Sewaktu 'Tidak' Hilang Dari Lidahnya.

7.8K 935 16
                                    

Najandra sudah berkali-kali mengingatkan baik pada saat sesi konseling ataupun ketika kebetulan pria itu sedang mampir untuk membawakankan Prisha menu-menu semisal Soto Mie juga Asinan Jagung yang kerap Umi-nya masak banyak-banyak. Bahwa sikap people pleaser yang dia miliki, suatu hari akan sangat menyusahkannya.

Augh! Bahkan nggak perlu menunggu hingga 5 atau 10 tahun berselang deh. Cukup 30 bulan saja dan akhirnya Prisha kena getahnya. Getah yang boleh jadi nggak akan mampu hilang bilapun ia telah mati-matian menggosoknya dengan berember-ember minyak.

Yah.

Prisha mengenal Ramona, atau ya dia biasa memanggil cewek itu dengan sebutan 'Kak Mona' sih—kendati usia mereka hanya terpaut beberapa bulan doang—di masa sewaktu hidupnya tengah sulit-sulitnya.

Semula dia pikir, berhasil menyemai bibit-bibit red rose serta old garden roses sampai-sampai mereka dapat tumbuh secara tinggi-tinggi, harum mewangi, juga tentu saja lebat, di ladang sempitnya merupakan suatu jawaban mutlak. Dia nggak usah memusingkan apa-apa lagi. Hingga suatu hari ketika dia bangun dan menuju kebun lalu, menyaksikan melalui mata kepalanya sendiri di mana nyaris semua mawar yang ditanamnya tahu-tahu telah berbarengan mekar dengan luar biasa sempurna, di situlah Prisha yang kelewat bahagia malah menjadi bertanya-tanya.

Iya, mari katakanlah, dia sudah sukses.

Iya, usahanya nggak lagi berakhir sia-sia berkat hama pun gulma.

Iya, sepasang tangannya ternyata nggak cuma bisa menciptakan kesialan maupun kerusakan. Mereka ... realitasnya masih sanggup mencipta satu kebaikan yang ajaibnya juga terlihat indah.

Prisha ... dengan itu, dia mestinya masih pantas bertahan kan?

Sebongkah batu tak kasat mata yang telah lama mengendap dalam sela-sela ruang dadanya serta seolah menyumbat katub jantungnya, hari itu seperti remuk menjelma layaknya gerindilan yang lantas hanyut entah ke mana. Napas Prisha sontak tak lagi terasa bak ia sedang menyelam di Lautan Hindia.

Oh, Tuhan ... lega sekali.

Sayangnya, situasi tersebut berlangsung toh nggak ada sampai 5 menit.

Sebab, Prisha keburu sadar dari jeratan gelombang euforia bernuanasa semunya bahwa mau dia mikir hingga mawar-mawar di kebunnya layu sekali pun toh, memang benar jika faktanya nggak ada uang yang mampu ia hasilkan dari seluruh kerja kerasnya selama berbulan-bulan tersebut.

Jangankan ngayal bisa membayar sewa kontrakannya menggunakan uang dari hasil kebunnya, balik modal pun mau bagaimana caranya kira-kira?

Mawar-mawar yang sangat banyak itu akan ia apakan?!

Prisha belum pernah menduganya sampai sejauh itu sebelumnya—mengingat dia bahkan nggak terlalu berharap kalau percobaannya kali ini bakal membuahkan hasil, sebab sangat sulit menangkal ulat-ulat ataupun kutu putih yang dikit-dikit datang menggasak, mengacak-ngacak pertumbuhan tanaman-tanaman miliknya.

Parahnya, dia juga nggak punya info terlebih relasi yang sekiranya dapat membantunya untuk menukar seluruh mawar-mawar itu dengan lembaran-lembaran uang.

Sial.

Kenapa sih dia selalunya sesial ini?

Apa?

Apa sesungguhnya yang dapat ia kerjakan serta selesaikan dengan benar?

Hidupnya sendiri saja sama sekali tak terasa benar.

HAH!

Prisha betul-betul sedang pusing. Meratapi tawanya yang tak jadi mengudara. Menyayangkan tiap kubik perasan keringatnya yang cuma jatuh dan meresap di tanah. Pun, merutuki segala kebodohan maupun keenggak berdayaanya.

Jangan Ada Air MataWhere stories live. Discover now