Sepertinya percuma saja aku berdandan seperti ini. Cinta Kak Arkhan telah berlabuh pada Namira bukan padaku.

"Aww..." Seketika aku terpekik kaget saat kaki ku menginjak ujung gamis yang kukenakan, hal itu membuatku hampir saja terjatuh. Untung piring kue yang ada di tanganku tidak terlempar.

"Biar saya saja yang bawakan."

Aku mendongakkan wajahku, menatap laki-laki yang tadi menawarkan bantuannya. "Tidak usah." Jawabku, menolak tawaran laki-laki asing itu.

Pengajian dimulai tepat pukul empat. Tempat para wanita dan laki-laki dipisah. Kali ini sang ustadz membahas tentang keikhlasan hati. Seperti biasa saat tausiah berlangsung aku malah jatuh tertidur di pundak Mama. Dan saat Tausiah selesai Mama langsung membangunkanku.

"Sana bantu Bunda bagiin bingkisan!"

"Nggak mau ah."

"Kenapa? Bukannya biasanya kamu paling semangat bantuin Bunda bagiin bingkisan."

"Sekarang Bunda nggak butuh bantuan aku lagi Ma."

Mama menatapku bingung.

"Bunda sudah punya calon menantu yang rajin. Tadi saja saat menata kue di piring calon menantunya yang bantuin."

"Kamu nggak boleh berpikiran kaya gitu. Sudah sana bantu Bunda Aliandra."

Dengan langkah malas akhirnya aku menuruti perintah Mama, aku berjalan ke arah dapur dan lagi-lagi pemandangan yang kulihat di dapur adalah Kak Arkhan bersama Namira. Belum juga resmi dilamar tapi udah berduaan mulu. Nggak takut dosa apa?

Tanpa mempedulikan mereka berdua aku mengambil beberapa bingkisan yang sudah terbungkus dengan kantong kain untuk kubawa ke depan.

"Jasmine." Kak Arkhan memanggilku. Ia memintaku untuk menghampirinya.

"Kenapa, Kak?"

"Ada yang mau kenalan sama kamu."

Sebelah alisku terangkat, "Siapa?"

"Kamu tunggu sebentar. Aku panggil dulu orangnya." Kak Arkhan pun langsung pergi meninggalkan aku di dapur bersama Namira.

"Kak Arkhan sayang banget yah sama kakak."

Aku langsung menoleh ke arah Namira yang barusan berucap demikian.

"Kata Kak Arkhan dari kecil Kakak dan Kak Arkhan sudah bersahabat yah. Kak Arkhan sudah menganggap Kakak kaya adik sendiri. Bunda dan Ayah pun udah nganggap Kakak kaya anak sendiri."

Aku hanya mengangguk menimpali segala hal yang diucapkan Namira.

Ya, Kak Arkhan sudah menganggapku seperti adik sendiri meskipun pada kenyataannya aku yang dianggapnya adik telah jatuh cinta kepadanya.

Tak lama Kak Arkhan kembali ke dapur dengan seorang laki-laki. Dan kalau tidak salah laki-laki itu yang tadi menawarkan bantuan membawakan piring kue yang kubawa.

"Kenalin Jasmine, ini Adnan."

Aku sudah mau menjulurkan tanganku, namun si laki-laki itu malah menangkupkan tangannya di dada. "Adnan."

Dan akupun akhirnya melakukan hal yang sama. "Jasmine."

"Kamu masih ingatkan dia yang kemarin main futsal bareng kakak."

Terus? Aku harus bilang wow gitu. Kata-kata itu tentunya hanya kuucapkan dalam hati. Ngapain juga sih Kak Arkhan ngenalin aku sama laki-laki ini.

"Dia baik." Kata Kak Arkhan saat laki-laki yang bernama Adnan itu telah pergi dari hadapan kami.

"Iya Kak kayanya dia laki-laki yang baik." Namira menimpali.

"Terus?" Aku menatap wajah Kak Arkhan marah. "Kakak mau jodohin aku sama dia?"

Kak Arkhan mengangguk. Seketika hatiku terasa begitu sakit. Kenapa dia begitu tega padaku? Ia sangat tahu kalau aku sangat mencintainya tapi dia malah berniat menjodohkan ku dengan laki-laki lain. Apa dia takut aku mengganggu hubungannya dengan Namira.

Tanpa berkata apa-apa lagi aku langsung meninggalkan dapur. Air mata tak mampu terbendung. Cepat-cepat aku masuk ke kamar Arsy. Di dalam kamar tangisku pecah. Aku menangis tersedu-sedu.

"Sayang." Bunda Aliandra menghampiriku.

Tidak ada kata yang dapat terucap dari bibirku.

"Maafkan Arkhan yah." Bunda memelukku. Tangannya membelai pucuk kepalaku.

"Jasmine...hiks...sangat mencintai Kak Arkhan..." Akhirnya kalimat itu berhasil lolos dari mulutku. Ya, aku tetap mencintainya meskipun kini ia telah menyakiti hatiku dengan begitu dalam.

***
12 Rabiul Akhir 1443H

Jangan lupa tinggalkan jejak yah. Biar aku semangat nulisnya. Terimakasih 😊

Senja Bersama Arkhana | ENDWhere stories live. Discover now