Empat Tahun Lalu.

16K 1.2K 28
                                    

"Apa dia nggak pernah dengar kalau wajah perempuan tuh aset? Berani banget dia bikin luka di muka perempuan yang mungkin bakal jadi istrinya calon Presiden kelak!"

Prisha meringis antara menahan perih di sudut bibirnya juga geli akibat mendengar perkataan Paradikta. Istri calon Presiden katanya? Prisha bahkan nggak tahu pria lain di luar Paradikta. Eh, ngomong-ngomong bukannya pria itu juga calon Presiden, ya? Presiden Direktur Cévo Group tepatnya. Sebuah strata yang membuat Prisha kian meremang.

"So?" Kali ini Prisha mencoba mengalihkan segala atensi yang tengah Paradikta curahkan terhap carut-marut kehidupannya, sekaligus berupaya untuk memaku kembali intensinya yang sempat ramai-ramai mengangkasa.

"So, apa?"

Prisha berdecak yang sialnya malah membuat mulut lebamnya makin terasa berdenyut. "Acara kemarin. Gimana?" tanyanya kemudian di sela-sela kernyihan.

Sementara itu, tanpa mengambil jarak dan masih sambil mengoles tipis-tipis salep pada bekas luka Prisha yang membiru, Paradikta mengedik sebelum akhirnya berkomentar pendek, "Lucu."

Sesingkat itu, tipikal Paradikta sekali. Namun, Prisha bisa melihat ada binar lain yang tak lumrahnya ia temui.

"Kok lucu?" Gadis yang pagi ini ngantor dengan gaya rambut twisted bun andalannya tersebut mulai terdengar penasaran. Oh, ya jelaslah. Mungkin sudah lebih dari selusin pertemuan yang digagas oleh keluarga pria itu. Di mana seluruhnya selalu menimbulkan impresi buruk bagi Paradikta. Namun, kali ini pria itu bilang apa? Lucu? Itu ... bagaimana Prisha harus menjabarkannya: unbelievable?

"Dia numpahin sebotol Romanée Conti pas makan malam," beber Paradikta yang justru membuat Prisha refleks memicingkan mata.

"Bukannya itu lebih ke sembrono?" tandas perempuan itu cepat, secara dia tahu betul seberapa penting wine-wine yang tersimpan dalam rak-rak di ruang bawah tanah kediaman keluarga Paradikta. Tak hanya berharga fantastis, tapi botol-botol itu masing-masingnya juga memiliki nilai historis. Ada pengorbanan yang tercurah di tiap invensinya. Di mana salah satunya yang pernah Prisha dengar, jika Kakek Paradikta sempat melakukan sebuah perjalanan. Perjalanan terakhir bersama sang istri ke Jenewa untuk memperoleh sebotol burgundy dari rumah lelang Baghera. Salah satu yang memang memiliki koleksi the finest and most expensive wines.

Namun, nyatanya Paradikta malah menggeleng tak setuju. "Nggak. Karena, dia numpahin pas ke kemeja bernilai historis kebanggaan Eyang."

Dan, hari itu untuk pertama kalinya Prisha spontan tertawa. "Jadi, merasa punya sekutu?" simpul perempuan itu masih sambil meringis ngilu.

Paradikta mengedik. "Sebagai anak tunggal dari calon kuat Ketua Dewan, dia jelas target yang paling potensial untuk Eyang rekrut jadi anggota keluarga. Dan, kapan lagi kan Eyang nyodorin cewek yang nggak ...." Paradikta agaknya sengaja menjeda. Serta, sebab Prisha sudah seperti bayangan pria itu maka tak butuh jeda baginya untuk lekas menanggapi.

Sambil mendorong tubuh besar Paradikta agar kembali menempati sofa di seberang duduknya, Prisha berujar malas, "Queenly."

"Perempuan yang bahkan takut kukunya kegores. Tapi, Saniya nggak gitu."

"Saniya? Wow. Kamu bahkan ingat namanya?"

"Di luar dugaan kan?"

Prisha manggut-manggut. "Jadi, kesimpulannya?"

"Ya, let's see! Satu-dua pertemuan lagi. Kalau dia memang benar semenarik ini, aku rasa nggak ada salahnya untuk terima. Menikahnya selain kayak punya satu batu di tangan, juga mungkin bakal menyenangkan," jelas Paradikta lancar, tapi sialnya sama sekali tak selancar arus darah Prisha yang tiba-tiba membuatnya merasa menegang. "Ngomong-ngomong, serius! Kemarin, ada sesuatu yang terjadi kan? Luka itu pasti cuma salah satunya kan?"

Prisha agak tersentak, kendati demikian dia mampu cepat menguasai diri sebelum lanjut menggeleng pelan. "Aku toh emang pantes kok dapetin ini."

"Prisha—"

"Pembunuh kayak aku udah untung nggak ngebusuk di penjara. Luka-luka yang aku dapat selama ini sama sekali nggak sebanding sama luka di hati Ibu yang udah aku renggut kebahagiannya."

"Pris—"

"So, kapan rencana pertemuan keduanya?"

Paradikta kontan mendengkus kasar karena, lagi-lagi Prisha keras kepala untuk terus berkelit bila mereka sudah mulai membahas tentang peristiwa yang bahkan telah lebih dari sepuluh tahun berlalu itu.

Sambil menyapu asal wajahnya, pria itu lalu membalas acuh tak acuh, "Mungkin minggu depan."

Ah, minggu depan, ya? Jadi, berapa lama lagi kiranya Prisha mampu berada di situasi ini? Jika itu Eyang Gustiarja boleh jadi hanya butuh satu bulan saja untuk akhirnya beliau berhasil mengirim Paradikta ke jenjang pernikahan, mengingat sang cucu bahkan sepertinya sudah nyaris menyetujuinya.

Dan, pernikahan, ya?

Apa setelah Paradikta nanti resmi menikah, ada kemungkinan bagi hubungan mereka untuk tetap sama?

Dia pasti akan sibuk dengan Cévo. Apalagi kalau benar dialah yang berhasil menuduki kursi Presiden Direkturnya. Kemudian, waktunya tentulah akan habis untuk istrinya. Lantas, mungkin anaknya.

Serta, Prisha sendiri apa seusai ini dia akan kembali ke hidupnya seperti sebelum bertemu dengan Paradikta? Hidup yang ....

"Sa?" Dari atas sofa tempatnya duduk sambil menyilangkan lengan Paradikta tiba-tiba terdengar memanggil.

"Hm?"

"Kalau kamu mau lari, bilang. Harus bilang! Karena, ke mana pun kamu pengen pergi aku bisa sembunyikan kamu. Di mana pun. Di ujung dunia sekali pun, asal kamu bisa ngerasa aman."

Dan, Prisha percaya. Percaya jika Paradikta lebih dari mampu untuk mewujudkannya. Percaya jika janji itu bukanlah janji yang dibualkan semata. Percaya jika kelak ketika dia merasa sudah tak lagi sanggup bertahan, dia bisa menagih janji itu.

Janji yang nyatanya, ikut menguar bersama sosok Paradikta yang pelan-pelan justru beranjak pergi dari hidup Prisha sambil menyisakan satu lubang besar yang tiada henti menganga di dasar hatinya.

Lubang yang seolah menunjukan padanya di mana kiranya letak pintu gerbang dari akhir kehidupan.

***

Syabar yah, Mbak Pris main di FTV ala-ala ini 😂

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Syabar yah, Mbak Pris main di FTV ala-ala ini 😂

Jangan Ada Air MataWhere stories live. Discover now