicarakan.

Gabrielle dan para Mafioso yang mengikutinya pun pergi ke beranda, di mana Lucrezia sudah duduk menunggu di kursi, sementara Letizia baru keluar dari mobil. Gabrielle menajamkan netra pada Lucrezia, sebagai tanda wanita itu punya waktu singkat untuk menjelaskan maksud kedatangannya.

"Begini...," ucapnya tergantung, melirik para pria sedang menanti perkataannya. Ia berdecak pelan. "Aku tidak bisa membicarakannya di sini. Ini sangat-" Lucrezia menahan kata-kata lantaran Gabrielle semakin geram karena pria itu pasti berpikir bahwa ia buang-buang waktu. Lucrezia menarik napas, lalu menghembuskannya pelan. "Aku hamil."

Krak!

Semua pasang mata menoleh pada Letizia yang tadinya sibuk memegang ponselnya kini terjatuh begitu saja, mematung di tempat mendengar pernyataan yang keluar dari bibir wanita cantik tersebut. "Maaf," ucap Letizia segera memungut ponselnya kembali, tersadar bahwa ia menjadi pusat perhatian, lalu buru-buru masuk ke dalam mansion. Meski, menguping dari balik pintu.

Gabrielle terdiam beberapa saat, sebelum menarik kasar pergelangan tangan wanita itu. "Apa kau yakin itu anakku?!"

Lucrezia meneteskan air mata karena ketakutan, Gabrielle malah bersikap kasar padanya. "Setelah bercinta denganmu aku tidak bisa bercinta dengan siapa pun lagi. Kau mencuci otakku, L," lirihnya.

Gabrielle mengeraskan rahangnya, berbisik pelan, "Siapa saja yang mengetahui hal ini?"

Lucrezia menangis. "Hanya kau. Aku takut kau tidak menerima anak ini dan mencoba menggugurkannya, jadi aku tidak bisa memberi tahu siapa pun. Tapi, setelah berpikir keras, aku memang harus memberi tahumu."

Gabrielle memutar mata frustasi, melirik seluruh pengikut setianya shock dan menunduk hormat pada Lucrezia lantaran wanita itu mengandung garis keturunan Sang Dewa. Ia menatap bentuk perut Lucrezia. "Panggil dokter kandungan," perintah Gabrielle pada Ace, lalu menoleh pada Lucrezia kembali. "Dan kau... kau akan tinggal di sini," perintahnya mutlak sebelum pergi ke kamar lantaran lelah mengurus pekerjaan juga baru sampai dari Milan.

Di sisi lain, Letizia merasakan denyut di dadanya semakin sakit dan sesak. Ia pun cepat-cepat pergi dari sana sebelum ketahuan menguping. Apalagi sekarang? Terlepas dari Vanessa, sekarang Lucrezia? Hamil pula! Letizia menghentak-hentakkan kakinya kesal menuju kamar. Namun tiba-tiba saja,

"Lily." Panggilan suara berat nan seksi itu menggetarkan indera pendengaran Letizia hingga menyentil hatinya, benar-benar indah. Letizia pun berbalik untuk menatap Gabrielle.

"Aku baru meninggalkanmu tiga hari tapi kau sudah lupa dengan tata kramamu," sindirnya tajam. Ya, gadis itu seolah tidak tahu menahu, Letizia yang biasanya akan selalu menyambut dengan hormat dan kepatuhan.

Letizia memain-mainkan tangannya sambil mengalihkan pandangan lantaran tidak mampu menatap mata Gabrielle. "Kupikir Daddy ingin aku cepat-cepat pergi dari sana," alibinya.

Gabrielle tersenyum miring dengan bengisnya, lalu berucap, "Kau akan punya adik." Bertepatan saat itu pula Lucrezia masuk. "Bagaimana menurutmu?"

Letizia mengepalkan tangan menahan emosi lantaran tahu Gabrielle dengan sengaja menyinggungnya, kembali menegaskan posisi Letizia persoalan tiga hari lalu. Ia tersenyum. "Bagus, aku pasti tidak akan mati kebosanan karena Daddy yang terus bekerja," balasnya dengan nada ketus. "Aku pamit ke kamar, just take your time with my new mom," ucapnya lagi menunduk hormat sebelum pergi ke lift.

Perkataan Letizia semakin membuat Ace pucat pasi, begitu pula para Mafioso lain. Mereka bertanya-tanya, apakah yang terjadi di antara keduanya?

Lucrezia melirik Gabrielle dengan bingung. "Bukankah Lily adik angkatmu yang mempunyai saham di perusahaan?" tanyanya heran. "Dan mengapa dia terlihat marah?"

Gabrielle masih menyeringai samar, menoleh pada wanita itu. "Begitulah sikapmu pada ayahmu saat kau marah."



#To be Continue...

181121 -Stylly Rybell-
Instagram maulida_cy

Gabrielle's [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang