Part 33 : Teknik

99 20 0
                                    

"Oh jadi ini murid-murid mu, Ga," ucap seseorang yang di yakini namanya adalah Tio.

Zega hanya tersenyum mengiyakan ucapan Tio. Terlihat jelas di wajah Zega wajah bangga, bisa mempunyai seseorang yang bisa di ajarkan untuk bermain bola. Sebenarnya bermain bola tidak semestinya harus di ajari, bahkan tanpa di ajari sudah pasti anak-anak kampung seperti ini sudah bisa bermain sendiri. Tapi yah, jika ada pemimpin akan lebih baik dan pengetahuannya mereka juga akan lebih luas.

"Impian mu sudah tercapai yah," ucap Tio menepuk punggung Zega pelan.

"Impian sederhana seperti ini memang sudah pasti terwujud," sahut Zega tersenyum.

"Anak-anak, kalian bisa mulai bermain dulu, Bapak masih pengen ngobrol-ngobrol dulu sama Tio, maklum, udah lama banget gak ketemu," jelas Zega.

Fajar dan teman-temannya mulai bermain seperti biasa, sedangkan Zega dan Tio duduk santai memperhatikan murid-murid Zega dari jauh.

Mata Tio, selalu fokus ke satu orang, ia sama-sama sekali tidak melirik anak-anak yang lain. Matanya benar-benar fokus ke anak itu, hingga tidak mendengarkan apapun yang di ucapkan Zega.

"Siapa dia?" tanya Tio smaa sekali tidak melepaskan pandangnya dari anak tersebut.

Pak Zega yang mendengarkan Pertayaan Tio, mulai mengikutinya arah pandangnya Tio.

"Namanya Fajar, posisinya penyerang, selama main bola, dia belum pernah gagal cetak gol, selalu saja masuk, saya nemuin diri kamu di diri Fajar, kalian punya persamaan dalam bermain bola," cerita Zega juga menatap Fajar yang berada di detik-detik mencetak gol.

"GOLL!" teriak mereka, saat Fajar benar-benar menendang bola masuk ke gawang.

"Sudah saya bilang, dia tidak pernah gagal mencetak gol, saat bola mengarah kepadamya." tutur Zega.

"Hmm, benar-benar luar biasa," jawab Tio kagum.

"Lihat cara dia mempertahankan bola, berlari, menendang, sama sepertimu," ujar Zega lagi.

"Tidak mungkin, dulu pelatih kita bilang, tidak ada yang menyamaiku dalam bermain bola, saya mempunyai ciri khas tersendiri, limited edition," sombong Tio terkekeh pelan.

"Sifat sombong mu masih sama," tutur Zega.

Dan pada akhirnya mereka tertawa bersama seperti dulu.

"Kenapa dia terlihat beda dari teman-temannya?" tanya Tio,asih asik memperhatikan Fajar.

"Dia adalah salah satu anak terkaya di tim ini, orang tuanya jauh lebih kaya, dibandingkan teman-temannya, rumahnya juga bukan di sekitar sini," jelas Zega santai.

"Lalu kenapa dia bermain disini, jika dia mampu bermain di tempat mahal?"

"Sudah ku bilang dia sama seperti mu, orang tuanya melarang bermain sepak bola, hingga membuatnya bari bermain disini," jawab Zega, yang sudah mengetahui, sebab akibat Fajar bermain disini.

"Benar-benar seperti saya."

"Yah, aku sudah mengatakan itu berkali-kali."

"Saya tertarik dengan dia, bisa saja berbicara dengannya nanti?" tanya Tio lagi.

"Jangan ditanyakan, bahkan dia pernah bilang, ingin kau mengajarinya, anak itu benar-benar mencintainya sepak bola.

Setelah beberapa menit bermain, waktunya Fajar dan teman-temannya istirahat sejenak. Saat sedangkan sik mengobrol bersama Fauzan, seorang anak kecil menghampiri Fajar.

"Bang Fajar di panggil tuh sama Pak Zega," sahut anak kecil tersebut menunjuk ke arah di mana Zega dan Tio duduk santai.

"Iya, nanti abang kesana, maksih yah, " jawab Fajar, mulai berdiri berjalan mendekati kedua orang tua tersebut.

Setelah dekat, pak Zega langsung saja berbicara tanpa berbasa-basi.

"Fajar, sini, kamu bilang ingin di latih oleh Pak Tio," ucapan Zega antusias.

"Emang Pak Tio mau, Pak?" tanya Fajar ragu.

"Saya mau," jawab Tio cepat, sebelum Zega menjawab pertanyaannya.

Senyum Fajar mengembang seketika, entah kenapa ia begitu senang dan bersemangat. Memang benar, Pak Tio memiliki daya tarik tersendiri bagi Fajar. Yang entah kenapa itu bisa terjadi.

Selasai istirahat mereka kembali bermain, dan saat itu Pak Zega dan Tio mendatangi Fajar dan teman-temannya.

"Kali ini kita akan belajar cara memasukan bola ke gawang lawan, dengan mudah dan pasti gol. Teknik yang hanya di ajarkan di sini saja, teknik ini tidak sembarangan bisa di lakukan, hanya orang-orang tertentu saja, bahkan saya sendiri tidak bisa melakukannya, tapi beruntung teman bapak bisa," jelas Zega menunjuk Tio yang ada di sampingnya.

"Oke bapak akan memilih minimal tiga orang saja, jadi sisanya belajar sama pak Zega," ucap Tio masih melirik ke arah Fajar.

Akibat ucapan yang di lontarkan, Tio Fajar menjadi deg-degan, ia sangat berharap dari ketiga orang yang di pilih Tio salah satunya adalah dia.

"Untuk posisi penyerang boleh maju ke depan, bapak akan mengairi kalian," lanjut Tio lagi.

Fajar tersenyum tanpa sadar, ia sangat senang karna ia di pilih.

"Kalian jangan senang dulu, bapak akan mencari dulu siapa yang benar-benar bisa, hanya da satu orang yang akan terpilih. Karna  benar yang di bilang Zega tadi, teknik yang ingin bapak ajarkan tidak sembarangan orang bisa," jelas Tio.

Fajar membulatkan matanya, ia kembali deg-degan, seperti tadi. Takut jadi ia tidak bisa lolos test untuk belajar teknik dari Pak Tio.

"Ayo, ikut bapak, kita belajar di sana," seru Tio menunjuk di ujung lapangan.

Tio mulai melakukan test, kepada Fajar, Fauzan, dan Nazar. Test-test yang diberikan tidak mudah, merka bertiga juga sudah berusaha keras namun gagal, dan tidak ada yang berhasil. Tio juga selalu mengulang-ulang semua test hingga Fajar dan kedua teman-temannya benar-benar bisa.

"Oke test kita cukup, bapak lihat, tidak ada yang bisa, tidak ada yang mampu, dan tidak ada yang cocok untuk belajar teknik dari bapak ini, saya tau kalian sudah berusaha, tapi maaf bapaknya bisa ajarin kalian," seru Tio datar, padahal ia sudah berharap Fajar bisa lolos test darinya.

Fajar, Fauzan, dan Nizar menghela nafas berat, setakat melakukan berbagai test yang melelahkan tapi hasilnya sangat-sangat tidak memuaskan. Fauzan dan Nizar pun segera kembali ke Pak Zega dan teman-temannya meninggalkan Pak Tio sendiri.
Oh, tidak masih ada Fajar disana.

"Kenapa masih disini?" tanya Tio melihat Fajar  yang masih diam di tempanya.

"Fajar mau, belajar teknik itu, Pak," lirih Fajar.

"Kamu yakin?"

"Yakin!"

"Test tadi aja kamu gak lulus apalagi teknik berikutnya."

"Tapi saya pengen belajar teknik itu, Pak," mohon Fajar berharap Tio mau mengajarinya.

"Hanya orang-orang tertentu yang bisa teknik ini."

"Jadikan saya salah satu, dari orang-orang tertentu itu, Pak," kekeh Fajar, yang kokoh pada pendiriannya.

"Oke saya akan mengajarimu," jawab Tio tersenyum.

Inilah yang dia cari, orang-orang yang bertekad ingin mengetahui teknik tersebut. Karna sebenarnya dari tadi Tio hanya mengetes kepribadian mereka. Melihat siapa seseorang yang semangat, perkerja keras, dan tidak mudah putus asa, satu lagi mau bertekad.

Mas F Where stories live. Discover now